Papua No. 1 News Portal | Jubi
“Knambut ini menyebar pula dari wilayah Sepik, Skouw sampai wilayah kebudayaan Tabi khususnya masyarakat Teluk Humbolt dan Youtefa.”
Orang-orang dari Kampung Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, sejak dulu mengenal knambut, atau alat tifa celah, atau Slit Drum. Tifa celah karena terbuat dari kayu yang dilobangi bagian tengah, agar bisa dipukul atau diketok dalam upacara adat, beriringan dengan tabuhan tifa.
“Kitorang sejak dulu sudah mengenal alat pukul kayu dalam bahasa kami disebut Knambut kalau orang orang di Papua Nugini dalam bahasa Pidgin dinamakan Garamut,”kata Haris Malo warga Kampung Skouw Mabo kepada Jubi di Jayapura, Selasa (23/3/2021) siang.
Dia menambahkan, alat knambut itu sangat sakral, dan biasanya digunakan saat upacara upcara penting, terutama saat pelantikan ondoafi. “Saya memang belum pernah lihat secara langsung, tetapi mendengar cerita dari orang tua,” kata Malo.
Baca juga: Tifa Merauke telah miliki hak cipta dan diakui dunia
Ia menambahkan, orang yang bertugas memukul dan membuat alat knambut itu hanya orang dari klan atau marga tertentu saja. Menurutnya, kalau di Kampung Skouw, knambut biasanya dibuat oleh klen atau marga Membilong. “Mereka juga yang harus memukul knambut,”katanya.
Sebenarnya perkusi serupa knambut itu menyebar rata di wilayah kebudayaan Tabi. Masyarakat Teluk Humbolt dan Youtefa misalnya, juga memiliki alat serupa knambut itu, sesuai dengan kebutuhan dalam upacara adat mereka.
Masyarakat adat di Papua Nugini (PNG) juga memiliki alat perkusi serupa knambut. Dalam tradisi masyarakat adat Kampung Boga, Sepik Timur, PNG misalnya, perkusi itu disebut garamut.
Dalam rangkaian persemayaman dan penghormatan bagi pemimpin kemerdekaan PNG, Sir Michael Thomas Somare yang berpulang pada 26 Februari 2021 lalu, kepala suku dari Kampung Boga memukul garamut dua kali. Yang pertama memberi isyarat untuk diam, dan yang kedua memberi isyarat agar orang-orang pergi untuk berkabung menyambut kedatangan sang pemimpin besar. Somare adalah ondoafi atau pemimpin adat dari Suku Marik, sehingga harus ada penghormatan dalam bentuk upacara adat dan dua kali pemukulan garamut.
Peneliti Garamut (Slit-drums) dari Papua Nugini, Alphonse Aime Yambisang PhD dalam disertasinya berjudul “Garamut (Slit-drums) Among the Kayan: A case study of the historical and contemporary significance of garamut among the Kayan people of Madang, Papua New Guinea” menyebutkan bahwa garamut bukan sekadar sepotong kayu yang berlubang mengeluarkan suara bila diketok dengan kayu. Garamut merupakan obyek yang terkait dengan kehidupan masyarakat setempat. Menurutnya, objek memang mempengaruhi perilaku sosial manusia.
Baca juga: Etai dan Pikhon
Penelitian itu menyelidiki bagaimana garamut dianggap menjiwai kekuasaan dan hak pilihan untuk mempengaruhi beberapa kelompok orang di Papua Nugini. Garamut juga erat kaitannya dengan kemakmuran mereka karena sebagai bangsa memberikan hubungan komunikasi kolektif dan identitas individu mereka.
Lebih lanjut kata dia terdapat perbedaan dan penggunaan garamut. Pertama ada garamut roh, kedua garamut milik klan, dan ketiga adalah garamut pribadi. “Tujuan garamut, selama orang bernyanyi atau mengirim pesan atau kabar,” katanya.
Yambisang menuturkan seorang tetua Kayan dari Madang Province, PNG, memberi tahu tentang semangat garamut kampung yang disebut Ruknai, yang diukir sejak 1920. Ruknai itu merupakan milik klan Samnge. Menurut Yambisang, walaupun garamut memakai nama roh Ruknai, tetapi roh yang berada dalam garamut dipanggil Babacbi, sebab laki laki Samngae yang mengukir garamut telah menjebak roh masuk ke dalam garamut dengan ilmu sihir. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G