Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua membantah adanya penganiayaan terhadap dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada, Sabtu (2/2/2019) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Kabag Protokol Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Gilbert Yakwar menegaskan kabar atau berita penganiayaan yang dialami dua pegawai KPK sangatlah tidak benar.
“Tidak ada penganianyaan sampai kepada kerusakan fisik pada bagian hidung dan/atau wajah dimaksud, yang terjadi adalah tindakan dorong mendorong karena perasaan emosional, karena diduga akan melakukan penyuapan yang akan berakibat pada tindakan OTT dari KPK,” kata Yakwar melalui rilis pers kepada Jubi, Senin (4/2/2019) malam.
Justru karena kejadian itu, kata ia, sangat mencederai hati pemerintah dan DPR Papua yang telah menyeriusi arahan dan pembinaan yang dilakukan KPK selama empat tahun di Provinsi Papua tentang pencegahan korupsi terintegrasi.
“Dimana atas rekomendasi KPK kami telah membangun system e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perizinan, dan e-lapor,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah Provinsi Papua telah berusaha dengan sumber daya yang dimiliki, mendukung penuh arahan KPK melalui rencana aksi pemberatasan korupsi di Papua.
“Tindakan ini menunjukkan ketidakpercayaan KPK terhadap kemampuan dan hati orang Papua untuk berusaha taat asas dan komitmen atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam NKRI,” ucapnya.
“Justru tindakan tersebut menimbulkan rasa takut untuk melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan karena aparatur akan di hantui perasaan ‘akan ditangkap sewaktu-waktu’. Padahal kami telah komitmen untuk menjaga Papua dalam kerangka NKRI,” sambungnya.
Ia menilai, secara perlahan-lahan tindakan tersebut akan membunuh kemandirian dan prakarsa daerah untuk berusaha memahami kondisi rill budaya Papua, dan mencari solusi-solusi kreatif mengatasi permasalahan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan dengan provinsi lain di Indonesia, untuk mencapai kesejahteraan melalui RAPBD yang tepat sasaran dan pro rakyat.
“RAPBD hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan. Jika selalu digunakan kaca mata “curiga” kepada pemerintah provinsi dan DPR Papua dalam mengelola anggaran untuk kemanfaatan rakyat, hanya melahirkan ketakutan berkepanjangan,” katanya.
“Untuk itu, kami meminta perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kami dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut dan intimidasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Provinsi Papua,” ucapnya.
Ketua DPR Papua Yunus Wonda membantah adanya penganiayaan terhadap dua petugas KPK oleh rombongan Pemerintah Provinsi Papua.
“Kami dengan tegas bantah statement dari juru bicara KPK Febri Diansyah yang membuat keterangan pers, bahwa telah terjadi penganiayaan dari pihak pemerintah provinsi Papua terhadap kedua petugas KPK, hingga mengakibatkan satu orang patah tulang dan satu orang lainnya mengalami luka di bagian wajah ( hidung patah ) hingga keduanya harus menjalani operasi,” kata Wonda.
Ia menjelaskan, pada saat diamankan rombongan pemerintah dan DPR Papua mengantar kedua petugas KPK tersebut ke Polda Metro Jaya, untuk selanjutnya ditangani oleh pihak kepolisian dalam keadaan baik-baik saja.
“Kami amankan karena mereka dua tidak bisa menunjukkan surat tugas resmi dari KPK untuk memantau aktivitas kami. Justru surat penugasan baru diantar ke Polda Metro Jaya pada keesokan harinya,” ujarnya melalui via telepon seluler. (*)
Editor: Syam Terrajana