Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Ketika reaksi keras dari Jakarta menghujam manuver Benny Wenda dan delegasi pemerintah Vanuatu yang bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB, reaksi tenang justru muncul dari gubernur Ibukota negara tetangga Papua Nugini.
Powes Parkop, Gubernur National Capital District, justru mendorong tak saja West Papua namun juga Bougainville untuk mendapatkan kemerdekaannya masing-masing, dari Indonesia dan Papua Nugini (PNG).
Dilansir Pacific Media Watch, Jumat 1 Februari 2019, Parkop mengatakan rakyat Bougainville sudah diberikan kesempatan untuk menentukan apakah mereka ingin tetap menjadi bagian dari PNG atau menjadi negara sendiri.
“Pemerintah harus memberi kemerdekaan politik untuk Bougainville,” kata Parkop.
“Seperti halnya pemerintah Indonesia harus memberi kemerdekaan politik untuk Provinsi Papua dan Papua Barat.”
Menurut Parkop perjuangan pahit kedua rakyat di dua wilayah ini telah lama berlangsung dan mengorbankan begitu banyak nyawa.
“Pemerintah kedua negara seharusnya tidak boleh menyangkal hak masing-masing rakyat ini,” ujar Parkop.
“Kami tidak takut, dan saya tidak takut,” ujarnya.
“Jika Bougainville memilih merdeka, mereka tidak akan memindahkan pulau Bougainville ke Eropa atau tempat lain di dunia ini kan.”
Parkop menegaskan bahwa Bougainville tidak akan kemana-mana.
“Mereka akan tetap disana. Apalagi kami sekarang sudah saling kawin mengawin. Ada hubungan-hubungan keluarga dan suku yang sudah terikat selama ini,” ujarnya.
Bahkan Parkop meyakini mereka masing-masing bisa memiliki masa depan yang lebih baik.
“Kami bahkan bisa memiliki masa depan yang lebih baik jika anda liha sejarah PNG, karena Bougainville lah kami secara ekonomi dan politik terbentuk,” kata Parkop.
Pandangan dan pesan yang sama harus disampaikan kepada Indonesia, kata dia: “Indonesia harusnya paham bahwa sekalipun West Papua merdeka, mereka tidak akan memindahkan pulaunya ke Amerika Serikat, Papua akan tetap di situ. Apalagi mereka sudah bicara bahasa. Perkawinan campuran sudah terjadi lama di kalangan masyarakat asli dan orang-orang dari berbagai tempat di Indonesia.”
“Indonesia harus atasi ketakutannya,” kata Parkop.
“Secara ekonomi, mereka bisa terintegrasi. Secara sosial mereka masih bergerak di seputar Indonesia. Saya rasa gerakan Papua Merdeka West Papua tidak akan menyingkirkan investasi Indonesia,” lanjut Parkop.
Tekanan terhadap kebijakan PNG
Powes Parkop mengungkapkan dukungannya ini saat forum jumpa pers soal West Papua bersama Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan masyarakat sipil PNG di Port Moresby, Kamis (31/1/2019).
Dalam forum itu, OPM menyerukan aksi internasional merespon konflik di Papua.
Konferensi pers yang langka itu, seperti dilansir RNZI (1/2/2019), menghadirkan wakil-wakil OPM yang didukung oleh kelompok-kelompok masyarkat sipil PNG dan dua wakil parlemen lokal terkenal dalam isu West Papua. Mereka bersama-sama menekan kebijakan pemerintah PNG atas West Papua.
Jumpa pers itu menjadi kesempatan bagi OPM dan sayap bersenjatanya, Tentara Pembebasan Nasional (TPN) West Papua, memerbarui informasi terkait eskalasi konflik bersenjata dengan pasukan keamanan Indonesia di Pegunungan Tengah Papua.
Juru bicara OPM Jeffrey Bomanak mengumumkan dukungan resmi OPM atau TPN atas deklarasi perang melawan negara Indonesia.
Ketua Union For Free West Papua PNG, Kenn Mondiai, mengatakan jumpa pers OPM yang diselenggarakan di PNG ini adalah kewajaran sebagai sesama bangsa Melanesia.
“Isu-isu ini adalah hal yang kami rakyat PNG, rakyat Melanesia, sangat peduli. Selama 57 tahun perjuangan melawan militer Indonesia, angkatan bersenjata dan kepolisian telah membunuh banyak rakyat Melanesia. Ini tidak benar,” ujar Mondiai.
Kata dia rakyat PNG menjadi lebih peduli terhadap West Papua karena informasi di media sosial.
Pada kesempatan itu Gubernur Powes Parkop juga mengumumkan dirinya sedang bekerja mengajukan perubahan kebijakan pemerintah di parlemen terkait Papua.
Hal yang sama dilakukan oleh Gubernur Oro, Gary Juffa, yang menegaskan bahwa perjanjian puluhan tahun dengan Indonesia, yang membuat PNG tidak bisa mengintervensi urusan domestik negara tetangga, sudah ketinggalan jaman dan harus diubah.
“Dan itu harus dilakukan oleh parlemen, karena kebijakan itu juga sebelumnya disahkan oleh parlemen. Inilah tujuan dari pertemuan kami ini,” kata Juffa.
Dirinya juga mendukung sikap OPM terhadap Indonesia yang tidak akan mundur sejengkalpun. Kata Juffa, “sikap mereka (OPM) sangat kokoh. Mereka bilang hanya bersedia bernegosiasi soal kemerdekaan bukan hal-hal lain. Sebagai sesama Melanesia, juga bangsa Pasifik, kita juga harus bangkit dan berpihak pada sesama warga kepulauan Pasifik.
Sementara Menteri Pertanahan PNG, Justin Tkatchenko, mengatakan pemerintah harus lebih banyak bicara soal isu hak asasi manusia sambil disaat yang sama menghormati kedaulatan Indonesia di Papua.
“Kami tidak punya masalah dengan saudara saudari kami diseberang perbatasan menyuarakan pandangan mereka tentang apa yang terjadi pada mereka di Indonesia. Kami peduli soal itu, saya tahu Gubernur (Parkop) juga peduli soal itu, juga banyak rakyat seharusnya peduli soal itu, jika hak asasi manusia tidak ditegakkan di negara lain. Menjadi hak kedaulatan Indonesia untuk menanganinya, namun mereka juga saudara Melanesia kita yang butuh dukungan kita dengan realistis dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Pada kesempatan itu OPM sekaligus menegaskan bahwa perjuangan bersenjata mereka melawan Indonesia tak akan berakhir hingga Jakarta setuju bertemu untuk negosiasi damai. (*)
Reporter: Zely Ariane
Editor: —