Pentingnya penerapan muatan lokal tentang budaya di sekolah di Jayawijaya

Ilustrasi anak sekolah di Kabupaten Jayawijaya. -Jubi/Islami

Papua No.1 News Portal | Jubi

Wamena, Jubi – Memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada anak-anak di usia dini, penting untuk terus digalakkan. Banyak yang menilai hal tersebut mulai ditinggalkan bahkan dilupakan generasi muda khususnya di Jayawijaya.

Untuk itu, penting adanya penerapan suatu kurikulum muatan lokal tentang budaya di setiap sekolah, baik dari sekolah dasar TK/PAUD hingga tingkat SMA di seluruh Kabupaten Jayawijaya, sehingga budaya yang ada tetap terpelihara.

Read More

Dirjen Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Hilmar Farid pun menilai hal tersebut sangat penting untuk memelihara nilai-nilai budaya yang ada bagi generasi penerus.

“Yang saya tahu di Papua ini ada jatah muatan lokal di sekolah itu selama lima jam, hanya saja modul pembelajaran belum banyak. Ketika saya berkunjung ke Jayapura saja, ada teman-teman yang bergerak untuk membuat bahan-bahan muatan lokal kepada setiap satuan pendidikan,” kata Hilmar Farid saat berkunjung ke Wamena, Selasa (1/2/2022).

Menurutnya, hal ini paling penting diterapkan melalui pendidikan, karena selama ini kebudayaan yang diperkenalkan hanya bersifat cerita sambung menyambung dari orang tua, sehingga mau tidak mau harus melalui jalur pendidikan.

“Tidak semua punya komunitas yang terintegrasi seperti ini, khusus di Jayawijaya ini, saya melihat semuanya masih dilakukan secara adat, cerita diturunkan kepada generasi selanjutnya dengan ritual tertentu dan seterusnya. Tetapi untuk masyarakat katakanlah di perkotaan sangat berbeda, sehingga masuk ke lembaga pendidikan itu syarat yang sangat penting,” katanya.

Untuk itu, kementerian terkait akan terus mendampingi dalam membuat suatu modul mengenai banyaknya aspek kebudayaan lokal, yang kemudian bisa dituangkan ke dalam kurikulum.

“Di tingkat provinsi juga saya bilang harusnya ada perda yang memang mengatur soal muatan lokal ini, apa saja elemen atau unsurnya,” ucapnya.

Namun, tambah dia, tantangan lain adalah guru, karena belum tentu guru-guru menguasai informasi tentang budaya itu sendiri. Kalau pun menguasai, masalah lain juga yakni mengenai bagaimana caranya mengajarkan kepada anak-anak.

“Kemendikbud tentu berkomitmen bersama pemerintah kabupaten dan provinsi, untuk memastikan pendidikan yang berbasis adat ini bisa jalan dengan baik,” ujar Hilmar Farid.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya, Natalis Mumpu menyebut memasukan kurikulum muatan lokal tentang budaya ini, telah menjadi program ke depannya bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

“Memang ke depannya kami akan buat satu kurikulum yaitu muatan lokal, agar semua sekolah mulai TK/PAUD hingga SMA tahu bagaimana belajar tentang tradisi atau budaya yang ada di Jayawijaya,” kata Natalis Mumpu.

Menurutnya, saat ini memang budaya semakin lama semakin punah. Maka itu, butuh kurikulum muatan lokal untuk diajarkan kepada anak sejak PAUD hingga SMA, agar siswa tahu menyangkut budaya di Lembah Balim ini.

Meski begitu, hal ini masih akan dibicarakan kembali bersama dinas terkait lainnya. Yang dapat dicoba diterapkan di tahun ajaran baru nanti adalah, mengedarkan buku cerita tentang kebudayaan yang telah dibuat dinas untuk setiap satuan pendidikan di seluruh zonasi.

“Untuk buku cerita ini akan coba diterapkan di tahun ajaran baru, namun sebelumnya dilakukan sosialisasi dan diberikan ke setiap satuan pendidikan mulai dari TK/PAUD hingga kelas 3 SD,” ujarnya. (*)

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply