RUU daerah kepulauan, DFW : bisa membantu pengelolaan pariwisata Papua

papua, undang-undang
Ilustrasi hukum undang-undang pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Nasional Destructive Fishing Watch atau DFW menyebut rancangan undang-undang Daerah Kepulauan yang sedang dibahas dinilai bisa membantu mengefektifkan pengelolaan pariwisata kawasan perairan yang terdapat di daerah Papua dan Papua Barat. RUU itu dinilai memudahkan masyarakat kepulauan sejahtera.

Read More

“Dengan adanya UU tersebut akan merubah paradigma pengelolaan kawasan konservasi,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan, kepada Antara, Selasa, (5/10/2021).

Baca juga : Aliansi Masyarakat Pesisir dan Kepulauan Nabire minta pemerintah segera lantik Paslon terpilih 

Aparat diminta telusuri isu lelang sebuah pulau di Kepulauan Riau  

Dinkes Kepulauan Yapen jelaskan kasus meninggalnya Pdt Piet Hein Jowey

 

Menurut Abdi RUU Daerah Kepulauan bisa membantu pengelolaan kawasan perairan termasuk kelestarian terumbu karang seperti di Raja Ampat, Papua Barat. Sedangkan paradigma pengelolaan kawasan konservasi selama ini dinilai masih sering menjadi beban bagi anggaran di daerah masing-masing, seperti kawasan yang ada di Papua dan Papua Barat.

Padahal, kawasan konservasi seperti di daerah terumbu karang seharusnya dikelola secara profesional agar dapat menghasilkan pendapatan daerah serta bisa mandiri dalam pembiayaan kegiatan operasionalnya.

“Ubah paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang selama ini beban, menjadi sumber pendapatan melalui pemanfaatan jasa kelautan,” kata Abdi menambahkan.

Ia juga mengusulkan agar kegiatan bisnis seperti menyelam, pondok wisata dan kegiatan pariwisata lainnya bisa tumbuh dalam kawasan konservasi laut daerah.

Kepala Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Santoso Budi Widiarto mengatakan KKP telah menandai kemunculan hiu paus yang muncul di perairan Kawasan Konservasi Daerah Kaimana, Papua Barat, seperti yang terjadi selama September 2021. Hal itu terkait konservasi kawasan perairan di Papua dan sekitarnya.

“Kami telah berikan bantuan pemerintah kepada unit pelaksana teknis daerah pengelola kawasan konservasi Kaimana berupa satu paket peralatan akustik tag dengan tujuan untuk mengetahui pola kedatangan hiu paus di kawasan konservasi Kaimana,” kata Santoso.

Munculnya hiu paus terpantau dari bagan di perairan Kampung Maimai, Kaimana, sebanyak tujuh kali selama empat hari dengan empat individu yang berbeda.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan LPSPL Sorong bersama LSM yang bekerja sama dengan pemerintah daerah, sejak 2013 hingga saat ini telah teridentifikasi sebanyak 28 individu hiu paus di Kaimana.

Dari sebanyak 28 individu hiu paus tersebut, sebanyak 22 ekor di antaranya berkelamin jantan (78 persen), satu ekor betina (empat persen), sedangkan lima ekor lainnya (18 persen) belum teridentifikasi jenis kelaminnya melalui metode photo ID dan delapan di antaranya telah dipasangi finmount satellite tagging.

Ia mengingatkan bahwa hiu paus merupakan jenis ikan yang eksotik dan jinak. Apabila dikelola dengan baik, objek ini dapat memberikan manfaat yang lebih bagi masyarakat di sekitar perairan kawasan konservasi.

“Terlebih kemunculan hiu paus ini berkaitan erat dengan keberadaan bagan sebagai kegiatan perikanan tangkap sehingga untuk mendapatkan momen bertemu hiu paus sangat mudah,” kata Santoso menjelaskan.

Tak hanya itu, kemunculan hiu paus di perairan kawasan konservasi Kaimana dapat menjadi identitas dan primadona kawasan konservasi setempat. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply