Revisi Otsus tidak boleh hilangkan pasal masyarakat adat dan HAM

Papua
Rapat virtual Pemprov Papua Barat, Kamis (17/9/2020) menyatukan pokok pikiran dalam revisi UU Otsus Papua. (Jubi/IST).

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pemerintah Indonesia tidak boleh melakukan upaya “menghilangkan” bagian-bagian penting mengenai soal perlindungan hak masyarakat adat dan HAM dalam UU Otsus Papua. Masyarakat Papua harus mengawal.

“Peringatan ini saya sampaikan, karena belajar dari pengalaman saudara-saudara di Aceh Nangroe Darussalam (NAD). Dimana di dalam Rancangan UU (RUU) nya mereka punya sejumlah usulan konkrit mengenai penyelesaian masalah hak asasi manusia dihilangkan dalam proses pembahasannya,” kata Yan Christian Warinussy dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Jumat (25/9/2020).

Read More

Ia menjelaskan pada pasal 43 menjelaskan tentang masyarakat adat dan hukum adat, dan (pasal 45, pasal 46 dan pasal 47 yang menjelaskan soal hak asasi manusia sangat penting dalam teks UU RI No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Demikian juga soal pembentukan Pengadilan hak asasi manusia (HAM) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), serta akses bagi keterlibatan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) soal hak asasi manusia.

“Saya ingin mengingatkan bahwa butir e dari konsideran menimbang dari UU Otsus Papua adalah pikiran awal yang relevan dalam konteks pemberian status dan penyelesaian hukum soal masalah HAM di Tanah Papua. Sehingga penghapusan bagian mengenai penyelesaian konflik sosial politik dan HAM di Tanah Papua sebagai dimaksud dalam kandungan pikiran luhur dalam butir e dan f dari konsideran menimbang di dalam UU Otsus Papua tentu akan menihilkan kemauan politik Indonesia dalam menjadikan Papua sebagai Tanah Damai (the Peace land of Papua).”

Untuk itu ia meminta Rakyat Papua melalui Dewan Adat Papua (DAP) dan institusi keagamaan seperti Gereja-gereja Kristen dan Katolik dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Majelis Muslim Papua serta organisasi masyarakat sipil (OMS) mesti bersatu untuk menjaga bagian penting dalam UU No.21/2001 tentang Otsus Papua.

Sebelumnya diberitakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat menegaskan akan memberikan sumbangan pokok pikirannya pada agenda revisi UU Otsus Papua yang akan digelar dalam waktu dekat.

Asisten I Pemprov Papua Barat, Musa Kamudi, mengatakan revisi draft akhir Otsus versi Pemprov Papua Barat yang akan diserahkan ke Pemerintah Pusat setelah melalui uji publik di wilayah Papua Barat.

“Kita tahu bahwa draft versi Pemerintah Pusat sudah diserahkan ke DPR RI, tapi isinya masih datar. Makanya lewat rapat virtual hari ini, tim Papua Barat satukan pokok-pokok pikiran lewat hasil uji publik bersama beberapa kepala daerah dan sejumlah tokoh masyarakat. Semoga pokok pikiran kita bisa diakomodir dalam draft revisi otsus itu,” kata Kamudi di Manokwari, Kamis (17/9/2020).

Alasan pengusulan pokok pikiran Pemprov Papua Barat dalam revisi UU Otsus Papua, sebut Kamudi, karena yang mengetahui permasalahan di daerah adalah para kepala daerah

“Ini bagian dari upaya Pemprov Papua  Barat untuk menjemput bola. Kami akan laporkan kepada Mendagri dan juga bertemu Kaukus Papua dari unsur DPD dan DPR RI untuk bantu suarakan saat pembahasan, agar ada pemahaman yang sama antara pusat dan daerah dalam revisi UU Otsus,” katanya.

Dia menambahkan, pokok-pokok pikiran Pemprov Papua Barat dalam revisi terbatas, pun telah dikaji oleh lembaga KOMPAK. Hasilnya sudah diserahkan kepada DPR Papua Barat dan MRP Papua Barat untuk turut memberikan menyampaikan pokok pikiran.

Sementara, Ketua MRP Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren, mengatakan keputusan MRP dan MRPB sudah final, saat bertemu Mendagri di Jakarta beberapa waktu lalu.

“Jadi keputusan kami tetap, yaitu kembalikan draft revisi UU Otsus ke tangan Rakyat Papua dan segera lakukan Rapat Dengar Pendapat (RPD) sebagaimana amanat Pasal 77 UU 21 Tahun 2001,” ungkap Ahoren kepada Jubi belum lama ini. (*)

Editor: Angel Flassy

Related posts

Leave a Reply