Polisi bebaskan 19 mahasiswa eksodus Meepago

Pembebasan 19 mahasiswa Meepago yang ditangkap Tim Gabungan TNI dan Polres Nabire, Senin malam (4/11/2019) - Jubi/Titus Ruban.
Pembebasan 19 mahasiswa Meepago yang ditangkap Tim Gabungan TNI dan Polres Nabire, Senin malam (4/11/2019) – Jubi/Titus Ruban.

Papua No.1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Polisi akhirnya membebaskan 19 mahasiswa yang ditahan pada Senin Siang (4/11/2019). Pembebasan tersebut atas instruksi Kepala Polres Nabire AKBP Sonny M Nugroho.

Read More

“Pimpinan (Kepala Polres) sedang di luar daerah. Setelah kami berkoordinasi, beliau memerintahkan (19 mahasiswa) dibebaskan walaupun sebenarnya ada yang harus diproses (hukum),” kata Wakil Kepala Polres Nabire Kompol Steven J Manopo dalam konferensi pers, Senin malam.

Para mahasiswa tersebut berasal dari sejumlah kabupaten di Wilayah Adat Meepago. Mereka merupakan mahasiswa eksodus dari berbagai perguruan tinggi di luar Papua.

Tim Gabungan dari TNI dan Polres Nabire menangkap serta menahan para mahasiswa karena berencana menggelar aksi lanjutan antirasisme terhadap Papua. Aksi mereka dianggap berpotensi ricuh, dan tidak mematuhi prosedur sehingga tidak diizinkan oleh Polres Nabire. Polisi pun menganggap kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya sudah selesai karena para pelakunya telah dihukum.

“Surat pemberitahuan demonya mendadak padahal seharusnya disampaikan (minimal) tiga hari sebelumnya. Kami harus menganalisa (terlebih dahulu) segala kemungkinan yang terjadi (saat unjuk rasa),” jelas Steven.

Pembebasan 19 mahasiswa Meepago turut disaksikan Penjabat Sekretaris Daerah Nabire Daniel Maipon, dan Ketua DPRD Mercy Kegou. Daniel mengatakan Pemerintah Kabupaten Nabire berkomitmen dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Penyampaian aspirasi boleh saja, asalkan tidak anarkistis (vandalisme). Jangan ada seorang pun mengacaukan (keamanan dan ketentraman) Nabire,” kata Daniel.

Hal serupa disampaikan Kegou. Dia menegaskan Nabire bukan penampung berbagai permasalahan dari daerah lain.

“Bila ingin menyampaikan aspirasi, mereka seharusnya melakukannya di daerah masing- masing. Kami tidak ingin mengambil risiko dari hal-hal yang bisa merugikan Nabire,” tegasnya.

Koordinator Umum Mahasiswa Wilayah Meepago Yusni Iyowau membantah isu bahwa massa aksi mereka bakal membuat ricuh. Adapun dipilihnya Nabire sebagai lokasi aksi lantaran daerah itu dianggap sebagai pusatnya Meepago.

“Posko sentral kami berada di Nabire. Selama ini, banyak persoalan rasisme dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia) (terhadap Rakyat Papua) yang tidak pernah diselesaikan (pemerintah),” kata Iyouw. (*)

 

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply