Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sebagian pedagang yang baru pindah ke Pasar Baru Youtefa, Kota Jayapura, Papua kembali lagi ke pasar lama. Koordinator Pedagang Pasar Youtefa Laode Lahima mengatakan, para pedagang tersebut kembali secara spontan.
“Tidak ada yang mengarahkan, itu karena mereka di sana tidak merasa nyaman,” katanya kepada Jubi di Kota Jayapura, Papua, Kamis (19/11/2020).
Para pedagang yang kembali ke pasar lama, kata Lahima, karena merasa tidak nyaman. Salah satunya, karena di Pasar Baru Youtefa mereka berjualan di lapangan terbuka. Tempat berjualan pun kurang memadai. Bahkan ada satu tempat yang diklaim lima orang pedagang.
“Artinya, sistem tata kelola menurut saya tidak profesional, mestinya mereka punya data lapak ini milik siapa dan yang ini milik siapa,” katanya.
Selain itu, menurut Lahima, ada masalah kapasitas pasar baru. Pedagang di pasar lama berjumlah sekitar 2.000-an. Pedagang Arso-Koya saja 500 orang. Jika semua pedagang dipindahkan ke pasar baru tidak akan muat.
“Pada dasarnya pedagang tidak keberatan untuk pindah ke pasar baru, hanya saja untuk kondisi saat ini mereka beralasan menolak karena kelayakan pasar tersebut,” ujarnya.
Hal lain yang menjadi persoalan, kata Lahima, tempat yang sempit. Satu pedagang mendapat jatah 1,2 X 1,5 meter. Mestinya lebih luas lagi sekitar 2 X 3 meter.
Ketidaklayakan yang lain di pasar baru, menurutnya belum ada kios-kios untuk menyimpan barang dagangan para pedagang.
“Mereka punya barang sisa jualan mau dititip di mana? Ataukah mereka harus bungkus simpan di luar? Kalau hilang malam hari siapa yang bertanggung jawab,” katanya.
Fasilitas lain juga disorot Lahima. Di antaranya belum ada posko keamanan, toilet, irigasi yang belum memadai, dan lampu.
“Lampunya saja belum ada, tidak sedikit pedagang yang pindah ke sana yang barang jualannya hilang,” ujarnya.
Menurut Lahima, setelah pedagang banyak yang kembali ke pasar lama, ada selebaran dari pemerintah yang menyebutkan pasar baru sedang dibenahi dan meminta pedagang agar tetap di pasar lama dulu.
“Itu semua kan persoalan sehingga mereka terpaksa balik ke sini (pasar lama) dan dari pihak pemerintah tidak mempersoalkan juga,” katanya.
Lahima mengatakan, pada 20 Februari 2020 sudah ada kesepakatan bersama para pedagang di Pasar Youtefa, Kota Jayapura, Papua, jika pindah semua pindah serentak.
“Jangan hanya pedagang pasar pagi, pedagang kopi-kopi dan pinang-pinang, bagaimana dengan terminal angkutan umum yang belum ada di sana, pasti pedagang ini akan sepi pembeli,” ujarnya.
Karena itu, Lahima berharap pemerintah daerah segera membenahi fasilitas terlebih dulu, sehingga para pedagang bisa pindah bersama-sama ke pasar baru.
“Mudah-mudahan pemerintah segera membenahi pasarnya, kami juga sudah sangat jenuh dengan keadaan pasar seperti ini, kami ingin suasana yang baru,” katannya.
Hal yang sama juga disampaikan pedagang ikan, Safarudin. Menurutnya pasar baru memang belum layak ditempati. Apalagi luas pasar baru hanya 5 hektare, sedangkan pasar lama 10 hektare.
“Belum lagi di los ikan belum ada fasilitas air, kami juga mesti menyimpan ikan, kalau meja sudah pas tapi kami kan harus membawa semua boks penyimpanan ikan, itu tidak akan muat di sana,” kata pedagang asal Makassar tersebut.
Menurutnya semua pedagang harus pindah bersama, tidak sebagian-sebagian. Jika pindah sebagian, pasar baru tidak akan ramai sehingga pedagang yang pindah akan kembali lagi ke pasar lama.
“Kemarin pedagang Arso-Koya saja yang pindah, mereka kembali lagi ke sini (pasar lama), ya karena mereka sendiri di sana, kami tidak mau pindah kalau hanya separuh-separuh saja,” kata Safarudin.
Herman Rahim, koordinator Taksi Trek Muara Koya Barat-Timur mengatakan, jika taksi dipaksakan pindah ke pasar baru, fasilitas terminal juga tidak layak pakai, karena belum memiliki ruang tunggu dan antrean.
“Misalnya kita mau paksakan, belum ada kanopi begitu, terus penumpang naik mau panas-panasan di atas mobil?” katanya.
Menurut Herman, jika terminal juga dipindahkan, terminal angkutan umum harus terpisah dari pasar sembako.
“Kami dari Organda pernah usulkan ke wakil wali kota, kalau terminal di depan lapangan tembak diperbaiki saja, tidak jadi soal kalau kami menunggu, daripada kita paksakan pindah ke sana,” katanya.
Herman menyarankan agar pemerintah terlebih dulu membangun terminal dan pedagang tetap menempati pasar sembako yang baru. Sebab jika dipaksakan pindah, maka dua tahun kemudian bisa pindah lagi ke tempat lama.
“Jangan dibuat pingpong begini, pemerintah kalau membuat kebijakan mestinya memperhitungkannya dengan baik, salah satu dengan mengeluarkan anggaran membangun terminal, biar kami tunggu dua tahun tidak masalah,” ujar Herman. (CR-7)
Editor: Syofiardi