Papua No. 1 News Portal | Jubi
Malang, Senin – Pemerintah Kota Malang menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas bentrokan antara sekelompok warga Kota Malang dengan mahasiswa asal Papua yang menyampaikan pendapat di Balai Kota Malang, Jawa Timur pada Kamis (15/8) pekan lalu. Pemerintah Kota Malang juga menegaskan tidak pernah ada kebijakan yang dikeluarkan untuk memulangkan para mahasiswa asal Papua yang tengah belajar di Kota Malang.
Permintaan maaf itu disampaikan Wali Kota Malang Sutiaji di Malang pada Senin (19/8/2019). Sutiaji mengatakan bentrokan sekelompok warga Kota Malang dengan mahasiswa asal Papua pada Kamis pekan lalu itu berawal dari adanya kesalahpahaman antara kedua pihak.
“Atas nama Pemerintah Kota Malang, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Kemarin itu di luar pengetahuan kami,” kata Sutiaji, di Balai Kota Malang, Senin.
Sutiaji menjelaskan, usai terjadinya bentrokan di simpang empat Rajabali Kota Malang pada Kamis (15/8) pagi tersebut, dirinya telah mengumpulkan warga yang terlibat bentrokan dengan mahasiswa asal Papua tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Sutiaji menegaskan kepada warga bahwa semua warga negara Indonesia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat.
“Pemerintah Kota Malang tentunya harus ikut menjaga ketertiban dan keamanan, termasuk pada saat ada teman-teman yang melakukan penyampaian pendapat. Itu hak mereka,” ujar Sutiaji.
Sutiaji menegaskan, Pemerintah Kota Malang membuka pintu seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia yang akan melakukan kegiatan di Kota Malang. Oleh karena itu, pihaknya tidak menginginkan adanya kejadian serupa. Masyarakat di Kota Malang, diharapkan bisa saling menjaga kerukunan agar peristiwa bentrokan yang terjadi beberapa waktu lalu tersebut tidak semakin diperuncing informasi yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, pada Kamis (15/8/2019), sejumlah mahasiswa asal Papua yang berada di Malang menggelar unjukrasa damai yang mengecam penandatanganan New York Agreement antara Pemerintah Indonesia dan Belanda pada 15 Agustus 1962. Perjanjian New York yang ditandatangani 57 tahun silam itu dikecam karena dinilai menjadi awal penyerahan Papua kepada Indonesia itu, dan menjadi awal dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua.
Para pengunjukrasa juga mengecam Perjanjian New York yang memutuskan nasib orang Papua tanpa keterlibatan orang Papua. Ketika unjukrasa berlangsung, sejumlah warga melontarkan ejekan, dan akhirnya melempari pengunjukrasa dengan batu yang melukai lima orang mahasiswa Papua.
Sejumlah mahasiswa Papua akhirnya membalas lemparan batu itu, dan kericuhan tidak terhindarkan. Akan tetapi, kericuhan itu tidak meluas dan tidak berlangsung lama.
Pasca kericuhan itu, pada Kamis (15/8/2019), sejumlah media yang berbasis di Malang memberitakan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko yang menyatakan Pemerintah Kota Malang mempertimbangkan opsi untuk memulangkan mahasiswa Papua yang membuat ricuh Kota Malang. Pernyataan itu dikecam banyak pihak, karena dianggap mengabaikan fakta bahwa para pengunjukrasalah yang dicemooh makian rasial dan dilempari batu. Pernyataan Sofyan menjadi salah satu sorotan dalam unjukrasa puluhan ribu warga di Kota Jayapura pada Senin (19/8/2019).
Wali Kota Malang Sutiaji menegaskan, penyampaian pendapat dengan cara damai adalah hak setiap warga negara Indonesia. “Kita harus saling menjaga, karena kita semua bersaudara. Penyampaian pendapat dan berbeda itu wajar, jangan menghakimi,” kata Sutiaji.
Pemerintah Kota Malang juga menegaskan bahwa hingga saat ini tidak pernah ada kebijakan yang dikeluarkan untuk memulangkan para mahasiswa asal Papua yang tengah belajar di Kota Malang, pasca terjadinya bentrokan.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G