Petani kakao di Kabupaten Jayapura harap ada pembinaan berkelanjutan

Petani kakao di Kabupaten Jayapura harap ada pembinaan berkelanjutan 1 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Pembinaan bagi petani kakao di Kabupaten Jayapura, Papua, khususnya pada wilayah pembangunan III sebagai basis perkebunan kakao terbanyak di Kabupaten Jayapura, pada 10 tahun lalu berjalan baik dengan adanya program Gerakan Wajib Tanam Kakao (GWTK). Hal itu berubah drastis ketika terjadi perubahan iklim dan kebun kakao terserang hama, yang menghabiskan kakao sebanyak ratusan hektare. Sekretaris Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Jayapura, Ganefo mengatakan saat ini para petani mulai membangun kembali kejayaan kakao, untuk itu para petani ingin disentuh dengan pembinaan yang berjalan aktif dan berkelanjutan. “Cara terbaru yang dilakukan dengan kakao komunal oleh para petani adalah sambung pucuk. Dari bibit dan benih sambung pucuk ini diyakini bisa tahan terhadap serangan hama,” ujar Ganefo di Sentani, Kamis (31/3/2022). Ganefo mengatakan bahwa pihaknya telah dikunjungi oleh salah satu lembaga dari Inggris, yang bekerja sama dengan Ekonomi Hijau untuk kemudian berkunjung ke kebun para petani kakao di wilayah pembangunan III. Baca juga: Perda Minol dan KLA diharapkan berjalan baik di Kabupaten Jayapura Dari kunjungan tersebut, para petani banyak menyampaikan tentang suka dan duka mereka dalam mengolah tanaman kakao ini, agar bisa berhasil diproduksi. “Bekal tanaman kakao komunal atau lokal yang selamat dari serangan hama, petani mencoba untuk melakukan sambung pucuk, berkali-kali dengan sabar dan rutin sambil membuka lahan untuk benih dan juga bibit yang sudah dilakukan penyambungan pucuk, ada harapan untuk mengembalikan kejayaan kakao di waktu mendatang,” katanya. Lanjutnya, NGO dari Inggris dan Ekonomi Hijau pada 2023 mendatang akan memberikan bantuan, bagi pembinaan petani kakao di Papua secara umum dan khususnya di Kabupaten. “Kami berdiskusi dan memberikan masukan agar program bantuan yang direncanakan pada 2023 mendatang, bisa sejalan dengan program pemerintah di Kabupaten Jayapura, agar pembinaan dan hasil yang ingin dicapai bisa terlihat jelas,” katanya. Sementara itu, Koordinator Barikade Kakao Papua, Kusnan menjelaskan, program pembinaan petani kakao bersama Pemerintah Kabupaten Jayapura telah berlangsung sejak 1999, awalnya di Kampung Gemebs, Distrik Nimboran. Pada 2019 lalu, pembinaan petani masih berjalan dan 2021 lalu ada 150.900 pohon di Kampung Yakasip, Distrik Nimboran yang baru saja dikunjungi. Para petani binaan menyampaikan, dari hasil yang ditanam melalui program replanting sudah tiga kali panen yang dilakukan. “Selain budi daya tanaman kakao, program replanting ini juga harus terus dijalankan. Sehingga ekonomi dan kesejahteraan para petani bisa meningkat,” ucapnya. (*) Editor: Kristianto Galuwo

Produksi kakao yang keluar dari Kabupaten Jayapura capai 9 ribu ton

Produksi kakao yang keluar dari Kabupaten Jayapura capai 9 ribu ton 2 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Produksi kakao tertinggi yang keluar dari Kabupaten Jayapura pernah mencapai angka 9.400 ton. Produksi tersebut merupakan kumpulan hasil kakao dari Kabupaten Keerom, Sarmi, Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, pada periode 2007 hingga 2008. Pada periode 2010 terjadi perubahan iklim yang berdampak pada tanaman kakao di Kabupaten Jayapura, baik kakao jenis hibrida maupun kakao Belanda yang dibudidayakan sejak 1970. Perubahan iklim tersebut membawa petaka bagi proses budi daya kakao, karena daya tahan tanaman terhadap perubahan iklim ditambah serangan hama Vascular Steak Dieback (VSD). Kebun kakao seluas ribuan hektare di Kabupaten Jayapura, mengalami pembusukan batang hingga buah yang akhirnya mengering. Dengan memanfaatkan sistem klonal dan entris batang, sejumlah kampung di Distrik Yapsi dijadikan kebun benih kakao seluas tujuh hektare, yang sedang dalam proses pembinaan Dinas Perkebunan Kabupaten Jayapura. Ketua Barikade Kakao Papua, Kusnan mengatakan pemerintah daerah melalui dinas terkait harus peka terhadap proses pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Jayapura. “Dampak perubahan iklim terhadap kakao, yang tadinya musim buah pada Maret hingga April berubah ke Mei hingga Juni. Kakao Belanda sudah tidak kuat produksi saat ini, tidak bisa menahan serangan hama VSD,” ujar Kusnan saat ditemui di Rumah Cokelat kompleks perkantoran Bupati Gunung Merah Sentani, Rabu (23/3/2022). Kusnan mengatakan pada periode 2019 hingga 2021, pihaknya merencanakan satu kegiatan pelatihan bagi para petani di Kabupaten Jayapura, dengan capaian target petani sebanyak 3.500 orang dalam program replanting. Program tersebut diajukan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait, namun sama sekali tidak direspons. Padahal Kabupaten Jayapura saat ini punya banyak keunggulan dalam pengolaan, maupun pemberdayaan petani melalui makao. “Kebun nursery dan entres sebagai bakal bibit sudah ada, punya lahan pembibitan salah satunya di Kampung Takwa Bangun Distrik Yapsi, punya fasilitator lapangan yang terlatih, bahkan pemerintah juga punya uang untuk program kakao,” jelasnya. Sementara itu, Ganefo, selaku Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura mengaku dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana dan program kerja dinas, dalam pengembangan kakao di Kabupaten Jayapura. “Saya sebagai sekretaris bersama sejumlah kepala bidang di dalam dinas tidak pernah dilibatkan dalam semua perencanaan, program, dan kegiatan. Sementara program yang sudah berjalan, kami hanya ikut mendampingi saja tanpa ada penjelasan dari para petani,” ujarnya. (*) Editor: Kristianto Galuwo

20 ton kakao basah disiagakan di sentra produksi Kabupaten Jayapura

20 ton kakao basah disiagakan di sentra produksi Kabupaten Jayapura 3 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, Samiyanan Sambodo mengatakan, pihaknya akan menyediakan 20 ton biji kakao basah di tempat penampungan sentra produksi kakao. Dikatakan, fasilitas pendukung mesin produksi yang dimiliki saat ini masih sangat standar, karena untuk memproduksi dalam jumlah yang banyak belum bisa, demikian juga tempat penampungan bahan baku seperti biji cokelat yang basah belum mampu dalam jumlah yang banyak. “Setelah melewati proses pengeringan dan fermentasi, tentunya hasil produksi dari 20 ton biji kakao basah pasti juga sedikit. Ini langkah awal untuk melihat pasar dan animo masyarakat,” ujar Sambodo di Kampung Yahim, Jumat (18/3/2022). Menurutnya saat ini produksi kakao sudah menurun, sebab dari 14 ribu hektare kebun kakao di sejumlah tempat, sebagiannya terserang hama dan rusak, tersisa 3.500 hektare. Semuanya berada di wilayah pembangunan III dan dikelola oleh 1.200 petani kakao. Dari sejumlah masukan BPOM Jayapura, kata dia, harus ada sinergitas kerja antara pihak-pihak terkait dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Hortikultura serta Dinas Koperasi dan UMKM. Hal ini dimaksud agar kerja-kerja produksi oleh para petani dapat berjalan dengan baik. Sambil menunggu peremajaan tanaman kakao hingga masa panen, para petani juga bercocok tanam dengan jenis tanaman jangka pendek untuk kebutuhan hidup mereka setiap hari. “Ada rumah cokelat kakao Jayapura yang menampung hasil produksi kakao, berupa cokelat panas, dan aneka penganan ringan yang dijual dengan harga terjangkau. Dan itu semua murni olahan petani cokelat,” katanya. Sementara itu, Theopilus Tegay, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jayapura mengatakan, sentra produksi kakao ini akan berjalan ketika sejumlah masukan dan arahan yang disampaikan BPOM direalisasikan. “Sebelum berjalan, semua pihak harus bersinergi lebih dulu. Dari petani, pengepul, tempat tampung, hingga para pekerja di sentra produksi sudah siap baru bisa jalan,” katanya. (*) Editor: Kristianto Galuwo

Mandacan melepas ekspor 11 ton biji kakao produksi Ransiki Papua Barat

Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan melepas 11 ton biji kakao kering kualitas premium produksi Koperasi Eiber Suth Cokran Ransiki Manokwari Selatan (Mansel) tujuan luar negeri melalui Jakarta, Sabtu kemarin. “11 ton kakao kualitas premium ini dikirim melalui PT. Cargil Indonesia di Jakarta untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri,” kata Gubernur Mandacan di pelabuhan laut Manokwari. Mandacan mengatakan Pemerintah Papua Barat akan terus mendukung pengembangan produksi kakao Ransiki untuk mempertahankan komoditi lokal unggulan non deforestasi yang ikut menjamin kesejahteraan petani kakao. Gubernur juga mengakui bahwa Pemerintah provinsi Papua bersama Pemda Mansel sedang berkolaborasi menyelesaikan rumah produksi yang sebelumnya dianggarkan bersama program Ekonomi Hijau namun tak dilanjutkan. “Saat ini, gedung produksi sementara kita bangun, semoga cepat selesai untuk bisa dilengkapi peralatan yang dibutuhkan,” kata Mandacan. Selanjutnya sekretaris Koperasi Ebier Suth Cokran Ransiki Bram Ruddy Mala mengatakan, sepanjang Januari hingga September 2021 koperasi itu telah mengirim  268 ton biji kakao kering dengan total pendapatan sekira Rp8,3 miliar. “Produksi tahun ini cukup baik pascaperemajaan kebun kakao tahun lalu di kebun koperasi maupun kebun masyarakat yang dikelola secara swadaya,” ujarnya. (*) Editor: Edho Sinaga

Distrik Yapsi ingin kembalikan kejayaan produksi kakao Kabupaten Jayapura

Penanaman kakao di Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kepala Distrik Yapsi, Steven Ohee mengatakan Distrik Yapsi bersiap untuk mengembalikan kejayaan perkebunan kakao di Kabupaten Jayapura, Papua. Lahan seluas 7 hektar di Kampung Takwa Bangun, Yapsi, telah dibuka untuk menjadi kebun bibit dan pengelolaan tanam kakao. Ohee menyatakan kebun bibit kakao di Kampung Takwa Bangun itu nantinya akan menyebarkan bibit kakao ke seluruh Kabupaten Jayapura. Kebun bibit itu akan meremajakan 95 persen perkebunan kakao di Kabupaten Jayapura yang saat ini mati suri. “[Hal itu akan kami lakukan] melalui program ekonomi hijau yang berkolaborasi dengan instansi teknis pemerintah daerah dan kementerian. Sekitar 95 persen tanaman kakao di daerah ini sudah mati suri,” kata Ohee saat dihubungi di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Kamis (8/4/2021). Ohee menyatakan data Badan Pusat Statistik pada 2018 menyebut dari 9.462,94 hektar perkebunan kakao di Kabupaten Jayapura, 305,50 hektar diantaranya berada di Yapsi. Setiap tahun, produksi kakao di Distrik Yapsi mencapai 464,80 ton. Baca juga: Kelompok tani Karya Tani buka lahan kakao baru Menurut Ohee, masyarakat Distrik Yapsi sangat merindukan kejayaan perkebunan kakao di sana. Kejayaan produksi kakao di Kabupaten Jayapura surut karena serangan hama. “Semangat petani harus digelorakan kembali, apalagi dengan kehadiran kebun bibit induk di Kampung Takwa Bangun. [Kami] akan menjadi lumbung peningkatan kakao ke depan,” jelasnya. Sekretaris Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Jayapura, Ganefo mengatakan kebun bibit di Kampung Takwa Bangun, merupakan kebangkitan awal produksi kakao di Kabupaten Jayapura. Ia menyatakan sejumlah kelompok tani telah menyiapkan bibit kakao. “Melalui kelompok tani yang sudah terbentuk di Distrik Yapsi, masyarakat mengembalikan tanaman kakao sebagai tanaman produksi unggul di daerah ini. [Perbanyakan bibit] sambung pucuk. Setiap kelompok sudah mulai mempersiapkan bibit kakao untuk ditanam di lahan masing-masing,” kata Ganefo. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G

Mengembalikan kejayaan kakao Ransiki

Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sejumlah calon petani muda direkrut. Mereka menjadi salah satu tumpuan untuk mengembalikan pamor kakao Ransiki. PARA muda-mudi direkrut dari 13 kampung untuk menjadi petani kakao di Ransiki, Manokwari Selatan. Mereka ditempa agar memahami teknik perbanyakan melalui sambung pucuk, dan mengolah kebun kakao secara profesional. “Saat ini ada 12 orang mengikuti pelatihan. Kami masih membuka kesempatan bagi muda-muda lain dari 13 kampung (di Distrik Ransiki),” kata Abdul, Manajer Koperasi Eiber Suth Cokran. Keterlibatan kaum muda merupakan salah satu strategi yang dikembangkan Program Ekonomi Hijau Papua untuk menjamin keberlanjutan produksi 12 klon kakao unggulan. Mereka mengandeng Koperasi Eiber Suth Cokran sebagai mitra dalam membina petani muda dan pengembangan kakao di Ransiki. Program Ekonomi Hijau merupakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Inggris. Program ini mengembangkan komoditas kopi, kakao, pala, kelapa, dan rumput laut menjadi usaha berkelanjutan atau ramah lingkungan. Mereka juga mendukung Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua Barat dalam mengembangkan konsep pembangunan ekonomi lokal berbasis investasi hijau. “Ada 13 program pengembangan kakao di Ransiki. Itu di antaranya rehabilitasi terhadap fasilitas penunjang produksi, sertifikasi dan legalisasi (bibit) klon kakao,” kata Wakil Pemimpin Program Ekonomi Hijau Papua Alex Rumaseb. Program ini juga membangun 20 kebun pembibitan untuk menjamin ketersediaan bibit kakao di Ransiki. Kemudian, penanaman kembali 12 klon kakao unggulan dengan sistem polarisasi, serta peremajaan kebun dengan menggunakan bibit dari hasil sambung pucuk dan sambung samping. “Budi daya dan konservasi kakao melibatkan petani milenial. Kami menyediakan pelatihan untuk mempraktikan teknik sambung pucuk dan sambung samping, serta pengelolaan kebun kakao,” lanjut Rumaseb. Program Ekonomi Hijau juga berencana membenahi manajemen keuangan di Koperasi Eiber Suth Cokran supaya mereka mandiri dan kuat. Disamping itu, melibatkan kebun kakao milik penduduk di 13 kampung di Ransiki untuk menyokong produksi koperasi. “Program Ekonomi Hijau juga memberikan insentif bulanan kepada setiap petani muda yang mengikuti pelatihan. Itu untuk merangsang supaya lebih banyak lagi yang terlibat,” jelas Rumaseb. Kelas praktik budi daya kakao membuat pengetahuan Dolli Bonggoibo semakin bertambah. Dia bakal menerapkan pengetahuan itu pada kebun milik orang tuanya di kampung. “Saya mendapatkan ilmu baru melalui pelatihan setiap pekan. Saya akan pakai untuk mengembangkan kebun kakao orangtua,” ujar pemuda berusia 22 tahun tersebut. Kebangkitan kakao Koperasi Eiber Suth Cokran didirikan oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan pada 16 September 2017. Tiga tahun kemudian, Gubernur Dominggus Mandacan meresmikan rumah produksi cokelat milik koperasi tersebut. Program Ekonomi Hijau Papua pun melibatkan diri untuk mewujudkan keinginan pihak koperasi dan pemerintah setempat. Mereka ingin membangkit kembali kejayaan kakao di Ransiki seperti pada tiga dekade silam. Pengembangan kakao setempat terpuruk setelah kebangkrutan PT Cokran. Warga yang kadung mengantungkan hidupnya kepada hasil berkebun kakao pun menjadi merana. “Kejayaan kakao Ransiki (setelah PT Cokran bangkrut) kemudian meredup dan hilang. Perusahan bahkan menelantarkan ribuan karyawan,” kata Gubernur Dominggus Mandacan, saat peletakan batu pertama pembangunan gedung inovasi produk kakao di Ransiki, bulan lalu. Gubernur Mandacan mengatakan kakao merupakan komoditas nondeforestasi yang masih berpotensi menjadi andalan bagi Papua Barat. Karena itu, mereka menetapkan pengembangan kakao sebagai program prioritas untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Papua juga merekomendasikan pengembangan kakao dalam program percepatan pembangunan kesejahteran Papua dan Papua Barat, yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. “Saya telah memerintahkan pembentukan satuan tugas komoditi unggulan (termasuk kakao). Anggotanya  terdiri atas berbagai pemangku kepentingan, termasuk Bank Indonesia Perwakilan Papua Barat,” lanjut Mandacan. (*) Editor: Aries Munandar

Mandacan: Mansel dijadikan pusat produksi kakao wilayah Indonesia timur

Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua Barat berkomitmen mendorong Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) sebagai pusat produksi cokelat atau kakao wilayah Indonesia Timur. Upaya mewujudkan komitmen tersebut diawali dengan peletakkan batu pertama pembangunan gedung inovasi produk kakao oleh Gubernur Dominggus Mandacan bersama mitra pembangunan, di Ransiki, Mansel, Jumat (19/02/2021). “Pembangunan gedung inovasi produksi kakao ini menjadi cikalbakal Ransiki Mansel sebagai pusat produksi cokelat di wilayah Indonesia Timur,” ujar Mandacan, kemarin. Dia mengatakan, pengembangan kakao sebagai salah satu komoditas lokal unggulan non deforestasi di Papua Barat sangat menjanjikan. Sehingga dengan ketersediaan pasar, saat ini Pemerintah bersama mitra pembangunan di Papua Barat, lebih konsen terhadap produksi dan pengembangan sumberdaya manusia. “Peluang pasar bagi produksi kakao Ransiki sudah tersedia melalui pendampingan Program Ekonomi Hijau, Bank Indonesia dan beberapa mitra pembangunan. Tahun ini kita fokus dorong hasil produksi tak saja biji kakao kering kualitas premium, tapi juga produk olahan cokelat,” tuturnya. Diakui Mandacan, ketersediaan sarana dan fasilitas sangat berpengaruh terhadap hasil produksi, oleh karena itu, Pemerintah Papua Barat mendukung pembangunan gedung inovasi produksi cokelat untuk menjawab kebutuhan pasar. “Gedung ini akan dibangun atas kerjasama Pemprov Papua Barat melalui Balitbangda, Pemda Mansel dan mitra Program Ekonomi Hijau. Semoga peran masing-masing dalam satu tujuan program ini dapat berjalan baik,” ujar Mandacan. Sementara, Kepala Balitbangda Papua Barat, Charli D.Heatubun, mengatakan tahap awal pembangunan gedung inovasi produk kakao tersebut dibiayai menggunakan dana Otonomi Khusus tahun 2021 melalui instansinya senilai Rp7 miliar. “Bangunan ini direncanakan seluas 50×15 meter persegi dengan rangka baja sesuai spesifikasinya. Tahap awal dibiayai menggunakan dana Otsus Rp7 Miliar yang dialokasikan melalui Balitbangda Papua Barat,” ujar Charlie kepada Jubi, Sabtu (20/2/2021). (*) Editor: Edho Sinaga  

Kakao dan sagu jadi program unggulan di Keerom

Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Dinas Pertanian Kabupaten Keerom, Papua memiliki sejumlah program prioritas di antaranya pengembangan kakao dan sagu. Kepala Dinas Pertanian Keerom, Sunar mengatakan salah satu produk unggulan dari wilayah itu adalah kakao. Pernyataan itu dikatakan Sunar dalam diskusi dengan masyarakat adat, Yayasan Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat atau KIPRa Papua, DPRD Keerom dan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah setempat di Keerom, beberapa hari lalu. “Kakao dari Keerom salah satu yang diakui di Papua,” kata Sunar. Menurutnya, produksi kakao di Keerom sempat menurun drastis beberapa waktu lalu. Akan tetapi kini mulai kembali meningkat dan mengisi ekspor kakao dari Papua. “Kami juga punya program tanaman sagu. Akan tetapi ini butuh sumber daya manusia memadai karena menanam sagu bukan hal gampang,” ujarnya. Katanya, tepung sagu dapat dijadikan makanan pokok dan diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. “Kita bisa bersinergi dengan Disperindag mengelola tanaman sagu ini. Tugas Dinas Pertanian adalah meningkatkan produksi pertanian, perkebunan dan peternakan. Untuk pemasaran ada di instansi terkait,” ujarnya. Ia mengakui dalam melaksanakan program di lapangan tak jarang Dinas Pertanian setempat menemui berbagai kendala. Salah satunya, sulit mengubah kebiasaan bercocok tanam masyarakat untuk tanaman tertentu. “Mengubah perilaku kebiasaan warga memang tidak mudah. Misalnya dibidang perkebunan. Kami mohon dukungan masyarakat. Konsep yang akan kami lakukan, mencari tenaga pendukung di setiap kampung untuk mengetahui kebiasaan bercocok tanam masyarakat setempat,” ucapnya. Sementara itu, Direktur Yayasan KIPRa Papua, Irianto Jacobus mengatakan mengubah pola pikir masyarakat dalam hal bercocok tanam memang butuh proses. Katanya, mesti selalu ada yang mendampingi masyarakat. Tidak hanya sebagai teman diskusi, juga memberikan edukasi, agar mereka bisa melihat setiap peluang yang ada. “Kita harap kerjasama dengan berbagai OPD memberi pendampingan kepada masyarakat. Apalagi jika berkaitan dengan hal teknis. Misalnya ketika butuh bibit. Salah satu yang potensi dikembangkan adalah sereh wangi,” kata Irianto. (*) Editor: Edho Sinaga

Papua Barat kembali ekspor kakao ke Eropa

Papua Barat kembali ekspor kakao ke Eropa 4 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Setelah lama vakum berproduksi akibat serangan hama, kakao Papua Barat kembali diekspor ke Eropa. Sebanyak 6 ton biji kakao berkualitas premium dikapalkan menuju Amsterdam, Belanda melalui Surabaya di Jawa Timur. Biji kakao tersebut diproduksi Koperasi Ebier Suth Cokran dari Ransiki, Manokwari Selatan. Gubernur Dominggus Mandacan secara simbolis melepas pengiriman biji kakao ekspor itu di Pelabuhan Manokwari, Kamis (9/1/2020). “Melalui APBD 2020, pemprov (pemerintah provinsi) menyiapkan pembiayaan untuk penanaman kakao seluas 100 hektare. Kami juga mendapat bantuan pendanaan dari APBN,” kata Mandacan. Gubernur Mandacan menyatakan Pemprov Papua Barat berkomitmen meningkatkan produktivitas kakao di Manokwari Selatan. Karena itu, penambahan pendanaan melalui APBD perubahan 2020 juga sangat memungkinkan untuk menggenjot produktivitas kakao. Ketua Koperasi Ebier Suth Cokran Yusuf Kawey mengaku selama 12 tahun perkebunan kakao tidak berproduksi di Ransiki. Sebelumnya, produk dari daerah mereka sempat diekspor ke Prancis. Saat ini, peningkatan produksi kembali digiatkan untuk mengincar peluang ekspor. Selain areal penanaman seluas 225 hektare, terdapat sekitar 600-800 hektare lahan berpotensi dikembangkan untuk budi daya kakao. “Kami bekerja sama secara resmi dengan investor (dalam mengembangkan kakao). Masa kontrak (kerja sama) pertama ini berlangsung selama satu tahun,” kata Kawey. (*)   Editor: Aries Munandar

Komoditas unggulan harus digarap lintas sektoral

Komoditas unggulan harus digarap lintas sektoral 5 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Bupati Mathius Awoitauw memerintahkan organisasi perangkat daerah (OPD) memfokus pengembangan komoditas unggulan daerah di Kabupaten Jayapura. OPD selama ini dianggap tidak serius menjadikan potensi unggulan sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. “Alokasi dana kampung sudah diberikan, Rp100 juta untuk pengembangan potensi sumber daya alam. OPD tinggal memberikan support (dukungan), tetapi tidak jalan,” kata Awoitauw, Sabtu (14/12/2019). Dia menyebut kakao dan perikanan merupakan komoditas unggulan Kabupaten Jayapura. Pengembangannya harus digarap secara lintas sektoral. Selain dinas pertanian dan tanaman pangan, OPD lain harus terlibat, sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. OPD tersebut, misalnya dinas perindustrian dan perdagangan, dinas usaha mikro kecil menengah dan koperasi, serta badan pendapatan daerah. “Masyarakat sudah menyiapkan tanaman. Dinas (OPD) kerja apa? Bagian pemasaran kerja apa? Yang menyiapkan pasar, siapa? Hal ini harus dikerjakan bersama, dan fokus pada pelayanan masyarakat,” jelas Awoitauw. Selain kakao dan perikanan, Kabupaten Jayapura memiliki sejumlah hasil bumi yang juga berpotensi menjadi komoditas unggulan daerah. Komoditas tersebut, di antaranya berupa tanaman pangan, hortikultura dan hasil peternakan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun lalu menyatat produksi padi sekitar 3.800 ton, dan jagung sebanyak 820 ton di Kabupaten Jayapura. Kemudian, ubi kayu sekitar 1.540 ton, manga sekitar 228 ton, dan pisang sekitar 10 ribu ton. Produksi ternak juga cenderung meningkat setiap tahun di Kabupaten Jayapura. Sapi potong, misalnya tercatat sekitar 14.700 ekor, dengan nilai produksi rata-rata sekitar 123 ribu kilogram pada 2016. Kemudian, produksi kambing sekitar empat ribu ekor, dan babi sekitar 14.700 ekor pada tahun yang sama. “Kita punya sumber daya alam cukup melimpah. Dengan kebijakan pemerintah daerah melalui alokasi dana kampung, (potensi tersebut) seharusnya bisa dikelola optimal dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura Elisa Yarusbra. (*)   Editor: Aries Munandar

Mengembalikan Kejayaan Kakao Kabupaten Jayapura

Mengembalikan Kejayaan Kakao Kabupaten Jayapura 6 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kakao masih berpotensi menjadi komoditas pertanian andalan di Kabupaten Jayapura. Luas penanamannya saat ini mencapai sekitar 9,5 ribu hektare. Areal penanaman kakao tersebar di 19 distrik. Adapun lokasi pengembangannya,saat ini diprioritaskan di Wilayah Pembangunan III Kabupaten Jayapura.  Wilayah itu meliputi Distrik Kemtuk, Kemtuk Gresi, Gresi Selatan, Nimboran, dan Namblong. “Kami mencanangkan (menetapkan) wilayah pembangunan III sebagai sentra pengembangan kakao. Potensinya sangat luar biasa,” kata Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, Rabu (4/12/2019). Di Distrik Kemtuk, terdapat lebih dari 2 hektare lahan yang dicadangkan sebagai areal baru penanaman kakao. Lokasinya berada di Kampung Klaisiu, yang kemudian ditetapkan sebagai salah satu sentra pengembangan kakao di Kabupaten Jayapura. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura juga mencadangkan lahan pengembangan kakao di Distrik Nimbor. Luasannya sekitar 1-2 hektare di setiap kampung. “Kakao menjadi komoditas andalan daerah pada 5-10 tahun lalu. Produksinya kemudian menurun akibat serangan hama sehingga banyak petani menebang pohon kakao,” jelas Bupati Awoitauw. Dia mengatakan potensi kakao yang ada saat ini terus dikembangkan sebagai sumber perekonomian warga kampung. Pemkab Jayapura dipastikan selalu mendukung upaya pengembalian kejayaan kakao. Ketua Kelompok Petani Kakao Kampung Gemebs di Distrik Nimboran Yahanes Waricu mengaku usaha mereka mengalami pasang-surut dalam beberapa tahun terakhir. Perhatian pemerintah daerah minim, upaya petani untuk menanam kembali kakao juga sangat rendah. “Saat ini kami menghidupkan (merintis) kembali pengembangan kako dengan dukungan dana desa. (Wilayah) Lembah Grimenawa ini merupakan penghasil kakao terbaik di Kabupaten jayapura,” kata Waricu. (*)   Editor: Aries Munandar