Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf Kawer menilai hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF Intan Jaya tidak tegas dalam mengungkap penembakan terhadap Pdt Yeremia Zanambani. Kawer menyatakan penyelidikan kasus itu seharusnya dilakukan tim ad hoc bentukan Komisi Nasional HAM, sehingga hasilnya bisa ditindak lanjuti dengan penyidikan dan proses hukum.
Hal itu dinyatakan Gustav Kawer dimintai tanggapan atas pengumuman hasil investigasi TGPF Intan Jaya bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (21/10/2020). ‘Iya, hasil investigasi belum terlalu tegas. [TGPF menyebut ada] indikasi [keterlibatan] oknum aparat [dalam penembakan Pdt Yeremia Zanambani, atau [keterlibatan] pihak ketiga,” kata Kawer.
Kawer menyatakan kesimpulan TGPF yang tidak tegas menyebabkan tidak terbacanya alur dugaan pelanggaran HAM dalam penembakan terhadap Pdt Yeremia Zanambani pada 19 September 2020 lalu di Kabupaten Intan Jaya, Papua. “Arahnya ke perilaku oknum,” kritik Kawer.
Meskipun Komnas HAM telah menurunkan tim untuk menyelidiki kasus penembakan Pdt Yeremia Zanambani, Kawer menyayangkan mengapa Komnas HAM tidak membentuk tim ad hoc atau Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP HAM). Padahal, pembentukan KPP HAM merupakan alur pro justitia yang justru diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM).
Baca juga: Laporan TGPF Intan Jaya, Pendeta Yeremia tewas akibat tembakan aparat
“Ruang [penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus] itu seharusnya memang dilakukan oleh KPP HAM. Sekarang, TGPF ini bertindak seolah-olah Komnas HAM. [Sebaliknya], Komnas HAM bertindak seolah-olah lembaga yang tidak punya kewenangan [pro justitia],” kata Kawer.
Kekacauan alur itu menunjukkan negara belum memiliki keseriusan untuk menjalankan proses hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengacu kepada ketentuan Pasal 18 dan Pasal 19 UU Pengadilan HAM, Kawer menegaskan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM merupakan wewenang Komnas HAM.
UU Pengadilan HAM itu pula yang mengatur wewenang Komnas HAM membentuk tim ad hoc yang terdiri dari unsur masyarakat dan Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM. “Jika merujuk UU di atas, alurnya Komnas HAM RI membentuk KPP HAM yang melibatkan unsur masyarakat. Kemudian, KPP HAM itu melakukan penyelidikan, melakukan pemeriksaan saksi, mengumpulkan bukti, maupun meminta kesediaan pihak keluarga korban untuk melakukan autopsi. Itu yang pro justitia,” ujar Kawer.
Baca juga: Hasil temuan TGPF Intan Jaya, Mahfud : Selesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku
Terkait pengumuman hasil invetigasi TGPF pada Rabu, Kawer menyatakan hasil temuan TGPF lebih tepat jika diserahkan juga kepada Komnas HAM. “Untuk TGPF, kalau dia mengerti bahwa dia lembaga yang tidak punya kewenangan hukum melakukan tindakan pro justitia, hasil investigasinya itu diserahkan ke Komnas HAM. Bukan ke Presiden. Nanti baru Komnas HAM yang punya kewenangan yang melakukan tindakan pro justitia,” kata Kawer.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan hasil investigasi TGPF Intan Jaya menemukan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia Zanambani, di Intan Jaya, Papua. “Mengenai terbunuhnya pendeta Yeremia pada 19 September 2020, info dan data yang didapat tim menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat,” kata Mahfud, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.
Meski begitu kata Mahfud ada dugaan kemungkinan penembakan dilakukan oleh pihak ketiga. Selanjutnya kata dia, pemerintah akan menyelesaikam kasus ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Baik pidana maupun administrasi negara sejauh menyangkut tindak pidana yang berupa kekerasan dan atau pembunuhan. Pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan menyelesikan sesuai hukum berlaku tanpa pandang bulu,” kata Mahfud.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G