Papua No. 1 News Portal | Jubi
Anggrek Papua terkenal di dunia dan separuh spesies anggrek Indonesia berada di Tanah Papua. Petani anggrek Papua pun mendapatkan keuntungan dari kekayaan tersebut. Namun mereka masih membutuhkan bantuan pemerintah daerah untuk lebih berkembang dan dikenal.
Bunga anggrek merupakan tanaman yang langka dan Tanah Papua dianugerahi sebagai tempat berseminya berbagai jenis anggrek.
Ada sekitar 500 spesies anggrek yang tumbuh di pegunungan maupun pesisir Tanah Papua. Bahkan ada yang belum diketahui namanya.
Keindahan anggrek Papua pun banyak disanjung. Salah satu melalui lagu Loela Drakel yang dalam reff-nya melantunkan, “Ingin… kubawa pergi, apalah dayaku/ Engkau.. si anggrek hitam/ Kata sanjungan hatiku/.
Hanya saja, seperti kondisi keanekaragaman flora lainnya di negeri ini, anggrek di Papua juga terancam. Jika tidak dirawat maka tak tertutup kemungkinan akan punah alias hanya akan tinggal foto dan kenangan saja.
Di tengah ketidakseriusan perlindungan anggrek di habitatnya, salah satu upaya adalah dengan pembudidayaan. Inilah yang dilakukan beberapa petani anggrek di Sentani, Kabupaten Jayapura.
Jubi menemui Yemida Yaboisembut, perempuan 33 tahun asal Genyem di kebun anggreknya pada Sabtu, 15 Juni 2019.
Ia sudah menekuni anggrek sejak 2014 dengan meneruskan usaha orangtuanya yang dirintis pada 1986.
“Saya memang sudah menekuni usaha anggrek ini sejak 2014, kemudian saya studi banding ke Malang, baru lanjut lagi,” katanya.
Ia mengaku berkebun anggrek tak sekadar usaha, tapi lebih kepada hobinya dalam merawat bunga anggrek.
“Anggreknya saya bawa dari kampung saya di Genyem,” katanya.
Ia mengelola kebun anggreknya di tempat yang tak terlalu besar di Mac Arthur. Kebun anggrek tersebut juga bisa dijadikan objek wisata pengunjung yang mendatangi objek wisata monumen Mac Arthur di Sentani.
“Ada 200 spesies jenis anggrek, tapi yang saya miliki di sini baru beberapa saja, belum semuanya, karena di sini baru dan tempatnya kecil,” ujarnya.
Di kebunnya tersebut ia menata setiap tanaman anggrek mulai dari yang kecil hingga yang besar. Ada yang tumbuh di pot ditaruh di bawah, ada juga yang digantung.
“Anggrek ini kita taruh dalam pot sesuai ukuran, kalau yang kecil kita taruh dalam pot kecil, sedangkan yang besar ditaruh dalam pot yang besar, seperti anggrek kribo itu jenis anggrek yang besar jadi tidak bisa ditaruh dalam pot yang kecil, harus dibuat tempat yang besar,” katanya.
Anggrek milik Yaboisembut selain dijual juga sering diikutkan dalam festival dan pameran bunga yang digelar di Provinsi Papua maupun di luar Papua.
“Kalau yang ukuran kecil tidak dijual, tapi kalau yang ukuran besar itu harganya dihitung berdasarkan tangkainya, kalau soal menjual bunga anggrek ini saya tidak tahu, saya cuma merawat saja,” katanya.
Soal harga ternyata diurus oleh ayahnya. Namun ia mengatakan harga paling tinggi Rp15 juta hingga Rp20 juta.
Lokasi taman atau kebun anggrek tersebut sebenarnya baru dibuka beberapa bulan lalu di tempat wisata tugu Mac Arthur
“Karena kebun anggrek ini baru jadi belum banyak yang datang berkunjung, ada yang sudah tahu mereka datang lihat-lihat, rencananya ke depan kebun anggrek ini akan dikembangkan,” katanya.
Di tempat yang sama, Ariel Wally, pria 54 tahun, mengatakan dari lebih 5.000 spesies anggrek yang ada di dunia, yang ada di Indonesia separuhnya terdapat di Tanah Papua.
“Anggrek-anggrek yang ada berkembang di negara-negara lain seperti di Thailand yaitu anggrek yang hasil kawin-silang yang aslinya semuanya ada di Tanah Papua ini,” kata Wally.
Meski begitu, walaupun dilakukan dengan berbagai cara kawin silang untuk mengembangkan anggrek-anggrek tersebut, namun apa yang dilakukan semuannya bukan asli, sehingga ia tetap mempertahankan yang asli dari Papua.
“Yang asli itu semua ada di Tanah Papua, jadi saya tetap mempertahankan yang asli ini supaya jangan sampai punah tanaman anggrek ini dan ke depan tidak hanya tinggal cerita, nanti apa yang kita mau sampikan ke anak cucu kita, terus bilang semua dari Papua tapi di Papua sendiri tidak ada,” katanya.
Wally sudah banyak memperoleh hasil dari usaha kebun anggreknya.
“Hasil dari anggrek ini saya sudah bikin rumah, beli motor, dan sekolahkan anak-anak dan selebihnya untuk mengembangkan usaha anggrek ini lagi,” ujarnya.
Ia berencana mengembangkan usah anggrek menjadi Taman Anggrek, karena sangat potensial dikunjungi wisatawan karena tempatnya dekat dengan pbjek wisata terkenal di Sentani, situs bersejarah Mac Arthur.
Namun untuk mewujudkan hal itu, ia ingin sekali Pemerintah Provinsi Papua dan Pemkab Jayapura ikut memperhatikan dan membantu lebih baik. Artinya tidak hanya sekadar mengundang petani anggrek ketika ada kegiatan.
“Selama ini yang terjadi itu, kami petani anggrek diundang ketika ada kegiatan seperti pameran, tapi sebaiknya Pemerintah Provinsi Papua juga memperhatikan kami petani anggrek agar bisa lebih berkembang,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi