Prancis akan bahas referendum ketiga Kaledonia Baru dengan PBB

Sébastien Lecornu. - AFP

Papua No.1 News Portal | Jubi

Nouméa, Jubi – Negosiasi tentang masa depan Kaledonia Baru baru akan dimulai setalah April mendatang, setelah referendum yang penting tentang kemerdekaannya dari Prancis selesai. Namun prosesnya masih juga menyebabkan perdebatan.

Menteri Luar Negeri Prancis, Sébastien Lecornu, telah mengumumkan bahwa negosiasi tentang masa depan institusional Kaledonia Baru akan dimulai setelah pemilu presiden Prancis tahun depan, dimana putaran pertama rencananya akan diadakan pada April.

Dalam tiga referendum yang diadakan di bawah Kesepakatan Nouméa, mayoritas warga Kaledonia Baru telah memilih untuk tetap bergabung dengan Prancis.

Namun kubu pro-kemerdekaan memboikot referendum terakhir, yang diadakan pada hari Minggu 12 Desember lalu, dan menolak untuk mengakui hasilnya sebagai hasil yang sah.

Partai-partai pro-kemerdekaan telah berulang kali meminta Prancis agar referendum diadakan tahun depan karena dampak pandemi pada orang-orang Kanak.

Berbicara kepada komisi hukum Majelis Nasional Prancis dari Nouméa, Lecornu menerima pendirian kubu pro-kemerdekaan yang menolak pembahasan apapun dengan Paris sebelum masa jabatan Presiden Emmanuel Macron berakhir.

Referendum itu mengakhiri Kesepakatan Nouméa, tetapi ketentuan lain yang terkandung di dalamnya menjamin bahwa institusi yang ada saat ini akan tetap dipertahankan sampai ada kesepakatan lain nantinya.

Lecornu telah menetapkan Juni 2023 sebagai tenggat waktu untuk penyusunan kesepakatan atau undang-undang baru, dokumen baru itu kemudian akan ditetapkan melalui plebisit lainnya di Kaledonia Baru.

Pejabat Tinggi Prancis, Alain Christnacht, juga berkontribusi dalam penyusunan Kesepakatan Nouméa, telah memperingatkan bahwa mencepatkan jadwal negosiasi juga dapat memengaruhi pemenuhan tenggat waktu.

Lecornu, yang tiba di Nouméa pada malam menjelang referendum, berencana untuk bertemu dengan pemerintah Kaledonia Baru dan kongres minggu ini.

Sementara itu politisi Polinesia Prancis, Gaston Flosse, mengecam Presiden Macron yang ia anggap telah mengambil langkah yang salah ketika mereka menolak permohonan untuk menunda referendum.

Flosse menekankan bahwa sudah 30 tahun dihabiskan untuk proses dekolonisasi, Paris seharusnya bisa menunggu enam atau delapan bulan lagi sebelum pelaksanaan referendum. Ia khawatir masalah ini sekarang tidak akan diselesaikan di meja perundingan, menyinggung jangan sampai masalah yang terjadi di Kaledonia Baru tahun 1980-an dapat terulang kembali.

Lecornu juga menambahkan bahwa dia akan pergi ke New York awal tahun depan untuk membahas masalah ini dengan PBB.

Kaledonia Baru telah masuk dalam daftar dekolonisasi PBB sejak 1986.

Menjelang referendum ketiga, presiden Kongres Kaledonia Baru, Roch Wamytan, telah bertolak ke PBB untuk menyampaikan pandangan mereka bahwa plebisit itu tidak sah karena diboikot orang-orang Kanak.

Dia mengatakan tanpa partisipasi orang-orang Kanak, referendum ketiga tidak akan sah.

Kanak adalah satu-satunya kelompok etnis di Prancis yang diakui sebagai kelompok yang terpisah dari orang Prancis.

Sekretariat Melanesian Spearhead Group pun menekankan pihaknya dengan tegas mendukung desakan FLNKS Kaledonia Baru agar PBB menyatakan hasil referendum Minggu lalu itu tidak legal. (RNZ Pacific)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Leave a Reply