Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Putusan Mahkamah Konstitusi pada 19 Maret 2021 memerintahkan digelarnya Pemungutan Suara Ulang atau PSU Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Nabire 2020. PSU itu akan dilakukan di 501 Tempat Pemungutan Suara pada 14 Juli 2021 mendatang.
Dalam putusannya itu, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyatakan bahwa Pemungutan Suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Nabire pada 9 Desember 2020 lalu didasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak valid. MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Nabire untuk memperbaiki DPT itu sesuai aturan yang berlaku.
Putusan MK itu mendapat beragam tanggapan. Salah seorang warga Nabire, Mecky Boma menilai putusan MK yang memerintahkan PSU di 501 Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pilkada Kabupaten Nabire itu menunjukkan banyaknya kecurangan yang terjadi. Ia berharap dalam PSU pada 14 Juli mendatang tidak ada lagi kecurangan.
“Biarkan rakyat yang menentukan siapa pemimpin yang mereka akan pilih, sesuai dengan hati nurani. Saya mengharapakan agar pada PSU itu tidak terjadi hal serupa. Agar kami menjaga marwa demokrasi ini,” kata Boma.
Baca juga: Bawaslu Nabire tak akan tebang pilih jika ada pelanggaran di PSU
Ia juga berharap masyarakat tidak terprovokasi berbagai isu miring yang dibangun oleh pendukung pasangan calon dalam Pilkada Kabupaten Nabire. Saat ini, para pendukung pasangan calon saling serang di media sosial.
“Kami harap agar [para pendukung kandidat] tidak saling menjatuhkan lawan. [Mari] fokus untuk menyukseskan tahapan PSU dengan aman. Siapapun bupati yang naik akan memimpin dan membawa Nabire ke arah yang lebih baik. Saya harap agar semua pihak dapat mengikuti aturan secara jujur, adil, mendukung pasangan calonnya masing-masing,” kata Boma.
Pilkada Nabire bukan satu-satunya pilkada di Papua yang hasilnya dibatalkan oleh MK. MK juga telah membatalkan hasil pemungutan suara Pilkada Kabupaten Boven Digoel, dan memerintahkan PSU di seluruh TPS dengan tanpa mengikutsertakan Pasangan Calon Yusak Yaluwo dan Yakob Weremba yang dinilai MK tidak memenuhi syarat aturan pencalonan terpidana kasus korupsi.
Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Cenderawasih di Kota Jayapura, Mulyadi Anangkota mengatakan perintah MK untuk melakukan PSU di semua TPS Pilkada Nabire dan Boven Digoel itu baru pertama kali terjadi di Tanah Papua. Menurut Mulyadi, perintah untuk melakukan PSU di semua TPS kedua kabupaten itu bisa berdampak positif maupun negatif.
“Dampak negatifnya, semakin munculnya ketidaksesuaian antara prosedur dan praktik di lapangan. Dampak positifnya, PSU itu tentunya akan menjadi pembelajaran bahwa yang namanya [hasil] Pilkada tidak mutlak dan tidak akan terjadi pemilihan ulang. Artinya ada pembelajaran untuk partai politik maupun KPUD, bahwa tidak ada jaminan bahwa apa yang mereka upayakan akan berjalan,” kata Mulyadi pada Jumat (23/4/2020).
Ia meyakini bahwa KPUD Nabire dan KPUD Boven Digoel selaku penyelenggara Pilkada juga akan belajar dari putusan MK itu, dan tidak mengulangi kesalahan mereka. “Ada pembelajaran yang bisa diambil, ada hal baru yang bisa menjadi pedoman, bahwa jangan mengulangi hal yang sama,” katanya.
Baca juga: Soal PSU Nabire, Papua Pj Bupati ingatkan pihak penyelenggara
Mulyadi mengatakan KPUD kedua kabupaten harus bekerja keras untuk melakukan sosialisasi PSU kepada masyarakat. KPUD harus menyampaikan hal baru dan dinamika Pilkada yang lalu, sehingga masyarkat juga paham apa itu PSU.
“Sosialisasi yang akan disampaikan oleh KPU itu bukan terkait sosialisasi undang-undang, sistematika pencoblosan. Tetapi sosialisasi terkait dengan apa itu PSU, bagimana aturannya dan sebagainya. Jangan sampai PSU itu menjadi stigma negatif. KPUD harus menyampaikan pemahaman bahwa PSU itu adalah satu dari sekian syarat jalan demokrasi yang diharapkan,” kata Mulyadi.
Ia juga berharap para pemangku kepentingan dalam PSU Pilkada di Papua akan mampu mengantisipasi risiko konflik dalam PSU. Para pemangku kepentingan itu harus memastikan PSU berjalan tanpa ada pertumpahan darah.
“Kalau PSU ada potensi [konflik]. Belajar dari pengalaman di seluruh Papua dan Indonesia, adanya pelanggaran [membuat] tensi politik naik. Apa lagi [jika ada] PSU. Orang sudah capek, sudah berapa kali mencoblos, pemerintah sudah mengeluarkan anggaran, semua pihak sudah tidak istirahat baik, sudah mengeluarkan pikiran,” ujar Mulyadi.
Komisioner KPUD Nabire, Nelius Agapa mengatakan pihaknya telah menetapkan PSU akan dilaksanakan pada 14 Juli 2021. “Jadwal hari dan tanggal pencoblosan sudah tidak ada perubahan. Hanya saja, untuk jadwal tahapan dan program lainnya, kemungkinan masih berubah. Kami sedang menunggu hasil koordinasi ke KPUD Provinsi Papua dan KPU RI,” katanya.
Baca juga: Surat suara PSU Yalimo tiba dan langsung dibuka
Jadwal mengatakan pihaknya bersama Pemerintah Kabupaten Nabire juga telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) PSU Pilkada Nabire 2020. Hibah daerah untuk menyelenggarakan PSU itu nilainya Rp 14 miliar. “Penandatanganan dilakukan bersama Penjabat Bupati Nabire dan Ketua KPU [Nabire], disaksikan oleh pihak Kapolres dan Dandim,”katanya.
Agapa mengatakan pihaknya akan segera menggelar bimbingan teknis pelaksanaan PSU. Bimbingan teknis itu juga akan membahas pemutahiran data pemilih untuk menyusun DPT PSU Pilkada Nabire.
Pelaksana Tugas Sekretaris KPUD Nabire, Rudi Lati pemutahiran data pemilih akan menambah jumlah pemilih dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang diterbitkan pada 30 Juli 2020. Penambahan jumlah pemilih yang akan dihitung adalah pertambahan hingga 9 Desember 2020.
“Kami sedang menyelaraskan DP4 yang berjumlah 115.877 [pemilih] dengan DPT Pemilu terakhir. , [Kami juga] berkoordinasi dengan [KPUD] Provinsi Papua. Dari sinkronisasi, akan dilihat antara pemilih yang ada di DPT Pemilu terakhir dengan pemilih yang ada di DP4. [Semua] akan dicek kembali, termasuk akan membersihkan data-data ganda,” tambah Rudi.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Nabire, Adriana Sahempa berharap agar PSU Pilkada Nabire berjalan lancar dan aman. “Yang kita harap adalah sukseskan PSU. Kalau ada yang melanggar, tentu harus diproses hukum,” tambah Sahempa.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G