Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Meski Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan surat edaran tentang data tingkat inflasi nasional dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019, Pemerintah Kota Jayapura menyatakan belum ada penetapan besaran upah minimum Kota Jayapura 2020. Penetapan itu menunggu surat keputusan Gubernur tentang Upah Minimum Provinsi Papua.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, Djoni Naa menegaskan pihaknya masih menunggu penetapan Upah Minimum Provinsi dari Gubernur Papua. “2019 sudah ada Rp. 3.240.900,- . Kalau 2020 belum cuman kenaikan prosentase 8,5%. Kalau Nilai Nominal belum. Karena belum ada SK Gubernur untuk Tahun 2020. Jadi 2020 belum ada,” kata Naa kepada Jubi melalui layanan pesan Whatsapp, Sabtu (19/10/2019).
Djoni Naa memperkirakan Gubernur Papua Lukas Enembe akan menerbitkan surat keputusan tentang Upah Minimum Provinsi pada akhir November atau awal Desember 2019. “Dan SK ini berlaku untuk tahun 2020 mendatang,” katanya.
Terkait pelaksanaan Upah Minimum Provinsi Papua 2019 di Kota Jayapura, Naa menyatakan belum menemukan adanya pengusaha di Kota Jayapura yang menangguhkan atau menolak melaksanakan UMP 2019. “Tidak ada perusahaan yang menolak, karena UMP sudah disepakati melalui perundingan Dewan Pengupahan Provinsi Papua,” ujar Naa.
Naa menjelaskan, perundingan Dewan Pengupahan Provinsi Papua itu melibatkan perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia, serikat pekerja, dan wakil pemerintah. Karena telah dirundingkan, penetapan UMP Papua cenderung dipatuhi pengusaha.
Sementara itu, Garry Marcelino Pirono, pemilik Saga mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi kenaikan UMP Papua pada Januari 2020. Menurutnya, kenaikan UMP sudah menjadi makanan tahunan para pelaku usaha.
Garry Marcelino Pirono menyatakan setiap pengusaha harus berupaya menumbuh-kembangkan usahanya, agar mampu mengimbangi kenaikan UMP Papua. Jika sebuah usaha stagnan atau merugi, kenaikan UMP Papua bisa secara langsung mengurangi keuntungan, atau bahkan menambah kerugian pengusaha.
“Mereka yang tidak kuat mengatur biaya produksi dan operasional, pasti akan gugur [dalam persaingan usaha]. Apalagi, saat ini persaingan usaha semakin sengit,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G