Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Papua harus berani memediasi dan mencari solusi terhadap 8.700 karyawan korban PHK Mogok Kerja PT. Freeport, Mei 2017 lalu.
Pengacara Perkumpulan Advokad Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Yohanis Mambrasar mengatakan surat dengan Nomor 560/1271 yang dikeluarkan Disnaker Papua sudah cukup menjelaskan standar yang dipakai PT. Freeport untuk melakukan PHK karyawan dan karyawatinya itu tidak benar dan tidak sesuai dengan undang-undang.
“Dalam surat itu terlihat jelas bahwa tahapan sebelum melakukan keputusan PHK melalui wadah yang sah itu tidak dilakukan oleh PT.Freeport Indonesia tetapi mereka melakukan PHK sepihak,” katanya saat memberikan keterangan pers di Kantor Perkumpulan Advokad Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Senin, (8/10/2018).
Sayangnya, pengakuan dari pemerintah dalam hal ini Disnaker Provinsi ke Freeport sangat lemah. Seharusnya Disnaker Provinsi Papua memberikan anjuran setelah melakukan pemeriksaan.
“Isi surat yang seharusnya mengajurkan agar kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah, sekaligus mencari solusi bersama sesuai dengan aturan. Bukan hanya memberikan penegasan hukum kepada kami,” katanya.
Kalau isi surat hanya penegasan kepada PT. Freeport, Mambrasar menilai bukan cara menyelesaikan masalah.
“Pemerintah harus berdiri di tengah antara masyarakat dan Pt. Freeport. Sebab apabila ada anjuran yang jelas dari Disnaker, dengan anjuran itu mereka bisa kawal bersama sama PT.Freeport juga bisa memberikan satu langkah maju bagi korban PHK,” katanya.
Mambrasat juga mengaku kecewa sikap DPR Papua yang berjanji akan membentuk Pansus, tapi sampai hari ini tidak ada langkah maju. “Ini cara kerja buruk yang ditunjukan oleh DPR Papua,” katanya.
Ketua Koalisi Buruh, Mahasiswa, dan Rakyat Papua Yosepus Talakua menilai manajemen PT. Freeport Indonesia mengabaikan surat yang diberikan oleh Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Papua.
“Kami memegang alasan utama PT. Freeport adalah mencari celah untuk memperkuat kebijakan strategis berupa program efisiensi ‘furlough’ yang telah terapkan dengan alasan perusahaan merugi namun kenyataanya tidak terbukti kalau PT.Freeport Indonesia tidak mengalami kerugian,” katanya.(*)