Papua No.1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Panitia khusus Majelis Rakyat Papua Barat (Pansus-MRPB) mendorong terbentuknya peradilan adat di kabupaten Sorong sebagai solusi untuk menjawab hak-hak masyarakat adat dari kekuasaan investor sawit.
Ketua pansus sawit MRPB Mathias Komegi mengatakan dukungan nyata lembaga kultur ini terhadap keputusan Bupati Sorong sedang berproses, setelah pansus berkoordinasi dengan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi dan Bupati kabupaten Sorong Johni Kamuru pada 15 dan 16 September lalu.
Komegi mengatakan, pansus MRPB banyak menerima masukan dari masyarakat adat sekitar areal perkebunan sawit di kampung Klasari Distrik Moisigin, dengan keluhan yang sama tentang hak-hak adat yang belum diselesaikan oleh perusahaan sawit.
“Pansus sudah bertemu masyarakat adat di kampung Klasari Distrik Moisigin yang tanah adatnya masuk dalam areal perkebunan sawit pada 17 September. Masyarakat adat butuh kepastian tentang hak mereka lewat aspirasi yang disampaikan ke perusahaan tapi belum terjawab,” ujar Komegi melalui sambungan telepon, Selasa (28/9/2021).
Komegi melanjutkan, pansus MRPB yang dibentuk untuk menyelesaikan konflik sawit ini mendorong terbentuknya peradilan adat di bawah kendali LMA Malamoi.
Ia mengatakan, bahwa dorongan pendirian peradilan adat ini sesuai dengan semangat Otonomi Khusus Papua sebagaimana tercantum dalam pasal 50 dan 51 UU Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus.
“Peradilan adat di bawah LMA Malamoi ini akan menjadi wadah untuk menerima dan menindaklanjuti semua aspirasi masyarakat adat yang berkaitan dengan hak dan kewenangan di atas tanah adatnya yang sedang dalam kekuasaan investor sawit,” ujar Mathias Komegi.
Komegi mengatakan, bahwa hasil kerja pansus MRPB terkait peradilan adat ini akan segera dibahas dan ditetapkan dalam agenda sidang lembaga kultur dan diserahkan kepada pimpinan MRPB.
“Kami pastikan dalam waktu yang tidak terlalu lama hasil kerja Pansus akan ditetapkan dan diserahkan kepada pimpinan MRPB untuk penerbitan rekomendasi kepada perusahaan sawit, pemerintah dan lembaga terkait,” tutur Mathias Komegi.
Sebelumnya, Ketua umum Dewan Adat Malamoi Sorong, Paulus Safisa memberikan kritikan terhadap kinerja lembaga kultur MRPB terhadap keputusan Bupati Sorong pasca pencabutan izin tiga perusahaan sawit.
Paulus Safisa mendorong pimpinan dan anggota lembaga kultur MRPB memberikan rekomendasi [legalitas kultur] untuk menguatkan keputusan Bupati Sorong yang sedang berhadapan hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
Ia menyebut MRPB harus menjadi garda terdepan dalam memproteksi hak-hak masyarakat adat.
“Keputusan Bupati Sorong adalah keputusan anak adat untuk selamatkan masyarakat adat dan tanahnya dari kekuasaan investor sawit, MRPB pun harus ikut mengawal proses ini supaya ada keadilan bagi masyarakat adat di mata hukum,” ujar Paulus Safisa. (*)
Editor: Edho Sinaga