Papua No.1 News Portal | Jubi
Phnom Penh, Jubi – Pertemuan puncak antara Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang akan diadakan akhir bulan ini ditunda. Menteri luar negeri Kamboja, Prak Sokhonn mengatakan penyelenggara akan mencari tanggal baru.
“Pertemuan itu ditunda ke tanggal berikutnya karena beberapa pemimpin ASEAN tidak dapat menghadiri pertemuan pada tanggal yang diusulkan,” kata Menteri Prak Sokhonn, kepada Reuters dikutip Antara, Kamis, (10/3/2022).
Baca juga : KTT ASEAN Cina tanpa kehadiran Myanmar
Ini sikap Myanmar ketika tak diundang ke KTT ASEAN
Ironis korban sipil tewas berjatuhan di Myanmar usai KTT ASEAN
Amerika Serikat telah mengumumkan konferensi tingkat tinggi (KTT) itu akan diadakan pada 28 dan 29 Maret. Namun Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menyarankan minggu ini bahwa pertemuan itu harus ditunda setelah beberapa negara ASEAN meminta KTT itu diadakan dua hari lebih awal.
KTT tersebut dipandang sebagai bagian dari upaya AS untuk meningkatkan keterlibatan dengan wilayah yang dianggap Washington penting bagi upayanya untuk melawan kekuatan Cina yang sedang tumbuh. Pertemuan itu semula diharapkan bisa digelar pada awal tahun, tetapi ditunda oleh kekhawatiran Covid-19.
Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bulan lalu pertemuan puncak di Washington adalah “prioritas utama bagi Pemerintahan Biden-Harris” dan pertemuan itu juga akan memperingati 45 tahun hubungan AS-ASEAN.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Desember pertemuan puncak itu diharapkan untuk membahas krisis yang disebabkan oleh kudeta militer tahun lalu di Myanmar dan masalah-masalah seperti pemulihan pandemi, perubahan iklim, investasi dan infrastruktur.
Amerika Serikat mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya bermaksud untuk mengikuti jejak ASEAN dengan mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar yang diperintah militer ke pertemuan puncak itu.
ASEAN sejak tahun lalu telah melarang junta menghadiri pertemuan-pertemuan penting karena kegagalannya menghormati kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Myanmar yang telah menewaskan ratusan warga sipil dan membuat lebih dari 300 ribu orang mengungsi. (*)
Editor : Edi Faisol