Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tokoh di balik penetapan noken sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, Titus Pekey mengkritik langkah pemerintah yang melabeli kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris. Pekey mempertanyakan referensi yang digunakan pemerintah Indonesia untuk melabeli Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB sebagai teroris.
“Labelisasi teroris bagi TPNPB itu pakai referensi dari mana? Apakah referensinya agen jaringan terorisme ISIS [dari] Timur Tengah? Ataukah, pakai referensi TPNPB,” kata Pekey mempertanyakan.
Pekey menyatakan TPNPB dan ISIS sangat berbeda satu sama lain, dan tidak bisa disamakan. Selain berbeda habitat, TPNPB dan ISIS juga berbeda ideologi. Pekey juga mempertanyakan pemerintah rezim Joko Widodo yang gagal menyelesaikan masalah rasisme terhadap orang Papua, dan khawatir label teroris terhadap TPNPB justru akan memperburuk rasisme terhadap orang Papua.
“Keadaan warga masyarakat Papua terus terancam, [tidak bisa] hidup nyaman di tanah airnya. Mereka hidup dalam ketakutan. Pemerintah Indonesia buta, [tidak] paham terhadap masyarakat Papua, terus ciptakan ketidaknyamanan [secara] teratur. Aneh tapi nyata, bila Presiden sebagai kepala negara merestuinya,”katanya.
Baca juga: TPNPB dilabeli teroris demi menutupi kasus pelanggaran HAM di Papua
Pekey menyatakan Presiden Joko Widodo seharusnya mencontoh KH Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI yang selalu mengedepankan dialog damai untuk menyelesaikan masalah Papua. “Presiden Jokowi mestinya seperti Gus Dur, Presiden Indonesia yang pernah berhadapan dengan Theys Hiyo Eluay dan kawan-kawan, dan kedepankan dialog damai sebagai solusi bagi Papua,” ujar Pekey.
Penetapan TPNPB sebagai kelompok teroris dinilai Pekey sebagai penyangkalan Negara atas berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakuan aparat keamanan Indonesia sejak 1963. Pekey menyatakan, Indonesia seharusnya berkaca atas apa yang telah dilakukan aparatnya, hingga siklus kekerasan di Papua terus berlanjut.
“Karena, atas nama Negara, melakukan segala cara, [namun malah] berbuntut [kekerasan, lalu Negara memberi label] terorisme. Segera tarik label teroris [itu],” kata Pekey.
Pelabelan kelompok bersenjata di Papua sebagai kelompok teroris diumumkan pemerintah pasca penembakan yang menewaskan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya di Beoga, Kabupaten Puncak, pada Minggu (25/4/2021) pekan lalu. Presiden Joko Widodo merespon insiden itu dengan keras, dan memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh anggota kelompok bersenjata di Papua.
Baca juga: Label teroris OPM, Amnesty sebut langkah pemerintah keliru
Pada Kamis (29/4/2021), Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengumumkan bahwa pemerintah menetapkan kelompok bersenjata di Papua sebagai organisasi teroris. Pengumuman itu ditanggapi beragam, termasuk oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Pada hari yang sama, Gubernur Papua Lukas Enembe menerbitkan siaran pers menanggapi penetapan TPNPB sebagai organisasi teroris. Enembe meminta pemerintah Indonesia meninjau ulang penetapan itu, karena label teroris itu bisa berdampak secara luas bagi seua orang Papua, khususnya yang berada di luar Papua.
Dalam siaran persnya, Enembe menyatakan TNI/Polri harus membuat pemetaan yang jelas tentang keberadaan TPNPB, sehingga tidak terjadi lagi kasus salah tembak dan salah tangkap yang menyasar penduduk sipil Papua.
Siaran pers itu yang menanggapi pengumuman Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta pada Kamis itu juga disebarluaskan Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus. Enembe mendorong agar TNI dan Polri terlebih dahulu melakukan pemetaan kekuatan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang melingkupi persebaran wilayah, jumlah orang, dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut.
Baca juga: Gubernur Papua: Jangan ada lagi salah tembak dan salah tangkap warga sipil
“Ini penting, sebab Gubernur tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak dan salah tangkap yang menyasar pada penduduk sipil Papua,” kata Rifai Darus saat membacakan siaran pers Gubernur Papua itu di Jayapura, Kamis.
Rifai menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua sepakat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai bagian dari KKB adalah perbuatan yang meresahkan. Perbuatan itu juga melanggar hukum serta menciderai prinsip-prinsip dasar Hak Asasi Manusia (HAM).
Akan tetapi, Rafai menyatakan Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemberian label teroris kepada TPNPB akan memiliki dampak psikososial bagi warga Papua yang berada di perantauan (di luar Papua). Hal ini dikhawatirkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua yang berada di luar Papua.
“Pemerintah Provinsi Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar melakukan pengkajian kembali menyoal penyematan label terhadap KKB sebagai teroris. Kami berpendapat bahwa pengkajian tersebut harus bersifat komprehensif, dengan memperhatikan dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak hukum terhadap warga Papua secara umum,” kata Rifai saat membacakan siaran pers itu. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G