Papua No.1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Papua Barat mengatakan, pemanfaatan hasil pajak rokok di provinsi itu lebih diprioritaskan pada pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat.
Dia mengatakan, sesuai aturan yang berlaku 33,71 persen atau sepertiga dari seratus persen transfer pajak rokok ke daerah digunakan untuk jaminan kesehatan.
“Tiap tahun setelah menerima transfer bagi hasil pajak rokok dari pusat, kita lalu anggarkan untuk pemberian premi ditujukan kepada masyarakat yang tidak terlindungi oleh BPJS,” ujarnya, kepada Jubi belum lama ini.
Charles mengakui, pemanfaatan pajak rokok untuk pembiayaan aparat penegak hukum sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pajak Rokok di provinsi itu belum diketahui efektivitasnya sampai saat ini.
“Sampai saat ini efektivitas pajak rokok untuk penegak hukum belum ketahuan juga penegak hukum mana yang disebut,” kata dia.
Charles menjelaskan, penerapan pajak rokok secara nasional merupakan kompensasi terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh pengguna rokok.
Ia mengatakan 10 persen dari pembayaran cukai dipungut untuk pajak rokok. Lalu pembagiannya kepada setiap provinsi berdasarkan jumlah penduduk.
“Sehingga provinsi dengan jumlah penduduk kecil di Indonesia akan mendapatkan transfer yang lebih kecil pula,” ujarnya.
Dia menambahkan setelah menerima transfer dari pusat, selanjutnya provinsi berkewajiban mentransfer 70 persen dari bagi hasil pajak rokok itu ke kabupaten/kota.
“Jadi yang berperan mengalokasikan uang hasil pajak rokok adalah kabupaten kota. Yang kita (provinsi) tangani hanya premi BPJS,” ujarnya.
Diketahui Pasal 10 Perda Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Rokok Provinsi Papua Barat menyatakan, Penerimaan Pajak Rokok dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang yang ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Perda pajak rokok provinsi Papua Barat ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014 ditetapkan oleh Gubernur Papua Barat periode itu.
Selama kurun waktu 6 (enam) tahun pemberlakuan Perda pajak rokok Provinsi Papua Barat, pada Agustus 2020 hanya Pemda kabupaten Fakfak yang pertama kali melakukan sinkronisasi raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak, Gondo Suprapto, mengakui Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah diusulkan sejak tahun 2016, namun baru ditindaklanjuti DPRD setempat pada tahun 2020.
Adapun dasar pertimbangan perlunya peraturan KTR, kata Suprapto, adalah Amanat UUD 45 ayat 28h, Amanat UU Kesehatan No.36 tahun 2009, dan Walikota/Bupati sebagai pemegang kebijakan dalam melindungi masyarakat dari dampak rokok. (*)
Editor: Edho Sinaga