Kuliah perdana FH Uncen bahas perdagangan oleh pelintas batas negara

Kuliah Perdana Uncen, Papua
Dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Novana Veronika Julenta Kareth, SH MH menyampaikan materi dalam acara Pembukaan Kuliah Umum Semester Ganjil Fakultas Hukum Uncen, Jumat, (03/9/2021). - IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pembukaan Kuliah Umum Semester Ganjil Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih bertema “Perjanjian Papua New Guinea dengan Indonesia” yang digelar secara daring pada Jumat membahas seluk-beluk perdagangan tradisional pelintas batas negara Indonesia dan Papua Nugini. Materi kuliah umum itu disampaikan dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Novana Veronika Julenta Kareth SH MH.

Kareth mengatakan perdagangan tradisional di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini melibatkan masyarakat yang berada di sekitar daerah perbatasan, termasuk di Skouw, Kota Jayapura, Papua.

Read More

“Kita lihat orang Indonesia [yang berdagang] bawa dong pu jualan untuk jualan di Skouw. Orang Papua Nugini juga jualan di [perbatasan]. Ada [yang] jual sosis, daging domba, kornet, dan segalanya,” kata Kareth dalam Pembukaan Kuliah Umum Semester Ganjil Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih bertema “Perjanjian Papua New Guinea dengan Indonesia” yang digelar secara daring pada Jumat, (3/9/2021).

Baca juga: Sebelum diresmikan, pedagang harus tempati los pasar di PLBN Sota

Kareth mengatakan perdagangan skala besar, termasuk ekspor Indonesia ke Papua Nugini dalam volume besar, kebanyakan dilakukan melalui negara ke-tiga. Perdagangan lintas batas, di mana kedua pemerintah akan membuat peraturan-peraturan untuk memudahkan perdagangan lintas batas, dijalankan warga kawasan perbatasan dengan berdasarkan kebiasaan masyarakat perbatasan.

Kareth mengatakan penyusunan peraturan perdagangan lintas batas kedua harus memastikan kemudahan berdagang di kawasan perbatasan itu hanya diberikan kepada warga yang secara tradisonal bertempat tinggal di perbatasan. Selain itu perdagangan lintas batas itu bersifat tradisional, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang di daerah perbatasan.

“Dalam basic agreement, kita kenal KLB [atau Kartu Lintas Batas]. KLB itu diberikan kepada orang asli Jayapura terutama mereka yang tinggal di daerah sekitar perbatasan. Mereka menggunakan KLB yang dulu dikenal dengan ‘kartu merah’ untuk keluar masuk [Papua Nugini], mereka tidak menggunakan visa,” katanya.

Baca juga: Pembukaan PLBN Skouw ditunda sebulan lagi

Kareth mengatakan dasar perjanjian maupun wadah kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini diatur dalam Basic Agreement 1979, dengan turunannya Spec Agreement 1993 yang telah diperbaharui pada 2003, dan berakhir pada 18 Maret 2013. Perdagangan tradisional di kawasan perbatasan juga diatur persetujuan perdagangan kedua negara pada 15 September 2000.

“Perjanjian itu akan ditinjau kembali pada saat berakhirnya waktu sepuluh tahun, atau [ditinjau] sebelumnya dengan kesepakatan para pihak. Artinya, perjanjian itu harus diperbaharui karena dari kebiasan-kebiasan dulu dengan sekarang sudah ada perbedaan yang sangat jauh. Jadi perjanjian, hukum, undang-undang harus berubah mengikuti keadaan zaman,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Dr Basir Rohrohmana SH MHum dalam pembukaan kuliah umum itu mengatakan kuliah daring digelar karena pandemi COVID-19 belum mereda. Ia pun mengucapkan selamat kepada mahasiswa baru yang sudah diterima di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply