Panggung seni dan diskusi, cara mengenang Arnold C AP

Mahasiswa Papua di Kota Ambon – Jubi/ Dok AMP Ambon.

Nabire,  Jubi – Memperingati 35 Tahun Kematian Arnold C AP, salah figur pembebasan Nasional Rakyat Papua Barat. Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Studi Ambon dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-W) menggelar diskusi dan panggung seni bersama.

Diskusi ini berlangsung di Asrama Honai Jayawijaya Kota Ambon, pada Jumat, 26 April 2019 jam 18.00 Wit sore.

Read More

Ketua AMP Kota Ambon Abner Holago mengatakan kegiatan tersebut dilakukan untuk mengenang Hari Kematian Arnold Clemens Ap yang ke 35. Diisi dengan  Diskusi Perjalanan Perjuangan Arnold C. Ap dan kawan-Kawannya melalui lagu Mambesak, pembacaan puisi, Lagu – lagu perjuangan.

“Kami melakukan diskusi mengenang gerakan kebangkitan seni dan budaya Papua Barat yang dipelopori oleh Arnold Clemens Ap, Sam Kapisa, dan kawan – kawannya serta mahasiswa Universitas Cendrawasih (Uncen) di Jayapura,” ujar Abner Holago, seperti dikutip dari rilis yang diterima Jubi di Nabire. Sabtu (27/04/2019).

Dikatakan Holago, gerakan mahasiswa melalui seni dan budaya yang lahir pada tahun 1972 itu, dimulai dari gereja – gereja, panggung ke panggung, hingga terakhir di RRI Nusantara V Jayapura dan terus berkembang hingga pada 15 Agustus 1978, melahirkan grup musik yang diberi nama Mambesak.

Tujuannya adalah untuk menghibur hati masyarakat bangsa Papua Barat yang sedang diintimidasi, dianiaya, diperkosa, dan dibunuh di atas tanahnya sendiri.

“Grup Mambesak memberikan inspirasi yang kuat dan membangkitkan nasionalisme bangsa Papua Barat yang berbarengan perlawanan terhadap Republik Indonesia yang mulai menguat di daerah-daerah Papua Barat lainnya,” tutur Holago

Dijelaskan, hingga hari ini pun, hak demokratis rakyat Papua masih dibungkam. mahasiswa Papua yang sering direpresi militer, kampus, dan pemerintah. Bahkan, melalui diskusi dan demo damai yang membicarakan HAM, menyanyikan lagu-lagu Mambesak, ataupun mementaskan budaya nasional Papua Barat masih saja dilarang bahkan dibubarkan oleh negara kolonial Indonesia.

“Ini terjadi pada  mahasiswa Papua Barat di Tanah Papua maupun di luar Papua. Rakyat sipil di kampung maupun kota di Tanah Papua kerap terancam secara sistemik oleh militer melalui teror, penyisiran, penembakan, peledakan bom, penganiayaan, pemerkosaan, pembongkaran rumah warga, pembunuhan hewan peliharaan, dan beragam intimidasi lainnya,” jelasnya.

Fijai Jaban, dari Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua, menambahkan dalam perjuangan pembebasan, Aktivis selalu diintimidasi, kantor KNPB DAN ULMPB dibakar. bahkan ruang demokrasi sengaja dirusak dan dibungkam agar akumulasi modal dapat terus merusak alam dan rakyat Papua.

Pulasi rakyat Papua Barat semakin menurun dari tahun ke tahun akibat genosida perlahan yang pemerintah kolonial lakukan terhadap rakyat Papua Barat. Dan Pemerintah kolonial enggan melihat latar belakang sejarah gerakan kemerdekaan bangsa Papua Barat.

“Padahal, Rakyat Papua Barat secara umum tidak menginginkan Indonesia berkuasa di atas tanah Papua Barat. Kami hanya mengehendaki hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi terbaik,” terangnya.

Kata Jaban, dalam diskusi tersebut menghasilkan enam tuntuan dalam memperingati hari kematian Arnold Ap. Sehingga AMP)-Ambon dan FRI-WP Papua) menuntut pemerintah Indonesia dan Persatuan Bangsa-Bangsa agar segera :

1. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua.
2. Usut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua
3. Tutup dan hentikan segala aktivitas eksploitasi semua perusahaan multinasional imperialis;
seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo, dan lain-lain, dari seluruh Tanah Papua.
4. Tarik militer (TNI-POLRI) organik dan non organik dari Tanah Papua.
5. Usut tuntas dan adili kasus pembunuhan terhadap Arnold C Ap dan kawan-kawannya.
6. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya serta beri akses jurnalis nasional dan internasional di Papua Barat.

“Itu pernyataan sikap ini kami buat. Dan Kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, pembungkaman, penindasan, dan penghisapan, terhadap rakyat dan bangsa West Papua,” tandasnya.

Ditangkapnya seniman Arnold C.Ap

Pemerintah Indonesia telah melihat gerakan kebudayaan yang diusung Mambesak sebagai sesuatu yang berbahaya, sehingga mereka menangkap Arnold Ap.

Ia ditahan sejak November 1983 dan dituduh sebagai sebagai OPM kota yang ikut berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

Arnold Ap kemudian dibunuh Pemerintah Indonesia melalui Kopassandha (kini Kopassus). Mayatnya ditemukan tanggal 26 April 1984 di Pantai Base G, Jayapura.

Pembunuhan Arnold Ap diatur dengan skenario melarikan diri. Sebelumnya, Arnold secara sengaja dibebaskan oleh Kopassandha dari dalam tahanan.

Dia kemudian hendak menyeberang ke Papua New Guinea—menyusul istri dan anaknya yang telah mengungsi sebelumnya—justru ditembak mati.

Selain Arnold, rekannya, Eduard Mofu, juga dibunuh dan ditemukan terapung di permukaan laut Pantai Base G, Jayapura. Luka tembak menganga di dada dan perutnya.

Atas kejadian tersebut, di Jayapura, sekitar 800 rakyat Papua Barat melarikan diri ke perbatasan Indonesia-Papua Nugini, sebagai bentuk protes atas sikap tidak manusiawi Indonesia terhadap Bangsa Papua Barat.

Pada hari yang sama sekitar 300 rakyat Papua Barat melakukan long march mengantar mayat mendiang Arnold Ap dari Jayapura menuju Tanah Hitam, tempat peristirahatan terakhir Arnold Ap.

Bagi rakyat Papua Barat, walau Arnold Ap dibunuh, jiwanya tetap hidup bersama rakyat dan bangsa Papua Barat. Dia sudah tidak ada tetapi semangatnya telah membangkitkan semangat perlawanan rakyat Papua Barat.

Nama Arnold Clemens Ap bagi rakyat Papua Barat adalah simbol, identitas, dan bapak budaya bangsa Papua Barat. Karenanya, tanggal 26 April menjadi momen bersejarah bagi rakyat Bangsa Papua Barat, karena pada tanggal tersebut adalah tanggal kematian sang budayawan, yang berhasil mempersatukan kurang lebih 250 suku yang mendiami Pulau Papua Barat melalui gerakan seni dan budaya, melalui grup musik Mambesak. (*)

Related posts

Leave a Reply