Oleh: Florentinus Tebai*)
Transaksi jual-beli tanah ini sudah dan sedang terjadi di hampir seluruh tanah Papua. Transaksi jual-beli tanah di sekitar area Jayapura misalnya, sebagaimana ditulis dalam berita “Banyak tanah dijual sembarangan di Kota Jayapura” (Jubi, Kamis, 25 April 2019). Fenomena itu tidak hanya terjadi di Jayapura, melainkan terus terjadi di berbagai pelosok Tanah Papua, baik di Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat.
Realitas itu menunjukkannya bahwa Orang Asli Papua (OAP) selaku pemilik tanah tidak menghargai tanah sebagai seorang Mama yang selalu siap sedia melayani OAP sebagai anak-anaknya. Saya menjadi heran ketika melihat, mendengar, bahkan membaca berita penjualan tanah yang dilakukan oleh OAP sendiri, OAP selaku pemilik tanah di negerinya. Tanah itu dijual dalam harga yang lebih murah. “massifnya penjualan tanah di Jayapura itu sudah berlangsung lama. Ada yang dijual mahal. Ada yang dijual murah” (Jubi, Kamis, 25 April 2019).
Dulu, mau ambil tanah harus mendapatkan ijin dari Ondo, tetapi yang terjadi saat ini adalah buat rumah dulu baru minta ijin sama Ondo. Kita masih bersikap demikian karena OAP selaku pemilik tanah masih belum memahami makna dari tanah sebagai Mama bagi kita, OAP. Maka kita semua sebagai OAP, marilah kita terlebih dahulu memahami konsep tanah bagi kita, OAP.
Konsep Tanah bagi Kita OAP
Tanah mempunyai pandangan atau konsep tersendiri dalam kehidupan OAP. Konsep atau pandangan itu sendiri, yakni tanah sebagai harapan bersama, dan dan tanah sebagai relasi iman. Kedua konsep ini amatlah penting dan merupakan sebuah landasan kehidupan OAP. Ernest Pugiye juga memberikan sedikit pemahaman juga mengenai, “Konsep Tanah bagi Papua” (https://Jelatanp.com, Minggu, 10 Juni 2018). Tanah sebagai harapan bersama dinilai secara nyata. Artinya bahwa tanah bagi OAP adalah sebuah harta yang abadi dan terakhir. Tanah mengandung nilai-nilai yang transendental (tidak kelihatan) yang absolut. Di dalamnya juga terkandung kemuliaan dan keagungan yang memberi arti, makna, manfaat, ataupun tujuan hidup yang baik dan benar bagi OAP.
Konsep tanah mengenai harapan hidup, juga berkaitan erat dengan harapan hidup masyarakat OAP untuk saat ini, maupun juga bagi generasi muda penerus bangsa di masa depan. Oleh karena itu, OAP tidak bisa hidup tanpa tanah. Pada prinsipnya, OAP sejak tete-nene moyang hingga kini menjadikan tanah sahabat hidupnya. Artinya, bahwa OAP hidup, bekerja dan tinggal di atas tanah. Tanah menciptakan dan melahirkan OAP sebagai manusia sejati. Dan tanah dianggap sebagai Mama sejati, karena OAP dibesarkan oleh tanah milik mereka.
Sementara itu konsep tanah mengandung relasi iman adalah konsep tanah sebagai harapan hidup bersama itu dapat diandalkan melalui iman yang diyakininya OAP. Ada pesan-pesan juga makna yang terkandung di dalam keagungan dan kemuliaan di atas tanah ini, Papua. OAP sudah meyakininya bahwa Sang Pencipta sendiri, sejak menciptakannya tanah ini telah menjadi berkat bagi OAP di tanah Papua, sehingga dapat menjanjikan harapan hidup bagi OAP di atas tanahnya. Kita semua sebagai OAP tentu megupayakannya, supaya Mama kita, tanah Papua tetap ada bersama kita untuk saat ini, dan di masa mendatang.
Upaya Kita Menjaga “Mama Kita” (Tanah Papua)
Kita sebagai OAP tidak boleh tinggal diam di hadapan sekian banyak persoalan kita. Ada beberapa hal yang mestinya kita lakukan dalam upaya menjaga “Mama Kita”, tanah Papua. Pertama: Semua OAP yang tinggal di tanah Papua mesti menyadarinya bahwa esksistensi dirinya sebagai OAP adalah tinggal dan hidup di atas tanah Papua. Oleh karena itu, setiap OAP mempunyai kewajiban untuk terus memelihara dan melindungi tanah Papua sebagai Mama kita, bukan untuk diperjualbelikan kepada orang lain.
OAP mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melindungi tanah secara baik dan benar. Yang lebih penting lagi, OAP mesti mengelola tanah Papua sebagai Mama yang bermartabat. Artinya, dalam mengelolah tanah OAP mesti bersikap sebagaimana ia bersikap menghargai dan menghormati dengan totalitas. Hal di atas ini mesti dan wajib untuk dilaksanakan oleh kita semua OAP selaku pemilik tanah, tanpa terkecuali siapapun kita.
Apabila kita tidak melakukannya saat ini, dampak atau akibatnya tidak hanya akan dirasakan oleh kita OAP yang masih hidup, namun juga akan dialami dan dirasakan oleh setiap anak cucu kita di masa depan. Persoalan mengenai tanah selaku Mama bagi kita OAP atau hak ulayat tidak hanya terbatas pada satu kurun waktu atau masa tertentu, tetapi tanah selalu berkaitan erat dengan sikap kita pada masa lalu yang akan berdampak pada masa kini, dan sikap kita pada masa kini akan berdampak pula di masa mendatang.
Oleh sebab itu, sekali lagi bahwa OAP selaku pemilik tanah Papua punya kewajiban besar dalam menjaga, memelihara dan bahkan dalam mengelola tanah Papua secara baik dan benar. Sangatlah benar apa yang diserukan oleh Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr yang menyatakan “Orang Papua jual tanah, maka jual kehidupan”
Seruan Uskup Timika selaku pimpinan Gereja Katolik itu sangatlah tepat dan fundamental dalam konteks kehidupan kita sebagai OAP di Papua. Kita semua sebagai OAP adalah pemilik tanah, dan seluruh kehidupan kita sangat tergantung pada alam Papua yang tak pernah lelah menyediakan nafkah buat kita OAP.
Ernest Pugiye juga telah memberikan pemahaman mengenai makna tanah bagi OAP, bahwa tanah bagi OAP adalah “Tanah Sebagai Mama bagi OAP”, (Cepos, 5/7/2018). Tanah adalah yang benar-benar memelihara, tanpa kenal lelah menyediakan segala kebutuhan kita, OAP. Pendapat senada juga disampaikan Aris Yeimo, yang menegur dan memberikan sedikit pemahaman melalui ulasannya kepada kita OAP bahwa “Tanah Papua Bukan Barang: Komoditas” (Jubi, Rabu-Kamis, 15-16, Agustus 2018).
Akhirnya, tanah sebagai Mama bagi OAP mesti dihargai dan terus dijaga sendiri oleh OAP sebagai pemilik tanah itu. Jika OAP sendiri tidak menjaga tanah sebagai Mama kita, tidak ada orang lain lagi yang akan menjaga, memelihara, dan melindungi tanah kita, Papua. Ingatlah bahwa tanah adalah Mama bagi kita. Mama yang secara terus menerus menjaga dan memelihara, juga dia yang siap sedia menyediakan segala kebutuhan hidup kita di saat ini dan di masa mendatang. Kita semua sebagai OAP, selaku pemilik tanah, harus terus menjaga dan memelihara tanah Papua.
Masyarakat sebagai pemilik hak ulayat tanah mesti mempunyai rasa kepemilikan terhadap tanah yang telah diwariskan oleh tete-nene moyang dan Tuhan Sang Pencipta. Ingat, OAP jangan menjual tanah, karena tanah itu Mama kita bersama. Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr juga meyerukan, ”Hai orang Papua, jangan jual dusun sagu, jangan jual dusus berkebun. Kalau dusun sagu hilang, ko makan kelapa sawit ka? Kalau dusun sagu hilang, ko tau tanam padi ka?
Mari kita semua menjaga dan merawat tanah Papua sebagai Mama kita. Menjaga dan memelihara itu berarti kita sebagai OAP tidak menjual tanah dengan harga yang murah. Menjaga dan memelihara itu berarti kita sebagai OAP tidak mempermainkan tanah secara sewenang-wenang.
Menjaga dan memelihara itu berarti kita sebagai OAP mengelolah tanah secara bermartabat, supaya tanah itu terus ada bersama kita. Ingat, menjual tanah berarti menjual “Mama” kandung kita sendiri.
Kalau ko jual tanah Sob, ko mau taruh ko pu muka di mana di hadapan ko Mama? Sob, kalau ko OAP, ko hargai ko Mama. Ko hargai tanah Papua yang sudah besarkan ko. Semoga!
*)Penulis adalah Mahasiswa Sesmester II pada Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi “Fajar Timur”, Abepura, Jayapura, Papua.