Ribuan polisi BKO yang bertugas di Papua Barat belum juga dipulangkan

Pasca demo berujung vandalisme di Manokwari, 1.803 personel BKO belum ditarik dan layanan data internet belum diaktifkan. (Jubi/Hans Arnold Kapisa)
Pasca demo berujung vandalisme di Manokwari, 1.803 personel BKO belum ditarik dan layanan data internet belum diaktifkan. (Jubi/Hans Arnold Kapisa)

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Manokwari, Jubi – Juru bicara Polda Papua Barat, AKBP Mathias Krey mengaku belum dapat menarik kembali personel BKO dari Papua Barat, hingga situasi benar-benar kondusif.

Read More

Menurut Mathias, saat ini jumlah personel Bantuan Kendali Operasi (BKO) di wilayah Papua Barat berjumlah 1.803 orang yang terdiri dari polisi dan gabungan Brimob se-Indonesia.

“BKO di Manokwari 988 personel (10 SSK), di Sorong 600 personel (6 SSK) dan Fakfak 164 personel (2 SSK) dan 51 personel lainnya merupakan kru helikopter dan personel khusus,” ujarnya.

Meski begitu, AKBP Mathias Krey memastikan keberadaan ribuan personel BKO di Papua Barat bukan untuk menakut-nakuti warga melainkan untuk memberikan kepastian bahwa tidak ada aksi-aksi massa yang berpotensi mengganggu kamtibmas di Papua Barat.

AKBP Mathias Krey juga mengaku, pemblokiran layanan data internet di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat belum bisa dinormalkan sementara waktu. Berdasarkan analisa Polisi, letupan aksi dan penyebaran kabar bohong yang memprovokasi warga masih terdeteksi di Manokwari.

“Kapolda punya kewenangan untuk rekomendasikan normalnya layanan data Internet di Papua Barat. Namun hingga kini masih dideteksi kemungkinan aksi dan provokasi, sehingga pemblokiran internet belum dapat direkomendasikan pencabutannya,”kata Krey di media Center Polda Papua Barat.

Terkait pemblokiran layanan data internet, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua Barat, Bustam mengatakan pekerja media di Manokwari turut terkena dampak pemblokiran internet paska demonstrasi berujung ricuh. Hal ini tentunya membatasi ruang demokrasi dan kerja-kerja jurnalis, dalam menyampaikan fakta di wilayah Papua Barat kepada publik.

“Wartawan, khususnya media daring mengalami kesulitan dalam menyajikan berita yang akurat sesuai fakta-fakta kejadian serta perkembangan terkini di Papua Barat pasca insiden yang terjadi,” ujar Bustam.

Dia berharap, aparat penegak hukum dan pemerintah Papua Barat  mempertimbangkan kerja Pers yang juga merupakan pilar ke empat dalam Demokrasi di Indonesia.

“Pers adalah pilar ke empat dalam demokrasi di Indonesia. Sebenarnya, pemberitaan media pers harus didukung dengan adanya akses internet khusus bagi media pers, sehingga menekan laju kabar bohong di berbagai media sosial yang kontennya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan hanya memprovokasi,” ujar Bustam. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply