Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketika Provinsi Irian Barat masih beribukota di Soa-Siu, zaman Papua masih bernama Nederlands Nieuw Guinea, Sultan Zainal Abidin Syah kemudian ditetapkan sebagai gubernur sementara propinsi perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956 di Soa-Siu Tidore, sesuai dengan SK Presiden RI No. 142/ Tahun 1956, Tanggal 23 September 1956. Selanjutnya sesuai SK Presiden RI No. 220/ Tahun 1961, Tanggal 4 Mei 1962, ia ditetapkan sebagai gubernur tetap Propinsi Irian Barat.
Oleh karena adanya provinsi perjuangan di Tidore, maka dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) V di Bandung Jawa Barat, kontingen Irian Barat berpartisipasi dalam pesta akbar nasional ke-5 dari 23 September sampai dengan 1 Oktober 1961. Kontingen Irian Barat berjumlah 50 orang ikut pula dalam pesta akbar itu.
“Ayah saya, Ben Urbon, ikut dalam PON V di Bandung pada 1961 dan Beliau yang memegang bendera kontingen Provinsi Irian Barat,“ kata Dominggus Urbon, anggota DPR Papua Barat wakil Otsus Papua Barat, saat dihubungi arsip.jubi.id melalui akun pribadi facebook.com, Kamis (14/10/2021).
Insinyur Geodesi dari ITENAS Bandung itu menambahkan waktu itu ayahnya memegang bendera dan tercatat sebagai atlet bulutangkis dari Provinsi Irian Barat. Meski tak peroleh satupun medali, lanjut Urbon, suatu kebanggaan karena ayahnya yang memegang bender kontingen Provinsi Irian Barat Perjuangan.
Ule Latumahina mantan atlet cabor atletik juga membenarkan bahwa Provinsi Irian Barat ikut serta dalam PON V tahun 1961 di Bandung.
“Saya waktu itu masih pelajar SMP, ikut cabor atletik sedangkan adik Dominggus Urbon masih kecil,” katanya kepada arsip.jubi.id di kediamannya di Dok V Bawah Kota Jayapura, Papua, Selasa (12/10/2021).
Dia menuturkan rombongan tim Irian Barat nama Papua waktu itu berangkat dari Soa Siu, ibukota perjuangan Provinsi Irian Barat, dengan menumpang kapal laut ke Surabaya. Sampai di Surabaya kemudian naik kereta api ke Bandung.
“Kami tidak dapat medali tetapi kehadiran kami membanggakan dan ayah Dominggus Urbon yaitu Ben Urbon memegang bendera kontingen Irian Barat,” tuturnya.
Setelah Irian Barat resmi masuk dalam wilayah Indonesia, lanjut Latumahina, tim Irian Barat akan ikut dalam PON VI 1965 tetapi peristiwa G 30 S PKI maka pesta akbar itu dibatalkan dan ditunda sampai PON VII 1969 di Surabaya.
“Dalam PON VII di Surabaya barulah Papua atau Irian Barat ikut dan meraih satu medali emas dari cabor atletik nomor lempar lembing atas nama Adolina Rerei,” kata Ule Latumahina, seraya menambahkan mestinya Adolina Rerei juga ikut dalam membawa obor api PON Papua.
Menurut dia pada PON VII di Surabaya ketua penyelanggara waktu itu adalah Kolonel Acub Zainal yang kemudian menjadi Panglima Kodam XVII Cenderawasih dan Gubernur Provinsi Irian Jaya.
Saat Gubernur Irian Jaya, Acub Zainal, semua fasilitas mulai dilakukan dari memugar Stadion Mandala dan melengkapi fasilitas olahraga terutama cabor angkat besi dan atletik, tinju, dan sepak bola.
“Beliau mendatangkan pelatih-pelatih berkualitas termasuk kunjungan tim atletik Olimpiade dari Jerman Barat untuk mendidik atlet-atlet Papua kala itu,” kata Latumahina.
Sebenarnya, lanjut dia, cabang olahraga seperti renang, panahan, atletik, tinju, dan sepak bola sejak dulu sudah berkembang di Papua.
“Tinggal bagaimana mencari atlet muda dan dibina secara baik. Pelatih yang baik mampu mencari dan membina atlet potensial,” katanya seraya menambahkan sedih dengan prestasi tim atletik Papua dari memperoleh 10 medali emas di PON Palembang dan sekarang di Papua hanya satu medali emas dari nomor lempar cakram.
Meski Papua telah meraih banyak medali dan menempati urutan ke-4 dalam PON Papua 2021, menurut Ule Latumahina dengan venue-venue berstandar internasional, Papua harus melahirkan atlet-atlet berbakat dengan melakukan pencarian atlet secara baik dan benar.
Pasalnya, jika tidak membina atlet dan meningkatkan kualitas pelatih, lanjut Latumahina, untuk apa ada fasilitas olahraga level internasional tetapi tidak menghasilkan atlet berprestasi. (*)
Editor: Dewi Wulandari