Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefry Wenda menyatakan pihaknya menyesalkan terjadinya kekerasan seksual secara verbal terhadap Elfira Halifah, jurnalis Cenderawasih Pos yang meliput sidang pembacaan dakwaan terhadap Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat, Victor Yeimo di Pengadilan Negeri Jayapura pada Senin (21/2/2022) lalu. Hal itu disampaikan Wenda dalam keterangan pers tertulisnya pada Kamis (24/2/2022).
“Kami menyesali ujaran kekerasan seksual verbal terhadap Elfira Halifah, jurnalis perempuan Cendrawasih Pos. Kami bersolidaritas terhadap korban dan menolak secara tegas kekerasan tersebut,” kata Wenda, sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulisnya.
Wenda menyatakan pihaknya turut meminta maaf atas kejadian yang dialami Elfira. “Kami meminta maaf kepada korban atas kejadian yang diduga dilakukan oleh oknum masyarakat yang spontan datang untuk menyaksikan sidang. Kami akan terus mengevaluasi kerja-kerja perjuangan kami, agar memberantas kekerasan seksual di ruang publik maupun privat,” kata Wenda.
Petisi Rakyat Papua mengajak semua komponen masyarakat untuk menghindari perilaku kekerasan seksual dalam bentuk verbal maupun fisik, termasuk kekerasan seksual terhadap jurnalis, pekerja Hak Asasi Manusia, dan sesama rakyat tertindas. Petisi Rakyat Papua juga mengajak semua pihak menggalang tuntutan bersama bagi pembebasan Victor Yeimo yang didakwa melakukan makar.
“Kami menghimbau kepada masyarakat Papua dan solidaritas rakyat dimana saja untuk tetap melakukan dukungan moril dan materil untuk pembebasan Victor F Yeimo. menolak Otonomi Khusus, dan menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua,” kata Wenda.
Sebelumnya, pada Senin (21/2/2022), Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Jayapura dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia atau FJPI Papua juga mengecam terjadinya kekerasan seksual secara verbal terhadap Elfira Halifah. Kronologi kedua organisasi profesi jurnalis itu menyebutkan kekerasan seksual secara verbal itu terjadi sekitar pukul 10.00 WP.
Saat itu, Elfira hendak memasuki gedung pengadilan. Tiba-tiba, seorang pria yang mengenakan topi dan sedang duduk di halaman depan Pengadilan Negeri Jayapura mengeluarkan kata-kata “nanti sa perkosa ko”. Elfira yang kesal kemudian tetap melanjutkan tugas jurnalistik hingga persidangan selesai.
AJI Jayapura mengecam kekerasan seksual secara verbal itu. AJI Jayapura meminta masyarakat menghargai tugas jurnalistik oleh insan pers, khususnya jurnalis perempuan yang rentan mendapatkan kekerasan.
“AJI Jayapura mengecam masih adanya kata berbau seksual bagi jurnalis perempuan. Hal ini menunjukkan masih adanya stigma kaum perempuan di Tanah Papua ‘terbiasa’ atau bisa mendapatkan kekerasan seksual baik verbal maupun non verbal. AJI Jayapura akan berkomunikasi dengan Perkumpulan Bantuan Hukum Pers di Tanah Papua untuk menindaklanjuti masalah itu,” kata Ketua AJI Jayapura, Lukcy Ireeuw, sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis AJI Jayapura.
FJPI Papua mengutuk kekerasan seksual secara verbal yang ditujukan kepada Elfira itu. FJPI Papua meminta Lembaga Bantuan Hukum Pers dan perusahaan media tempat Elfira bekerja menindaklanjuti kasus itu. Ketua FJPI Papua, Cornelia Mudumi menjelaskan apa yang dialami Elfira adalah pelecehan seksual secara verbal, dan itu merupakan bentuk kekerasan seksual.
FJPI Papua menyeru semua pihak untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis perempuan. Selain mengutuk kekerasan seksual secara verbal itu, FJPI Papua juga meminta agar pelaku diproses hukum untuk memberikan efek jera dan memberi edukasi bagi semua pihak untuk menghormati jurnalis perempuan. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G