Papua No. 1 News Portal | Jubi
Oleh: Vredigando Engelberto Namsa, OFM
Untuk mengenal Paus Fransiskus, pada tulisan ini akan dibicarakan tentangnya (mengenalnya sebelum menjadi Paus dan sesudah terpilih menjadi Paus) dan apa saja karya-karyanya (karya-karyanya dibatasi pada dua ensiklik dan dua anjuran apostolik yang lahir dari tangannya).
Sebelum menjadi paus
Paus Fransiskus lahir di Buenos Aires dengan nama Jorge Mario Bergoglio, 17 Desember 1936. Ia adalah anak pertama dari lima bersaudara dari sebuah keluarga yang berasal dari Piemonte, sebuah wilayah di Italia Utara, tepatnya di Bricco Marmorito, bagian dari kota Asti. Ayahnya bernama Mario Jose Bergoglio, seorang pegawai kereta api dan ibunya Regina Sivori, seorang ibu rumah tangga (Alfred B. Jogo Ena, Paus Fransiskus, Yogyakarta: Bajawa Press, 2013, hal. 17.)
Keluarga Jorge Mario berkecukupan dan tidak pernah mengalami kesulitan yang parah dalam keluarganya. Walaupun keluarga menikmati kehidupan yang nyaman tanpa kesulitan ekonomi, Mario Jose merasa bahwa alangkah baiknya jika putranya yang tertua (kelak Paus Fransiskus) belajar tentang kerja keras dan semangat berkorban. Hal itu terlihat ketika Bergoglio menyelesaikan sekolah dasarnya, sang ayah mendorongnya untuk mencari pekerjaan.
Keluarga itu memang tidak mampu menikmati kemewahan seperti memiliki mobil atau berlibur ke tempat-tempat libur yang istimewa, tetapi masih berkecukupan. Selama masa mudanya Bergoglio menghabiskan beberapa tahun bekerja dengan membersihkan kantor tempat ayahnya bekerja sebagai seorang akuntan, dan selama tahun ketiganya di SMA, ia sendiri mendapat pekerjaan tambahan di bidang administrasi (Mario Eskobar, Fransiskus Manusia Pendoa, Jakarta: PT Gramedia, 2013, hal. 6)
Pada tahun keempat bekerja di kantor ayahnya, akhirnya Bergoglio memadukan jam kerjanya dengan belajar di sekolah kejuruan dan belajar tentang kimia di laboratorium. Dia berada di kantornya pukul 7 pagi sampai 1 siang, kemudian ia bergegas ke sekolah, sambil makan dalam perjalanan, dan ia sendiri tidak kembali ke rumah sampai pelajarannya selesai pada pukul 8 malam.
Pengalaman tersebut menempa sosok muda itu. Apa yang dipelajarinya selama bertahun-tahun kelak diceritakannya saat menjadi kardinal. “Saya bersyukur sekali bahwa ayah saya menyuruh saya bekerja. Bekerja adalah suatu hal yang meningkatkan saya dalam hidup ini. Di laboratorium, khususnya, saya belajar tentang sisi baik dan sisi buruk upaya manusia”.
Masa-masa pendidikan dasar hingga menengah diselesaikannya di kota kelahirannya. Sebelum menjawab panggilan menjadi imam Jorge Bergoglio terlebih dahulu berhasil menyandang gelar insinyur kimia di sebuah universitas di ibu kota Argentina. Setelah berhasil lulus sarjana kimia, ia baru masuk seminari di Villa Devoto (Neogroho Agoeng, Paus Fransiskus Paus untuk Kaum Miskin, Yogyakarta: Cahaya Jiwa, 2013, hal. 30).
Pada 11 Maret 1958, Jorge Mario Bergoglio menjalani masa novisiat sebagai calon Jesuit di sebuah novisiat SJ di Buenos Aires. Selepas menjalani masa novisiat akhirnya ia mengucapkan kaul pertama sebagai seorang Jesuit. Pada tahun 1960 Mario dikirim ke Chile untuk belajar ilmu-ilmu sosial kemudian kembali lagi ke Argentina untuk memulai belajar filsafat dan teologi di kolese San Jose ‘de San Miguel.
Kurun Waktu tahun 1964-1965, Jorge Mario menjalani masa orientasi kerasulannya sebagai seorang Jesuit muda dengan mengajar sastra dan psikologi di Kolese Immaculate Conception di Santa Fe. Setelah menyelesaikan tahun kerasulannya ia belajar teologi sepanjang tahun 1967-1970. Tahbisan diakonat dan kemudian imam diterimanya pada 13 Desember 1969.
Pada 22 April 1973 Pastor Jorge Mario Bergoglio SJ mengucapkan kaul terakhir sebagai seorang Jesuit, dan 31 Juli 1973 dipilih sebagai Provinsial SJ Provinsi Argentina. Tugas sebagai provinsial SJ dia lakoni selama 6 tahun. Setelah jabatannya sebagai provinsial selesai, pada tahun 1986 ia melanjutkan studi doktoralnya di Jerman.
Pada 20 Mei 1992, Paus Santo Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Auxilier untuk Buenos Aires, kemudian melantiknya sebagai uskup Coadjutor untuk Uskup Agung Buenos Aires dan mengangkatnya sebagai Uskup Agung di Dioses Buenos Aires, 28 Februari 1998. Pada 21 Februari 2001 Santo Paus Yohanes Paulus II menganugerahi gelar Kardinal kepada Uskup Agung itu.
Sesudah menjadi Paus
Sesudah menjadi Paus, ada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Paus Fransiskus. Contohnya mengubah sistem perbankan Vatikan, mengunjungi berbagai negara di belahan dunia ini, mengunjungi lembaga-lembaga pemasyarakatan, mengangkat beberapa kardinal baru (terutama dari belahan dunia ketiga) dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam bagian ini, akan dilihat secara khusus empat karya besar yang dibuat olehnya.
Setelah terpilih menjadi Paus pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus telah menghasilkan dua ensiklik dan dua anjuran apostolik yang ramai dibicarakan pada dekade ini.
Empat karya itu adalah Lumen Fidei (cahaya iman), Laudato Si’ (tentang perawatan rumah kita bersama), Evangelii gaudium (Sukacita Injil) dan Amoris Laetitia (kegembiraan cinta).
Lumen Fidei (Cahaya iman), adalah ensiklik pertama Paus Fransiskus yang dikeluarkan 29 Juni 2013, pada hari raya St. Petrus dan Paulus, dan diterbitkan 5 Juli 2013, kurang lebih empat bulan masa kepemimpinan Paus Fransiskus. Ensiklik ini membicarakan tema tentang iman. Ensiklik ini dibagi dalam empat bagian besar:
Pertama, menelusuri sejarah iman Gereja (mulai dari panggilan Allah untuk Abraham yang dipilih dan orang-orang Israel yang menuju pada kebangkitan Yesus);
Kedua, membahas hubungan akal dan iman; Ketiga, membahas peran Gereja dalam transmisi iman, dan; Keempat, membahas iman yang memainkan peran dalam pembangunan masyarakat dalam mencari kebaikan bersama. Teks terakhir dari ensiklik ini disajikan doa kepada Bunda Maria, sebagai model iman.
Laudato Si’ (tentang perawatan rumah kita bersama) adalah ensiklik kedua yang dibuat oleh Paus Fransiskus setelah Lumen Fidei. Ensiklik ini dipublikasikan secara resmi, 18 Juli 2015. Dalam ensiklik ini Paus mengeritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali, menyesalkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil aksi nyata secara global yang terpadu dan segera mungkin.
Laudato Si’ dari Paus Fransiskus adalah sebuah undangan akan tanggung jawab manusia atas alam semesta yang adalah saudari; undangan untuk tidak mengeksploitasi dan menyalahgunakan tetapi untuk menaruh hormat, karena “saudari ibu pertiwi”, dia menyuap dan mengasuh, dia menumbuhkan buah-buahan, bunga warna-warni dan rumput-rumputan. Memelihara lingkungan adalah tugas semua orang, lintas agama, lintas budaya dan lintas bangsa.
Evangelii Gaudium (Sukacita Injil) adalah anjuran apostolik pertama dari Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada 26 November 2013. Anjuran apostolik tersebut mengembangkan tema pemberitaan Injil dalam dunia masa kini. Seruan ini cukup panjang, karena Paus ingin menyentuh beberapa masalah penting dalam kehidupan Gereja.
Permenungan dalam seruan ini lebih bersifat praktis daripada teoretis, sehingga umat, baik secara pribadi, maupun secara kelompok, bisa menyelami inti hidup Kristiani. Dokumen ini dimaksudkan untuk semua orang kristiani. Paus mengundang semua orang Kristiani untuk mengalami evangelisasi baru yang ditandai oleh sukacita Injil.
Amoris Laetitia (Kegembiraan Cinta), adalah anjuran apostolik yang dihasilkan oleh Paus Fransiskus, dan dipublikasikan 8 April 2016. Anjuran apostolik ini merupakan tindak lanjut dari sinode keluarga tahun 2014 dan 2015.
Dokumen ini berbicara tentang beberapa isu moralitas sekitar perkawinan atas dasar cinta dalam Gereja Katolik dan berbicara juga tentang masalah-masalah yang terjadi dalam perkawinan (perceraian, kebiasaan seksual, dan praktik pastoral), dan masih banyak karya tulisnya.
Kardinal Jorge Mario Bergoglio selama ini dikenal sebagai sosok konservatif. Beberapa pandangannya mencakup penentangan atas praktik aborsi dan homoseksualitas. Meski menyatakan menghormati gay dan lesbian sebagai individu, ia menentang keras undang-undang yang dirilis pada 2010 di Argentina yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Sebaliknya, Paus Fransiskus juga dikenal sebagai sosok yang sangat memiliki kepedulian sosial, termasuk mengkritisi masalah perbedaan kelas sosial kaya dan miskin (“Argentina’s Bergoglio becomes Pope Francis – This Just In – CNN.com Blogs”. News.blogs.cnn.com. Diakses tanggal 2 Maret 2020).
Inspirasi pemikiran Paus Fransiskus
Kitab Suci: Kitab Kejadian
Dalam kisah kitab Kejadian diceritakan, bahwa setelah menciptakan seluruh jagat raya ini, pada hari terakhir Allah menciptakan manusia menurut rupa dan gambar-Nya sendiri sebagai puncak dari seluruh ciptaan (Kej. 1:26-28). Setelah itu, Allah memberi kewenangan penuh kepada manusia untuk menguasai alam raya dan menguasai bumi (ikan di laut, burung-burung di udara, ternak, seluruh bumi dan seterusnya).
Argumen kewenangan penuh dalam kisah tersebut ditafsirkan sebagai memberi legitimasi kepada manusia untuk mengatur alam raya ini menurut kehendaknya sendiri. Manusia memang diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa-Nya serta diberi kepercayaan penuh, sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Kejadian agama Yuhadi-Kristen.
Namun demikian, bukan berarti kepercayaan itu boleh dipakai sebagai kesempatan untuk bertindak arogan dalam mengeksploitasi alam demi memenuhi kebutuhannya. Hak dan kewenangan yang diberikan itu seharusnya dipakai untuk melindungi, melestarikan dan memakainya secara bertanggung jawab dan bukan sebaliknya.
Allah mengharapkan agar manusia memperhatikan seluruh alam ini dengan penuh keprihatinan, sebagaimana Ia sendiri memperlakukannya. Karena itu berkuasa atas alam ciptaan mesti dijalankan sebagai misi Allah. Bumi sekarang ini telah rusak dan menjerit karena ulah manusia.
Tanpa disadari manusia telah menyalahgunakan kekayaan yang ada di dalam bumi ini. Manusia mempunyai suatu pola pikir yang dikatakan keliru, karena melihat segala kekayaan bumi ini, sebagai bagian yang harus dijarah secara habis-habisan. Padahal manusia lupa bahwa manusia diciptakan dari debu tanah:
Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Maka sebenarnya tubuh kita ini merupakan bagian dari bumi itu sendiri.
Dalam cerita Kitab Suci, manusia diciptakan setelah semua benda dan semua makhluk ciptaan terlebih dahulu diciptakan oleh Allah. Dengan demikian sebenarnya manusia adalah ciptaan bungsu. Dan memang, manusia itu bisa hidup baik berkat adanya ciptaan-ciptaan yang lain, sebut saja beberapa di antaranya, hewan dan tumbuhan. Tanpa mereka manusia tidak akan bertahan hidup.
Kitab Kejadian dengan jelas mengungkapkan penciptaan alam dan seluruh isinya dan manusia. Manusia dan seluruh alam ciptaan hidup berdampingan dan manusia itu diberi tugas untuk mengolah dan menjaga alam itu. Demikianlah manusia tidak mempunyai hak sewenang-wenangnya untuk mengambil atau menjarah bumi ini dengan sesuka hatinya. Pacem In Terris
Pacem in terris (tentang menegakkan perdamaian yang universal berdasarkan kebenaran, keadilan, kemurahan, dan kebebasan). Ini adalah sebuah ensiklik yang dikeluarkan oleh St. Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963. Ensiklik tersebut hingga kini tetap merupakan ensiklik yang paling terkenal abad ke-20 dan menetapkan prinsip-prinsip yang kelak muncul dalam sejumlah dokumen dari Konsili Vatikan II dan Paus yang kemudian hingga sampai kepada Paus Fransiskus yang menjabat saat ini. Ini adalah ensiklik terakhir yang dirancang oleh St. Paus Yohanes XXIII.
St. Paus Yohanes XXIII, dalam ensikliknya ini, secara tegas menolak perang dan menyampaikan proposal perdamaian. Tujuan ini ditujukan kepada semua orang Katolik dan semua manusia yang berkehendak baik. Sebenarnya kalimat pembuka “Pacem In Terris” menegaskan pemahaman Gereja Katolik tentang bagaimana perdamaian dapat tercipta di dunia:
“Damai di bumi yang paling dirindukan oleh semua orang dari segala zaman, dapat ditegakkan dengan kuat, hanya apabila perintah yang ditetapkan oleh Allah dapat ditaati dengan setia.”
Dalam hal damai dengan dunia inilah, yang juga dibicarakan oleh Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’. Damai dengan seluruh ciptaan yang lain sebagai saudara dan saudari.
Redemptor Hominis
Redemptor Hominis (Sang Penebus Manusia) adalah nama ensiklik St. Paus Yohanes Paulus II. Ensiklik ini diumumkan pada 4 Maret 1979, kurang dari lima bulan masa kepausan St. Yohanes Paulus II. Ensiklik ini dibuat untuk menelaah masalah-masalah besar yang dihadapi umat saat itu. Mulai terjadi masa krisis keragu-raguan pribadi dan kritik-kritik internal dalam Gereja Katolik.
Ia menyinggung akan hal-hal ini dalam pengantar ensikliknya, menyampaikan kepercayaannya bahwa gerakan hidup yang baru dalam Gereja lebih kuat daripada gejala-gejala keragu-raguan, keruntuhan dan krisis.
Satu hal dari sekian permasalahan yang disinggung dalam ensiklik ini adalah: permasalahan lingkungan alam. Ia sendiri makin khawatir akan masalah ini. Demikianlah dalam ensiklik yang pertama ini, ia memberi peringatan bahwa manusia tampaknya sering tidak melihat makna lain dari lingkungan alam selain apa yang berguna untuk segera dipakai dan dikonsumsi. Selanjutnya, ia menyerukan pertobatan ekologis global.
Caritas In Veritate
Caritas In veritate (kasih dalam kebenaran) adalah ensiklik ketiga dan yang terakhir dari Paus Benediktus XVI. Ensiklik ini diterbitkan pada 7 Juli 2009. Ensiklik ini membicarakan mengenai masalah pembangunan global dan kemajuan menuju kebaikan bersama, dengan alasan bahwa cinta dan kebenaran merupakan elemen mendasar dalam kehidupan manusia.
Dalam ensiklik ini Paus mengajak semua orang untuk menghapus sebab-sebab struktural dari salah-langkah ekonomi dunia dan mengoreksi model pertumbuhan yang ternyata tidak mampu menjamin penghormatan terhadap lingkungan.
Ia mengingatkan manusia bahwa dunia tidak dapat dianalisis dengan mengisolasi hanya satu aspek, karena kitab alam adalah satu dan tak terpecahkan, dan mencakup lingkungan, hidup, seksualitas, keluarga, hubungan sosial dan sebagainya.
Oleh karena itu, kerusakan alam sangat terkait dengan budaya yang membentuk koeksistensi manusia. Paus sekali lagi menegaskan bahwa manusia tidak menciptakan dirinya sendiri. Dia adalah roh dan kehendak, tetapi juga alam.
Visi dan inisiatif ekologis dari Patriarkh Ekumenis Bartolomeus
Pernyataan beberapa Paus ini, pada prinsipnya memperkaya Gereja Katolik tentang persoalan lingkungan hidup. Tetapi perlu diingat bahwa ada juga Gereja dan komunitas Kristen lain yang berbicara tentang persoalan ini. Untuk itu, kita akan melihat secara garis besar pandangan Patriark Ekumenis Bartolomeus tentang alam ciptaan.
Selain beberapa pandangan dari para Paus terkemuka, Paus Fransiskus tertarik juga kepada pandangan Patriarkh Bartolomeus.
Bartolomeus lahir di desa Zeytinli-Turki 29 Februari 1940. Ia adalah Uskup Agung Konstantinopel dan pemimpin Gereja Ortodoks Timur yang ke-270. Dia juga dianggap sebagai pemimpin spiritual dari 300 juta Kristen Ortodoks di dunia.
Bartolomeus sendiri berbicara secara khusus tentang perlunya manusia bertobat dari cara kita memperlakukan bumi ini, sebagaimana ia katakan “sekecil apapun kerusakan ekologis yang kita timbulkan”, kita dipanggil untuk mengakui “kontribusi kita, kecil ataupun besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan”. (pesan di hari doa untuk perlindungan ciptaan 1 September 2012).
Ia dengan tegas menyatakan hal ini, sambil membuat kita untuk mengakui kesalahan-kesalahan kita terhadap alam ciptaan. Sebab, bagi Bartolomeus “kejahatan terhadap alam adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan terhadap Allah”. (Pidato di Santa Barbara, California 8 November 1997).
Ia juga sendiri tertarik pada akar etis dan spiritual masalah lingkungan, yang mengajak kita untuk mencari solusi atau jalan keluar bukan hanya dalam bidang teknologi, melainkan juga dalam perilaku etis manusia. Bartolomeus mengajak kita untuk menggantikan konsumsi dengan pengorbanan, keserakahan dengan kemurahan hati, pemborosan dengan semangat berbagi dsb.
Santo Fransiskus Asisi
Santo Fransiskus Asisi, bagi Paus Fransiskus merupakan model yang menarik dan mampu memotivasinya, terutama dalam penulisan ensikliknya (Laudato Si). Fransiskus Asisi memiliki penghayatan bahwa Allah adalah sumber yang mempersatukan seluruh ciptaan yang ada sebagai saudara dan bahwa semua ciptaan lahir dari satu sumber yang sama yaitu Allah sendiri, sehingga semua adalah saudara (Hendrik Seta, Hikmat Fransiskus Hikmat Kita, Jakarta: Sekafi, 2008, hal 44).
Hal ini terlihat dalam “Kidung Saudara Matahari” yang dibuatnya sebelum ia meninggal. Sebuah kidung pujian akan kehidupan, akan sukacita dan akan tanggung jawab dalam hubungan positif dengan segenap ciptaan. Bila dilihat pujian ini adalah pujian yang begitu manis kepada Allah karena karya penciptaan dan melalui ciptaan-ciptaanNya, matahari, bulan, angin, air, api, tanah, yang semuanya adalah saudara dan saudari, Fransiskus tidak sedang menunjuk pada pribadi-pribadi dalam keluarga.
Bagi Paus Fransiskus, pada prinsipnya Santo Fransiskus membantu kita untuk melihat bahwa ekologi yang integral itu membutuhkan keterbukaan terhadap kategori-kategori bahasa matematika dan biologi dan dari ini membawa kita kepada suatu pengertian tentang hakekat dari manusia itu sendiri. Sang Santo setiap kali menatap matahari, bulan atau bahkan hewan terkecil, ia mulai bernyanyi, sambil mengikutsertakan semua makhluk lain dalam pujiannya.
Kenyataan seperti ini, tidak boleh diremehkan sebelah mata, sebab hal ini berdampak pada perilaku kita yang sebenarnya. Jika kita memandang alam dan seluruh ciptaan tanpa keterbukaan untuk mengagumi keindahannya dalam hubungan dengan dunia, kita akan bersikap seperti tuan, konsumen, pengisap sumber daya, dsb.
Selain itu, Santo Fransiskus, yang setia kepada Alkitab, mengajak kita untuk melihat alam sebagai sebuah kitab yang sangat indah. Di dalamnya Allah berbicara kepada kita dan memberi kita sekilas pandang tentang keindahan dan kebaikan-Nya yang tanpa batas.
“Dari kebesaran dan keindahan benda-benda ciptaan, tampaklah gambaran tentang Khalik mereka” (Kebijaksanaan 13:5); memang, “kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat tampak dan dipahami dari karya-Nya sejak dunia diciptakan” (Roma 1:20). Itulah sebabnya, Fransiskus meminta agar sebagian taman biara selalu dibiarkan tidak diolah, sehingga bunga dan tumbuhan yang liar bisa tumbuh di situ, dan orang yang melihatnya dapat mengangkat budi mereka kepada Allah, Pencipta keindahan itu. Daripada menjadi masalah yang harus dipecahkan, dunia merupakan misteri yang menggembirakan untuk direnungkan dengan sukacita dan pujian. (*)
Referensi
Alfred B. Jogo Ena, Paus Fransiskus, Yogyakarta: Bajawa Press, 2013
Bapa Suci Yohanes XXIII, Pacem In Terris, “Tentang menegakkan perdamaian yang universal berdasarkan kebenaran, keadilan, kemurahan dan kebebasan, Jakarta: Departeman Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1988
Bapa Suci Yohanes Paulus II, Redemptor Hominis “penebusan umat manusia”, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1995
Bapa Suci Benediktus XVI, Caritas In Veritate “dalam Kasih dan Kebenaran”, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2013
Hendrik Seta, Hikmat Fransiskus Hikmat Kita, Jakarta: Sekafi, 2008.
Mario Eskobar, Fransiskus Manusia Pendoa, Jakarta: PT Gramedia, 2013
Neogroho Agoeng, Paus Fransiskus Paus Untuk Kaum Miskin, Yogyakarta: Cahaya Jiwa, 2013
Rice-Oxley, Mark. “Pope Francis: the humble pontiff with practical approach to poverty“. The Guardian. Guardian News and Media Limited, 2013. This Just In – CNN.com Blogs, Argentina’s Bergoglio becomes Pope Francis
Penulis adalah mahasiswa pascasarjana STFT Fajar Timur Abepura, Papua
Editor: Timo Marten