Papua No.1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Rencana pemekaran provinsi masih terus menuai polemik di Papua. Penerimaan maupun penolakan datang dari berbagai kalangan dan wilayah.
Kali ini, pernyataaan penolakan diutarakan Tokoh Intelektual Marind Harry Ndiken. Menurutnya, rencana pembentukan Papua Selatan sebagai salah satu wilayah pemekaran Provinsi Papua bukan solusi terhadap pembangunan di daerah.
“Jika pembentukkan provinsi baru diwujudkan, dipastikan orang asli Papua (OAP) akan (semakin) termarginalkan. Di Kabupaten Merauke saja, OAP yang menjadi aparatur sipil negara (ASN) jumlahnya kurang dari 1000 orang, sedangkan Nonpapua mencapai ribuan,” katanya kepada Jubi, Sabtu (9/11/2019).
Karena itu, Ndiken menghendaki pemekaran provinsi ditunda. Jika dipaksakan, kehidupan OAP akan semakin susah dan hanya menjadi penonton di negeri sendiri. OAP belum siap menghadapi perubahan itu lantaran keterampilan dan sumber daya manusia mereka masih minim.
“Kalau pemekaran itu menguntungkan OAP, saya dukung penuh. Kalau hanya menyengsarakan mereka, untuk apa dipaksakan,” tegasnya,
Ndiken menilai pemerintah seharusnya memprioritaskan penyelesaian batas wilayah Merauke dengan Boven Digoel, Mappi serta Asmat, ketimbang pembentukkan provinsi baru. Batas wilayah keempat kabupaten tersebut sampai sekarang masih belum jelas. “Batas wilayah belum diatur baik (diselesaikan), tetapi para elitnya sudah ngotot meminta pemekaran (provinsi).”
Penolakan serupa dikemukaan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Jhon Wob. Dia menyebut pembentukan Provinsi Papua Selatan merupakan permainan elit politik di Jakarta.
“Pemekaran wilayah Papua harus melalui (persetujuan) MRP sehingga tidak bisa pemerintah pusat serta merta menyatakan siap membetuk Provinsi Papua Selatan. Kami sudah menyatakan menolak pemekaran wilayah tersebut,” kata Wob. (*)
Editor: Aries Munandar