Penjual jeruk peras taat protokol kesehatan

Papua
Sael Amohoso (kanan) melayani pembeli, beberapa waktu lalu - Jubi/Piter Lokon.

Papua No.1 News Portal | Jubi

SABUN dan wadah berisi air kini menjadi perlengkapan wajib bagi Sael Amohoso.  Dia menggunakannya untuk membilas tangan setelah bertransaksi.

“Saya sediakan air beserta sabun. Saya langsung mencuci tangan setelah melayani permintaan pembeli,” kata Amohoso saat ditemui Jubi, Senin (29/6/2020).

Read More

Amohoso berjualan minuman jeruk segar atau jeruk peras di eks Pasar Buah di pertigaan Gunungmerah, Sentani, Kabupaten Jayapura. Sejak pandemi Covid-19, dia selalu berupaya menaati protokol kesehatan. Salah satunya ialah selalu mencuci kedua tangan setiap habis melayani pembeli.

Lelaki asal Yahukimo itu termasuk Orang Asli Papua pertama menekuni usaha jeruk peras di Sentani. Dia merintisnya sejak tiga tahun lalu dengan berjualan keliling menggunakan sepeda motor matik milik isterinya.

Usaha Amohoso kemudian berkembang sehingga dia memiliki lima gerobak jualan. Dagangannya selalu laris setiap hari.

“Puji Tuhan! Saya tidak pernah sampai bawa pulang (lagi) jeruk. Semua sudah habis (terjual) sebelum pulang (ke rumah),”ujar Amohoso, yang karib disapa Kaka Rayon.

Namun, sejak pandemi Covid-19, pendapatnya menciut seiring berkurangnya aktivitas masyarakat akibat pembatasan sosial. Amohoso juga harus pulang lebih awal. Dia mesti menyudahi berjualan sebelum pukul 14.00 Waktu Papua, sesuai tenggat dalam pembatasan sosial selama pandemi Covid-19.

Pendapatan turun drastis. Sehari bisa dapat hanya Rp200 ribu-Rp300 ribu padahal biasa Rp500 ribu-Rp800 ribu. Stok jeruk pun dikurangi. Saya hanya bawa satu kantong kecil setiap hari,” jelas alumnus Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, tersebut.

Amohoso masih merasa beruntung. Hasil berjualannnya masih bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama pandemi Covid-19.

“Kita tidak bisa hanya berdoa dan mengharapkan berkat (rezeki) turun (begitu saja) dari langit tanpa bekerja. Walaupun kondisi saat ini belum normal, saya masih bisa dapat sedikit (rezeki dari hasil berjualan jeruk peras),” katanya.

Amohoso melabeli usahanya dengan ‘Gerakan Papua Bangkit.’ Penamaan itu untuk memotivasi kalangan muda OAP supaya bangkit dan mandiri dalam menjalani kehidupan.

Walaupun tidak seramai sebelum masa pandemi Covid-19,  pelanggan setia masih berdatangan ke tempat Amohoso berjualan. Mereka kadung terpincut dengan cita rasa kesegaran jeruk peras ala Gerakan Papua Bangkit.

“Saya selalu beli es jeruk peras (bikinan Amohoso) setiap melewati jalan ini. (Kesegaran) jeruknya lebih berasa daripada yang lain,” kata Misael saat membeli dagangan Amohoso. (*)

 

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply