Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Anggota Majelis Rakyat Papua di Provinsi Papua Barat (MRPB) asal Kabupaten Raja Ampat, Yulianus Thebu, minta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat tak lupa terhadap hak royalti masyarakat adat dari bagi hasil investor yang melakukan eksploitasi nikel di Kabupaten Raja Ampat.
Dikatakan Thebu, aspirasi disertai permohonan masyarakat adat wilayah Raja Ampat sedang dikawal oleh lembaga kultur tersebut, mengingat PT Gag Nikel yang dalam kontrak karyanya telah melakukan eksploitasi sumber daya alam [nikel] di pulau Gag Distrik Waigeo Barat Kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
“Masyarakat adat belum terima royalti dari hasil tambang nikel di pulau Gag yang dikelola oleh PT Gag Nikel. Itulah aspirasi yang kami terima. Kami minta Pemda Raja Ampat bisa transparan karena ada hak masyarakat adat yang belum terpenuhi. Tugas MRPB hanya bantu fasilitasi untuk mencari solusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” kata Thebu kepada Jubi, Selasa (7/7/2020).
Thebu menambahkan pada Maret hingga April lalu, anggota MRPB perwakilan Raja Ampat telah melakukan pertemuan dengan Kementerian ESDM dan pihak PT Antam (tbk), karena PT Gag Nikel merupakan salah satu anak perusahaan PT Antam (tbk).
“Di situ kita peroleh data bahwa PT Gag Nikel telah memenuhi kewajibannya, karena telah melakukan pembayaran royalti senilai Rp36 miliar atau 64 persen yang ditranfer langsung ke Pemda Raja Ampat. Proses tranfernya pun melalui Kementerian Keuangan disertai bukti-bukti transfer,” kata Thebu.
Dalam waktu dekat, sebut Thebu, MRPB akan melakukan audiensi dengan Bupati dan DPRD Raja Ampat untuk menanyakan peruntukkan Rp36 miliar tersebut. Jika ditemukan hal-hal yang tidak benar, MRPB siap menempuh jalur hukum.
“Kami [MRPB] rencana akan bertemu dengan Bupati Raja Ampat untuk koordinasikan penggunaan uang tersebu. Jika tak jelas, kami akan bawa (masalah ini ) ke ranah hukum. Karena pembagian sudah jelas, 17 persen milik provinsi, 19 persen milik pemerintah pusat, dan 64 persen milik Pemda Raja Ampat, yang didalamnya juga ada hak masyarakat adat,” tutur Thebu.
Hal senada disampaikan wakil perempuan Raja Ampat di MRPB, Christiana Ayello. Dirinya mendesak PT Antam (tbk) bersama PT Gag Nikel untuk membangun smelter nikel di wilayah Papua Barat, sehingga bahan baku nikel dari pulau Gag tidak lagi dibawa ke luar Papua.
“Smelter nikel harus bisa dibangun di Papua Barat karena ini pun akan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Jangan hasil tambang kita selalu dibawa ke luar,” kata Ayello.
Sementara, juru bicara Pemkab Raja Ampat, Harun Matafi, yang dikonfirmasi Jubi, belum memberikan respons hingga berita ini dirilis. (*)
Editor: Dewi Wulandari