Penyidik membantah membuat BAP dengan kekerasan dan intimidasi

Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (8/1/2020) melanjutkan sidang pemeriksaan sejumlah perkara yang terkait dengan peristiwa amuk massa 29 Agustus 2019. - Jubi/Hengky Yeimo
Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (8/1/2020) melanjutkan sidang pemeriksaan sejumlah perkara yang terkait dengan peristiwa amuk massa 29 Agustus 2019. – Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (8/1/2020) melanjutkan sidang pemeriksaan sejumlah perkara yang terkait dengan peristiwa amuk massa 29 Agustus 2019. Majelis hakim yang diketuai Maria Sitanggang mendengar kesaksian saksi verbalisan penyidik Kepolisian Daerah Papua terkait dugaan kekerasan dan intimidasi oleh penyidik dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan kasus amuk massa 29 Agustus 2019.

Read More

Dalam pemeriksaan saksi verbalisan pada Rabu itu, jaksa penuntut umum (JPU) Adrianus. Y Tomana menghadirkan dua saksi verbalisan, yaitu Haryono dan Sarwoko. Keduanya adalah penyidik pembantu yang melakukan pemeriksaan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sejumlah perkara yang terkait amuk massa 29 Agustus 2019.

Saksi verbalisan Haryono menyatakan proses pembuatan BAP dilakukan dengan tanya-jawab antara dirinya dan terdakwa yang saat itu berstatus tersangka. Haryono menyatakan selaku penyidik pembantu dirinya mengajukan pertanyaan, yang kemudian dijawab terdakwa. Haryono menyatakan isi BAP itu sesuai dengan jawaban para terdakwa saat diperiksa sebagai tersangka kasus itu.

Ia menyatakan BAP selalu diberikan kepada para terdakwa, untuk dibaca ulang sebelum ditandatangani terdakwa. “Saya memberikan pertanyaan lalu dijawab oleh terdakwa. Jawaban yang diketik dalam BAP merupakan jawaban terdakwa,” katanya saat menjawab pertanyaan JPU.

Haryono menyatakan sebelum ia memeriksa terdakwa, ia memberi makan dan minum kepada mereka. Haryono juga menyatakan BAP yang disusunnya dibuat tanpa ada tekanan, intimidasi, ataupun kekerasan terhadap terdakwa. “Saat pemeriksaan tidak ada paksaan, intimidasi, atau kekerasan. Begitupun dalam mendatangani BAP, terdakwa melakukannya dalam keadaan bebas dan tidak ada paksaan,” katanya.

Saksi verbalisan menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan ia mengingatkan agar para penyidik melakukan pemeriksaan dengan mengalir saja, mengikuti apa jawaban terdakwa. “Saya memperingati kepada penyidik yang memeriksa perkara, agar tidak boleh ada kekerasan. Saya melihat sendiri, selama pemeriksaan dan BAP tidak ada kekerasan yang dilakukan,” katanya.

Anggota Tim Advokat untuk Orang Asli Papua, Sugeng Teguh Santoso mengatakan BAP yang dibuat para penyidik itu tidak dapat diuji di pengadilan, karena terdakwa tidak bisa menjawab kembali pertanyaan yang ada di dalam BAP. Atas dasar itu, Sugeng menilai isi BAP itu bukan jawaban dari para terdakwa saat diperiksa oleh penyidik.

“Dalam persidangan terdakwa tidak bisa menjawab [pertanyaan yang sama]. Yang dijawab hanya terdakwa berjalan sampai di Kantor Gubernur sambil bernyanyi-nyanyi. Sementara, [kalau kita melihat isi BAP], peristiwa dan keterlibatan terdakwa dapat dijelaskan begitu bagus. [Terlihat, kata yang dipakai dalam BAP] bukan bahasanya terdakwa, karena terdakwa kurang paham konsep verbal,” ujar Sugeng.

Sugeng menyatakan Tim Advokat untuk Orang Asli Papua akan menghadirkan saksi-saksi yang dapat meringankan terdakwa. “Ada nanti ada waktunya, dan semua terdakwa [memiliki] saksi meringankan yang akan kita ajukan,” kata Sugeng.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply