Ribuan hektare hutan di Aceh rusak akibat tambang emas Ilegal

Hutan Papua berubah jadi kebun kelapa sawit
Hutan alam Papua berubah menjadi kebun sawit - Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Aceh, Jubi – Catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menjelang akhir 2021 ini menunjukkan setidaknya sekitar 2000 hektare hutan di Aceh rusak akibat aktivitas pertambangan emas ilegal. Pemerintah dinilai belum mampu diberhentikan secara permanen, sehingga  ekspansi kegiatan ilegal tersebut semakin luas dengan terbentuk lubang dan lokasi baru.

Read More

“Sebaran pertambangan emas ilegal itu tersebar di wilayah Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan,” kata Direktur Walhi Aceh, M Nur, dikutp dari CNN Indonesia, Jum’at pekan lalu.

Baca juga : Lahan di taman nasional ini menjadi sasaran ribuan penambang emas
Penegakkan hukum tidak membuat jera penambang emas liar Papua
Ini sindikat penambang emas ilegal di Kabupaten Pegunungan Arfak

Nur mencatat pertambangan emas ilegal dilakukan dengan dua pola, yakni lokasi tambang yang berada di pegunungan dilakukan melalui membuat lubang secara vertikal dan horizontal serta dilakukan dengan pola mengeruk pasir dan batuan menggunakan alat berat dan mesin sedot untuk pertambangan berada dalam kawasan sungai.

“Kehadiran pertambangan emas ilegal ini, juga dinilai berdampak terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan kerusakan kawasan hutan,” kata Nur menambahkan.

Ia menyebut dalam kurun 5 tahun terakhir, 2.000 hektare kawasan hutan rusak akibat aktivitas ilegal tersebut, dan tidak mustahil angka ini terus meningkat seiring dengan lemahnya penegakan hukum untuk menghentikan laju kerusakan.

Meluasnya aktivitas pertambangan ilegal ini, menjadi faktor terjadinya bencana ekologis di Aceh seperti banjir bandang, longsor, krisis kualitas air bersih, rusak badan sungai, dan konflik satwa-manusia.

WALHI menegaskan harus ada upaya serius dari lembaga penegakan hukum untuk menyelesaikan persoalan pertambangan emas ilegal di Aceh. “Penegakan hukum dan perbaikan tata kelola harus dilakukan sinergi, sehingga tidak terjadi persoalan baru di lapangan. Karena juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi masyarakat, sosial budaya, dan kepentingan ekologi,”kata Nur menegaskan. (*)

CNN Indonesia

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply