Papua No. 1 News Portal | Jubi
Saat ini adalah waktu yang sangat buruk. Pemerintah Vanuatu baru menyelesaikan mode caretaker setelah pemilu nasional, dan virus corona menjadi topik utama hampir setiap percakapan lainnya. Siklon Tropis Harold kategori 5, yang menerjang bagian tengah dan utara Vanuatu pada Senin, 6 April, menyebabkan kerusakan dan kerugian yang tinggi di Luganville, South Santo, Malekula, Ambrym, dan Pentecost.
Terdampak parah adalah pengungsi dari pulau terdekat, Ambae, yang melarikan diri dari letusan gunung berapi Manaro Voui pada 2017. Sebagian besar rumah-rumah mereka di pulau-pulau terdekat belum permanen, sekarang rusak total. Sekarang, mereka harus menghadapi prospek pembangunan kembali tempat tinggal untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari tiga tahun. Stasiun televisi lokal menampilkan wawancara dengan masyarakat yang kebingungan, beberapa menangis, yang lain bertanya-tanya, ‘dimana pemerintah?’
Beberapa minggu yang lalu, virus Corona dan paket stimulus ekonomi pemerintah sebesar empat miliar Vatu (AS$ 32 juta – 4% dari PDB-nya) adalah topik yang ramai dibahas semua orang. Pariwisata, sektor andalan ekonomi formal telah lenyap. Pemerintah sementara telah menutup perbatasan negara dan menyiapkan masyarakat untuk menghadapi virus yang, jika itu datang, akan menyebabkan kesusahan bagi seluruh negara. Sebagai bagian dari persiapan ini pemerintah mendeklarasikan Keadaan Darurat, di mana semua sekolah negeri ditutup.
Sementara virus corona masih menjadi fokus perhatian publik, perhatian itu langsung beralih pada bencana alam di bagian Utara – terutama, bagaimana proses membangun kembali sarana jaringan komunikasi and menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi masyarakat. Masih belum diketahui kapan sekolah yang terkena dampak Harold akan mulai kembali, atau dibangun kembali untuk sekolah-sekolah yang rusak total akibat badai itu.
Larangan mengenai jaga jarak fisik atau physical distancing dan pertemuan publik telah secara resmi diabaikan. Oleh karena itu, penting untuk mempertanyakan pendekatan Pemerintah saat ini untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sektor pendidikan dan krisis ekonomi yang terkait dengan virus corona dan bencana Harold. Apakah rencana tersebut bisa efektif?
Dengan pandemi yang sedang berlangsung, sekolah-sekolah menyinggung tentang belajar daring. Tetapi bagaimana ini bisa dilakukan di negara di mana hanya sedikit keluarga yang memiliki komputer atau memiliki perangkat seluler yang bisa digunakan atau memiliki akses ke internet? Pendidikan daring tidak bisa digunakan di seluruh Vanuatu. Dan bagaimana materi belajar sekolah rumah akan diberikan kepada siswa? Siapa yang akan membimbing mereka dalam proses belajar mereka? Apakah ada bahan untuk orang tua yang akan mengajar mereka?
Seorang mantan kepala sekolah di sebuah sekolah negeri di Port Vila menyebutkan beberapa masalah: “Meskipun Kementerian Pendidikan bisa membagikan materi pembelajaran kepada orang-orang tua, sekolah rumah atau homeschooling bagi pelajar ni-Vanuatu adalah hal yang baru, dan ini adalah tantangan bagi mereka; ada orang tua yang buta huruf, sehingga tidak dapat membantu anak-anak mereka dengan pekerjaan rumah mereka. Manajemen waktu di rumah adalah tantangan lainnya bagi orang tua dan pelajar; beberapa orang tua masih bekerja, mereka tidak bisa tinggal di rumah untuk membantu anak-anak mereka belajar, dan pada malam hari, orang tua dan anak-anak sudah letih.”
Apakah pemerintah pusat telah meminta saran dan konsultasi dengan serikat guru, kelompok orang tua, dewan sekolah, asosiasi siswa, dan masyarakat, sebelum mengambil keputusan itu? Sejauh ini, kita tidak tahu ada progres apa-apa. Caretaker Menteri Pendidikan juga telah mengumumkan bahwa pelajar yang ingin dipulangkan kembali Vanuatu selama pandemi Covid-19 tidak akan memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi mereka di luar negeri karena keterbatasan anggaran. Dampak krisis kesehatan publik ini pada sektor pendidikan, khususnya, mungkin memiliki konsekuensi yang lebih meluas pada masyarakat dan ekonomi.
Pemerintah perlu lebih inklusif, bukan menghentikan perdebatan. Sekarang adalah waktunya untuk memperkuat kelompok kerja bidang Pendidikan, dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, untuk membahas realitas yang baru ini untuk empat, enam, atau bahkan 12 bulan ke depan.
Mari kita lihat bagaimana bangsa lain di kawasan Asia Pasifik menghadapi krisis pendidikan. Bisakah kita belajar sesuatu dari mereka, atau mengadaptasi metode mereka? Dapatkah mitra donor pendidikan, termasuk Kementerian Luar Negeri Selandia Baru (MFAT) Selandia Baru, Kementerian Luar Negeri Australia (DFAT), atau UNICEF, bisa membantu menyelesaikan masalah pendidikan dan krisis ekonomi ini?
Terlepas dari dimulainya kembali sekolah minggu ini, serta kegiatan olahraga, restoran dan bar kava di dua provinsi Vanuatu, sudah pasti karantina wilayah akan kembali diterapkan jika virus itu sampai di sini. Sistem pendidikan perlu dipersiapkan untuk situasi ini, dan para pemangku kepentingan sekarang perlu bekerja bersama-sama. (Daily Post Vanuatu)
Editor: Kristianto Galuwo