Polisi dijadikan saksi kasus bentrokan Expo Waena

Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (21/1/2020) memeriksa polisi yang dijadikan saksi dalam perkara bentrokan mahasiswa eksodus dan aparat keamanan di Expo Waena pada 23 September 2019 lalu. - Jubi/Hengky Yeimo
Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (21/1/2020) memeriksa polisi yang dijadikan saksi dalam perkara bentrokan mahasiswa eksodus dan aparat keamanan di Expo Waena pada 23 September 2019 lalu. – Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (21/1/2020) melanjutkan persidangan sejumlah perkara yang terkait kasus bentrokan antara massa mahasiswa eksodus dan aparat keamanan di Expo Waena, Kota Jayapura, pada 23 September 2019. Dalam perkara terdakwa Bedira Tabuni dkk, jaksa penuntut umum menghadirkan polisi yang dijadikan saksi dalam perkara itu.

Read More

Sidang perkara terdakwa Bedira Tabuni dkk dipimpin oleh ketua majelis hakim Alexander Jacob Tetelepta bersama hakim anggota Roberto Naibaho dan Korneles Waroi. Sidang perkara Bedira Tabuni, Alpon Meku, Pailes Jigibalon, Biko Kogoya, dan Tenak Waker memasuki tahapan pemeriksaan saksi.

Jaksa menghadirkan polisi untuk menjadi saksi dalam perkara itu. Piter Kendek menuturkan kronologi terjadinya bentrokan di Waena Expo pada 23 September 2019 itu. Kendek menjelaskan, sebelum bentrokan terjadi ada sekitar 400-500 mahasiswa eksodus yang berkumpul di halaman Auditorium Universitas Cenderawasih.

Kendek mengaku bertugas untuk bernegosiasi agar kelompok itu tidak berunjukrasa dan mengganggu mahasiswa yang berkuliah. Kendek juga menyatakan para mahasiswa eksodus itu tidak memiliki izin untuk berunjukrasa. Menurut Kendek, dalam negosiasi itu polisi meminta mahasiswa eksodus membubarkan diri.

“Mereka (mahasiswa) eksodus yang melakukan aksi ini tidak memiliki surat izin melakukan aksi. Saya menghimbau mereka untuk tidak boleh aksi, karena menganggu mahasiswa yang belajar,” kata Kendek saat menjawab pertanyaan tim penasehat hukum para terdakwa.

Dalam kesaksiannya pada persidangan itu, Kendek menyatakan setelah bernegosiasi dua jam lebih para mahasiswa eksodus akhirnya mau untuk menarik diri dan dipulangkan ke Expo Waena. Akhirnya, mahasiswa eksodus itu diangkut dari kampus Universitas Cenderawasih dengan motor, bus, dan truk.

“Kami carikan kendaraan, berupa  bus, truk. Ada pula mahasiswa eksodus yang bersepeda motor, dan mereka konvoi ke Expo Waena,”katanya.

Menurut Kendek, para mahasiswa eksodus yang bersepeda motor terus memainkan gas motornya, seperti memancing aparat keamanan yang berjaga di Expo Waena. Menurutnya, aparat keamanan tetap tenang dan tidak terpancing.

Piter Kendek bersaksi bahwa 15 menit setelah para mahasiswa eksodus itu tiba di Waena Expo, mereka melempari aparat keamanan dengan batu. “Saya melihat langsung, para terdakwa ini melempar batu kearah anggota keamanan,”ucapnya.

Penasehat Hukum Terdakwa, Emanuel Gobay sempat menanyai saksi Piter Kendek tentang izin berunjukrasa di dalam kampus Universitas Cenderawasih. Gobay menekankan, unjukrasa di dalam kampus tidak membutuhkan izin dari pihak manapun.

“Karena kegiatan aksi ini masih dalam kegiatan ilmiah, maka seharusnya tidak perlu menggunakan surat pemberitahuan izin. Inilah. Yang kita sampaikan kepada saksi dalam persidangan,” katanya saat ditemui wartawan usai persidangan.

Gobay juga mempertanyakan tata cara polisi menangani unjukrasa para mahasiswa eksodus itu, karena sejumlah tiga terdakwa ditembak polisi. Ketiga terdakwa itu adalah Alpon Meku, Biko Kogoya, dan Tenak Waker.  “Seperti yang sudah kami sampaikan dalam eksepsi, para terdakwa adalah korban penyalahgunaan senjata api,” kata Gobay.

Gobay menyayangkan majelis hakim tidak memberikan kesempatan kepada kelima terdakwa untuk memberikan tanggapan atas keterangan saksi itu. “Untuk menciptakan keobjektifan dan kesetaraan di hadapan hukum, diharapkan kepada hakim memberikan waktu kepada terdakwa untuk memastikan keterangan dari saksi,” harapnya.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

 

Related posts

Leave a Reply