| Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tim Kuasa Hukum 7 Tapol (Tahanan Politik) Papua di Balikpapan, Kalimantan Timur telah mempersiapkan puluhan lembar halaman berisi pembelaan yang akan dibacakan dalam persidangan dengan agenda pledoi secara online hari ini, Selasa [9/6/2020].
“Kami sudah mempersiapkan pembelaan kurang lebih 40-50 halaman untuk hari (sidang) ini: Irwanus dan Buktar. Kami (akan) mengajukan argumentasi untuk mengkonter (melawan) apa yang menjadi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum,” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum 7 Tapol Papua, Latifah Anum Siregar, SH, MH, saat dihubungi Jubi, Selasa (9/6/2020) siang.
Pengacara yang akrab disapa Anum ini menyatakan, pihaknya telah menyiapkan berbagai bukti untuk membela para kliennya.
“Intinya, dengan berbagai bukti, fakta persidangan yang ada, termasuk keterangan saksi ahli, bukti surat, petunjuk dan berdasarkan itu kami tetap berargumentasi bahwa klien kami tidak bersalah,” ujarnya.
“Tetapi lebih rinci, kita mengkounter poin per poin dari apa yang menjadi tuntutan, atau apa yang dikatakan unsur makar itu secara rinci dalam pembelaan kami,” tambahnya.
Hari ini, tim pengacara akan membacakan pembelaan (pledoi) bagi tujuh tahanan politik Papua di Balikpapan, Kalimantan Timur, dalam kasus demonstrasi anti-rasisme.
“Agenda persidangan hari ini (Selasa, 9/6/2020) adalah pembelaan untuk Buchtar Tabuni dan Irwanus Urobmabin,” kata Yuliana Yabansabra saat ditemui Jubi di ruang kerjanya, Elsham Papua, Jayapura, siang ini.
Dalam sepekan lalu, Jaksa Penuntut Umum [JPU] telah membacakan tuntutan ‘kontroversial’ bagi tujuh terdakwa: Buchtar Tabuni, Iwanus Urobmabin, Alexander Gobay, Hengky Hilapok, Stevanus Itlay, Agus Kossay, dan Ferry Kombo.
Pada Selasa (2/6/2020), Jaksa Yafet Bonay, SH, MH, membacakan tuntutan terhadap Buchtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin dengan masa hukuman penjara, masing-masing selama 17 tahun dan 5 tahun.
Kemudian, pada Jumat [5/6/2020], dalam sidang dengan agenda yang sama, Jaksa Ismail Nuhumury, membacakan tuntutan kepada Hengky Hilapok 5 tahun, Alexander Gobay 10 tahun, dan Steven Itlay 15 tahun.
Dan, dalam persidangan berbeda, Jaksa Adrianus Tomaha, membacakan tuntutan kepada Ferry Kombo 10 tahun sementara Agus Kossay 15 tahun.
Berbagai tanggapan pun bermunculan menanggapi tuntutan Jaksa yang kemudian disebut sebagai tuntutan kontroversial itu.
Salah satunya dari tokoh publik Papua, Paskalis Kossay. Dalam konferensi pers online pada Senin (8/6/2020) malam, ia menyatakan tuntutan yang diberikan para Jaksa sebagai, “tuntutan [yang] sangat spektakuler,” katanya, dan menambahkan, “Ini bukan hukum murni tetapi kriminalisasi untuk tujuan melanggengkan kekuasaan.”
Penulis Buku “Membangun Papua Dengan Hati: Antara Ucapan dan Realita” ini mengatakan ruang demokrasi di Papua [Provinsi Papua dan Papua Barat] sangat tertutup oleh kekuasaan dari Jakarta hingga Papua, di era sebelum maupun setelah reformasi Indonesia. Baginya, makna dari demokrasi bagi orang asli Papua hanya sebatas slogan.
“Ini [protes anti-rasisme] klimaks dari apa yang terjadi di Papua. Kita bisa lihat, kalau kepentingan negara, semestinya pemerintah bisa kejar pelaku [pengujar] rasisme. Tetapi, tidak dikejar, dan dampak yang terjadi di Papua [protes] yang adalah korban justeru mereka yang dikejar,” ujarnya.
Persidangan dengan agenda pledoi hari ini rencananya akan dilakukan pukul 13.00 waktu Balikpapan, atau pukul 14.00 waktu Papua. (*)
Editor: Edho Sinaga