Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku kuasa hukum Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat, Viktor F Yeimo menyatakan polisi mengabaikan hak klien mereka untuk bersurat, berkomunikasi dengan penasehat hukum dan keluarga, serta hak bertemu rohaniawan. Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mengadukan maladministrasi itu kepada Ombudsman RI Perwakilan Papua.
Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua selalu kuasa hukum Victor F Yeimo meminta Ombudsman RI Perwakilan Papua segera menghentikan tindakan malaaministrasi polisi dalam pemenuhan hak-hak Viktor F Yeimo yang sedang ditahan di Markas Brimob Daerah Papua di Kota Jayapura, Papua. Ombudsman RI Perwakilan Papua diminta memastikan Yeimo akan mendapatkan pemenuhan hak yang dijamin dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, dan sejumlah peraturan lainnya.
Dalam keterangan pers tertulisnya pada Sabtu (26/6/2021), Kordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay SH MH menyatakan polisi telah menahan kliennya, Victor F Yeimo sejak 10 Mei 2021 hingga sekarang. Gobay menegaskan sebagai tersangka kliennya tetap berhak untuk berkomunikasi dengan dunia luar, penasehatan hukum, keluarga, maupun rohaniawan, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 74 KUHAP.
Baca juga: Kasus Victor Yeimo, KNPB tegaskan Indonesia masih pelihara rasisme
“[Berbagai hak itu] tidak terimplementasi secara maksimal sejak Viktor F Yeimo ditahan sampai saat ini. Melihat kondisi itu, Koalisi telah melakukan beberapa upaya seperti meminta pemindahan tahanan, menghubungi penyidik, menghubungi Kepala Seksi Provos Brimob Daerah Papua, dan menyurati Komisi Nasional HAM RI Perwakilan Papua. Semuanya tidak mampu mendorong petugas yang berwenang untuk mengimplementasikan hak Viktor F Yeimo selaku tersangka,” tulis Gobay.
Gobay mempertanyatakan komitmen Kepolisian Daerah Papua dan para penyidik yang menangani perkara Yeimo untuk menjalankan ketentuan KUHAP. Ia menegaskan, Pasal 23 huruf n Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjamin hak seorang tersangka untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
“[Peraturan Kapolri itu menyatakan] tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar Internasional HAM dalam penahanan salah satunya adalah para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya,” tulis Gobay dalam keterangan pers tertulisnya.
Baca juga: Kasus Victor Yeimo masih P19
Ia menegaskan pengabaian hak Yeimo untuk berkomunikasi merupakan bentuk maladministrasi yang dilakukan polisi. “Untuk diketahui bahwa maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan, sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 3, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI,” demikian keterangan pers tertulis Gobay.
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua meminta Ketua Ombudsman RI Perwakilan Papua segera turun tangan menghentikan maladministrasi yang dilakukan jajaran Kepolisian Daerah Papua itu. Koalisi juga meminta Kepala Kepolisian Daerah Papua dan jajarannya segera memenuhi hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang tengah ditahan.
“[Kami meminta] Kepala Irwasda Polda Papua segera memerintahkan dan mengawasi penyidik Viktor F Yeimo implementasikan Pasal 23 huruf n, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tulis Gobay dalam keterangan pers tersebut. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G