Produksi kakao yang keluar dari Kabupaten Jayapura capai 9 ribu ton

Para petani yang sedang menurunkan bibit kakao siap ditanam di lahan di Kampung Kameyakha, Distrik Ebungfa. -Jubi/Ist

Papua No.1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Produksi kakao tertinggi yang keluar dari Kabupaten Jayapura pernah mencapai angka 9.400 ton. Produksi tersebut merupakan kumpulan hasil kakao dari Kabupaten Keerom, Sarmi, Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, pada periode 2007 hingga 2008.

Read More

Pada periode 2010 terjadi perubahan iklim yang berdampak pada tanaman kakao di Kabupaten Jayapura, baik kakao jenis hibrida maupun kakao Belanda yang dibudidayakan sejak 1970.

Perubahan iklim tersebut membawa petaka bagi proses budi daya kakao, karena daya tahan tanaman terhadap perubahan iklim ditambah serangan hama Vascular Steak Dieback (VSD). Kebun kakao seluas ribuan hektare di Kabupaten Jayapura, mengalami pembusukan batang hingga buah yang akhirnya mengering.

Dengan memanfaatkan sistem klonal dan entris batang, sejumlah kampung di Distrik Yapsi dijadikan kebun benih kakao seluas tujuh hektare, yang sedang dalam proses pembinaan Dinas Perkebunan Kabupaten Jayapura.

Ketua Barikade Kakao Papua, Kusnan mengatakan pemerintah daerah melalui dinas terkait harus peka terhadap proses pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Jayapura.

“Dampak perubahan iklim terhadap kakao, yang tadinya musim buah pada Maret hingga April berubah ke Mei hingga Juni. Kakao Belanda sudah tidak kuat produksi saat ini, tidak bisa menahan serangan hama VSD,” ujar Kusnan saat ditemui di Rumah Cokelat kompleks perkantoran Bupati Gunung Merah Sentani, Rabu (23/3/2022).

Kusnan mengatakan pada periode 2019 hingga 2021, pihaknya merencanakan satu kegiatan pelatihan bagi para petani di Kabupaten Jayapura, dengan capaian target petani sebanyak 3.500 orang dalam program replanting. Program tersebut diajukan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait, namun sama sekali tidak direspons. Padahal Kabupaten Jayapura saat ini punya banyak keunggulan dalam pengolaan, maupun pemberdayaan petani melalui makao.

“Kebun nursery dan entres sebagai bakal bibit sudah ada, punya lahan pembibitan salah satunya di Kampung Takwa Bangun Distrik Yapsi, punya fasilitator lapangan yang terlatih, bahkan pemerintah juga punya uang untuk program kakao,” jelasnya.

Sementara itu, Ganefo, selaku Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura mengaku dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana dan program kerja dinas, dalam pengembangan kakao di Kabupaten Jayapura.

“Saya sebagai sekretaris bersama sejumlah kepala bidang di dalam dinas tidak pernah dilibatkan dalam semua perencanaan, program, dan kegiatan. Sementara program yang sudah berjalan, kami hanya ikut mendampingi saja tanpa ada penjelasan dari para petani,” ujarnya. (*)

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply