Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Nabire, Jubi – PT. Nabire Baru dinilai tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah dusun sagu keramat dengan masyarakat Suku Besar Yerisiam Gua di Nabire, Papua.
Pasalnya untuk kesekian kalinya perusahaan sawit itu menunda kesepakatan pembicaraan dengan masyarakat. Padahal rekomendasi untuk melakukan pembicaraan tersebut sudah disepakati bersama saat pertemuan yang difasilitasi Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO) di Kampung Sima, 28 September lalu.
“PT. Nabire Baru sepertinya tidak memiliki itikad baik dan tidak ingin menyelesaikan persoalan ini. Dari Rencana awal tanggal 10 Oktober pertemuan dibatalkan sepihak oleh perusahaan. Tanggal 13/10 lalu tanpa ada pemberitahuan ke masyarakat, perusahaan datang bersama aparat bersenjata lengkap, katanya ingin selesaikan masalah,” ujar Hubertino Hanebora, Sekretaris Suku Besar Yerisian Gua kepada Jubi, di Nabire (Rabu, 19/10/2016)
Lanjut Hubertino, kedatangan perusahaan di tanggal 13 itu dilakukan sepihak, dan warga tidak ada di tempat karena mereka sedang melakukan aktifitas masing-masing. Akhirnya pertemuan diundur ke tanggal 18 Oktober, namun kembali perusahaan sawit ini tidak datang.
Suku besar Yerisiam Gua, kata Hubertiono, sudah tidak tau harus bagaimana, karena pertemuan tersebut sangat penting untuk memastikan keselamatan Dusun Sagu. Pihaknya harus memastikan Dusun Sagu dapat dikeluarkan dari areal Plasma dan konsesi Perusahaan.
“Ini tanah kami, moyang kami. Dan kami tidak bermaksud lain selain dusun sagu keramat itu jangan diganggu,” katanya.
Berdasarkan keterangan RSPO pada pertemuan akhir bulan lalu, lanjutnya, wilayah-wilayah keramat, termasuk Dusun Sagu, harus dilindungi. Dan penggusuran dusun adalah pelanggaran prinsip-prinsip keanggotaan di RSPO, tegasnya.
Ia sangat berharap Pemerintah Kabupaten Nabire bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat bisa memfasilitasi pertemuan dengan PT. Nabire Baru. Tempat pertemuanpun, disarankan di kota saja, sebab ia ragu jika dilakukan di kampung, kemungkinan besar pihak perusahaan tidak datang.
Ditempat yang sama, John Gobay, Sekretaris II Dewan Adat Papua mengatakan pertemuan antara masyarakat dan perusahaan harus dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari kesepakatan yang difasilitasi RSPO, asosiasi yang terdiri dari berbagai perusahaan sektor industri kelapa sawit.
“Karena PT. Nabire Baru dinilai merusak Dusun Sagu yang merupakan sumber hidup dan dusun keramat warisan leluhur Suku Yerisiam Gua,” ujar John Gobay.
Menurutnya, PT. Nabire Baru tidak punya niat baik menghargai hak masyarakat adat Papua sesuai dengan UU Otsus Bab XI tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat dan Bab XII tentang Hak Asasi Manusia.
“Pemerintah daerah jangan pasif, dan aparat hukum agar tidak hanya menonton dan diam tapi harus ambil langkah tegas. Kami juga sangat mengharapkan perhatian dari RSPO dalam membantu menyelasaikan persoalan ini,” harap Gobay.
Robertino juga mencatat beberapa keanehan yang cukup menganggu dalam tiga kali rencana pertemuan dengan pihak perusahaan.
“Dalam pertemuan, termasuk pertemuan pertama dengan RSPO, perusahaan sering menghadirkan masyarakat yang sebetulnya tidak ada kepentingan langsung. Seperti melibatkan masyarakat Wanggar. Hal itu kami protes karena dalam kesepakatan di depan RSPO itu kan jelas bahwa yang terlibat dalam pertemuan adalah masyarakat adat Yerisiam Gua, Koperasi, dan PT. Nabire Baru,” ungkap dia.
Pertemuan itu penting melibatkan tiga pihak tersebut karena, lanjutnya, akan menegaskan pembicaraan internal menyangkut sagu dan perjanjian kerja. “Menghadirkan suku Wate (Wanggar) yang tidak memiliki hak ini membuktikan bahwa PT. Nabire Baru mencoba memprovokasi pertemuan tersebut,” tegasnya.
Robertino mengatakan pihaknya berencana akan melaporkan kembali proses yang terhambat ini kepada RSPO.
Menurut informasi Yayasan Pusaka, yang ikut mendampingi pengaduan masyarakat Sima kepada RSPO, kepada redaksi minggu lalu, RSPO dalam proses mengirimkan hasil pemantauannya kepada Dewan Penilai RSPO. Dewan inilah yang akan memutuskan status kasus pengaduan Suku Besar Yerisiam Gua kepada RSPO.
Pihaknya optimis, RSPO setelah meninjau langsung di lapangan, dapat melihat sendiri kinerja PT. Nabire Baru ini yang tampak di lapangan belum memenuhi prinsip-prinsip Free Prior Inform Consent (FPIC) atau Kesepakatan berbasis Informasi Bebas yang Didahulukan, sebagai syarat sangat penting dalam keanggotaan RSPO.(*)