Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Keluarga besar Suku Ongge kembali memalang Stadion Papua Bangkit di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, yang direncanakan dalam beberapa hari ke depan akan diresmikan penggunaannya.
Pemicu pemalangan adalah fasilitas air bersih yang digunakan ke dalam stadion tersebut yang hingga saat ini belum dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua kepada pemilik hak ulayat.
“Kami tidak persoalkan nama stadionnya, yang kami tuntut adalah air bersih yang digunakan dari atas tanah kami,” ujar Kepala Suku Ongge, Bartolemeus Ongge, yang dihubungi di Sentani, Senin (19/10/2020).
Dikatakan, sudah berkali-kali pihaknya menyurati Pemerintah Provinsi Papua terkait penggunaan air bersih. Namun hingga stadion ini akan diresmikan, belum juga ada realisasi terhadap tuntutan yang mereka ajukan.
Sejak awal, kata Ongge, pipa air bersih yang dipasang sudah pernah dibongkar, tetapi ada itikad baik sebagai uang permisi kepada suku Ongge sebesar Rp100 juta. Tetapi tuntutan penggunaan air sepenuhnya dari dalam tanah dan sungai Makanuai tetap harus dibayarkan.
“Luasannya 3X3 meter sepanjang tiga setengah kilometer dari sungai Makanuai hingga stadion aquatik. Tuntutan kami sebesar Rp50 miliar harus segera direalisasi,” katanya.
Baca juga: Peresmian venue PON XX Papua kemungkinan digelar virtual
Tuntutan tersebut, tegas Ongge, kalau tidak dibayarkan maka pipa-pipa yang sudah terpasang akan dibongkar, karena bukan hanya air dari dalam tanah saja yang diambil tetapi juga yang mengalir dari sungai Makanuai.
“Sekali lagi, silakan menggunakan nama Lukas Enembe untuk stadion ini, tetapi hak kami harus dibayarkan sebelum peresmian,” ungkapnya.
Penggunaan air dari sungai Makanuai juga dimanfaatkan sebagai air bersih bagi masyarakat yang tinggal di Kampung Harapan dan sekitar Stadion Papua Bangkit. Saat ini masyarakat mulai merasa kekurangan air bersih.
“Sebelum ada stadion, air bersih mengalir dengan lancar, tetapi sekarang bisa hingga dua hari air tidak mengalir,” pungkas Savo, salah satu masyarakat di Kampung Harapan. (*)
Editor: Dewi Wulandari