Papua No. 1 News Portal | Jubi
Port Vila, Jubi – Pemerintah Vanuatu didesak untuk menjelaskan kebijakan pemberian kewarganegaraan melalui investasi, atau yang lebih dikenal sebagai cash-for-passports, kepada publik.
Persoalan ini telah ramai dibahas koran-koran lokal akhir-akhir ini, dengan laporan jumlah paspor yang dijual kepada warga asing melonjak.
Isu ini kembali menjadi sorotan publik pekan lalu dengan penangkapan enam warga Tiongkok di negara itu, atas dugaan penipuan, beberapa di antaranya juga memegang kewarganegaraan Vanuatu.
Di antara mereka yang dengan terbuka menyuarakan keprihatinan mereka adalah salah satu bapak pendiri negara itu, Shem Rarua, dan Kepala Suku, Willie Grey Plasua, presiden dewan kepala-kepala suku Malvatumauri.
“Menurut saya banyak orang yang merasa bahwa identitas kita tidak boleh dijual,” kata Jenny Ligo dari kelompok perempuan Woman Against Crime and Corruption.
Pemerintah Vanuatu tidak pernah mengumumkan berapa jumlah paspor yang telah terjual, atau berapa banyak pendapatan negara yang dihasilkan oleh program penjualan paspor ini.
Namun, hasil investigasi yang dilakukan oleh koran Vanuatu Daily Post, menemukan bahwa 4.000 paspor telah dijual dalam beberapa tahun terakhir, dengan 1.800 di antaranya terjual dalam 12 bulan terakhir saja, dan kebanyakan dari mereka telah dibeli oleh warga negara Tiongkok.
Jenny Ligo menegaskan pemerintah harus menanggapi tingginya kekhawatiran masyarakat tentang jumlah paspor yang dijual.
“Ini adalah hak warga Vanuatu, untuk mendapatkan informasi yang benar dari pemerintah mereka,” katanya.
Program Pacific Beat telah menghubungi Komisi Kewarganegaraan dan Kantor Perdana Menteri, untuk meminta komentar mereka. (ABC Radio Australia/Pacific Beat/Liam)
Editor: Kristianto Galuwo