Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Setelah melaksanakan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalan protokol Sentani pada 1 Maret lalu, Pemerintah Distrik Sentani Kota bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) dan TNI/Polri kembali melaksanakan penertiban, membersihkan sisa-sisa tempat jualan bensin eceran dan membongkar bangunan non-permanen yang telah dikosongkan oleh para pedagang.
Dari proses ini sempat terjadi keributan antara pemilik bangunan yang akan dibongkar dengan para petugas.
Pemerintah distrik tetap dengan komitmen penertiban, sebab informasi sosialisasi melalui surat dan mendatangi pedagang secara langsung sudah dilakukan jauh-jauh hari dan secara rutin selama lima bulan.
Kepala Distrik Sentani, Budi Yoku, usai kegiatan penertiban tersebut, dikantornya, Selasa (5/3/2019), mengatakan penertiban ini bagian dari tahapan penertiban yang akan terus dilakukan hingga April mendatang.
Dikatakan, suka tidak suka penertiban ini harus dilakukan karena sudah ada informasi jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan secara persuasif pihaknya mendatangi pedagang untuk berdiskusi dan mencari solusi terbaik.
“Kami sudah siapkan tempat bagi mereka yang terkena dampak penertiban ini. Jalan masuk stadion Bas Youwe, belakang Saga Mall, dan pasar Pharaa Sentani adalah tempat relokasi bagi mereka. Tidak ada alasan untuk menolak, apalagi tidak mengetahui apa yang sedang dilakukan saat ini oleh pemerintah daerah,” jelas Budi.
Budi juga menegaskan bangunan yang menjorok ke badan jalan juga akan ditertibkan pada 1 April mendatang. Saat ini, tahapan penertiban masih dilakukan untuk PKL yang masih berjualan di pinggir bahu jalan maupun di trotoar.
“Pagi hingga siang dan malam akan kami awasi. Bangunan non-permanen yang sudah ditandai dengan pembongkaran pintu akan kami bongkar seluruhnya apabila pemiliknya tidak membongkar,” tegasnya.
Sementara itu, Jacqline Joku, salah seorang tokoh perempuan Sentani, mengapresiasi apa yang sedang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait penataan kembali Kota Sentani.
Menurutnya, penataan ini harus diimbangi dengan pemberian tempat usaha bagi para pedagang yang terkena dampak.
“Harus ada tempat khusus bagi pedagang lokal seperti mama-mama Papua untuk mengembangkan usaha mereka. Sehingga dampak seperti ini tidak menjadikan mereka korban untuk tidak berusaha bagi kepentingan ekonomi rumah tangga mereka,” pungkasnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari