Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh Titus Ruban

NABIRE adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua. Sejak dipimpin petahana Bupati Isaias Douw dan Wakil Bupati Amirullah Hasyim, kabupaten ini terus berbenah. Berbagai kebijakan telah dibuat.

Pada akhir tahun 2017, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nabire menyetujui dan menetapkan lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Raperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nabire Tahun Anggaran (TA) 2018, yang menjadi Peraturan Daerah (Perda) tahun 2017. Persetujuan dewan untuk ditetapkan sebagai Perda disaksikan Bupati Nabire, Isaias Douw dan Wakil Bupati Amirullah Hasyim. Perda itu mulai dijalankan pada tahun 2018.

Kelima Perda yang ditetapkan DPRD Kabupaten Nabire, di antaranya Perda tentang Pengelolaan Sampah, Perda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Papua dan Perseroan Daerah Air Minum Tirta Adrian, Perda tentang Pajak Daerah, Perda tentang Retribusi Jasa Umum, dan Perda tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Nabire.

Nabire adalah kabupaten yang cukup strategis sebab berada di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC), meliputi Kabupaten Manokwari dan Teluk Wondama di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Nabire di Provinsi Papua.

Salah satu yang membuat kabupaten ini terkenal adalah objek wisata yang menjadi ikon Nabire, yakni keberadaan hiu paus atau masyarakat sekitar menyebutnya gorano bintang. Lokasinya tepat berada di Pulau Kwatisore, Distrik Yaur.

Namun Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DPK) Kabupaten Nabire, melalui Kepala Seksi Konservasi, Marry H. Lidan mengatakan, untuk perlindungan atau konservasi kekayaan alam di Nabire, masih diperlukan Perda atau Peraturan Bupati (Perbup), guna mendukung dan memperkuat upaya konservasi yang sementara sedang dilakukan.

Selain itu, yang perlu diperhatikan lagi adalah dampak bencana alam serta mitigasi bencana di kabupaten ini. Sebab di Nabire pada 6 Februari 2004, pernah terjadi gempa bumi yang kemudian disusul pada 26 November 2004, berkekuatan 7,2 skala richter.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nabire, Blasius Nuhuyanan mengatakan, Nabire memang daerah yang berpotensi bencana alam. Selain gempa, bencana banjir dan abrasi pun perlu diperhatikan.

Dari segi infrastruktur, ada beberapa jalan dan jembatan kecil yang masih diupayakan perbaikannya. Seperti jembatan yang menghubungkan Kampung Sanoba dan Wagaria, yang juga merupakan akses menuju Pantai Wisata Gedo.

Namun Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Nabire, M. Oto Riskandar mengatakan, tidak semua jalan dan jembatan di Kabupaten Nabire adalah tanggung jawab pemerintah setempat. Sebab ada beberapa ruas jalan dan jembatan, yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau Provinsi Papua. Seperti jalan menuju Pelabuhan Samabusa, Distrik Teluk Kimi yang menjadi tanggung jawab Balai Besar Bina Marga melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sementara ruas lainnya yaitu jalur bawah adalah tanggung jawab Dinas PUPR Provinsi Papua.

Kabupaten ini pun masih kekurangan guru. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire, melalui Sekretaris Dinas Pendidikan, Viktor Tebai mengakui, kabupaten ini masih kekurangan guru, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan guru belum memenuhi standar nasional sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005. Kekurangan guru khususnya berada di wilayah pinggiran, pesisir, dan pedalaman Nabire. Bupati Isaias Douw mengatakan di akhir masa jabatannya, akan memperhatikan dua sektor penting yakni pendidikan dan kesehatan. Ia menyadari kurangnya tenaga guru dan kesehatan di daerah pinggiran, yang bukan hanya terjadi di Nabire, tetapi hampir di sebagian besar wilayah di Papua.

Di bidang kesehatan, tercatat kasus HIV-AIDS di Provinsi Papua per 30 September 2018 sangat memprihatinkan. Total ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) mencapai 38.874 orang. Angka tertinggi kota dan kabupaten di Papua nomor satu adalah Kabupaten Nabire dengan total 7.240 orang. Sebanyak 2.681 di antaranya HIV dan 4.559 orang AIDS. Untuk kasus HIV menunjukkan Nabire urutan kedua terbanyak setelah Mimika 2.944. Namun kasus AIDS Nabire tertinggi dengan jumlah penderita 4.559.

Sementara untuk program Imunisasi Measles (campak), Rubella, dan Polio (MRP), Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire, meraih penghargaan dari Kementerian Kesehatan RI, karena capaiannya hingga 95,88 persen dari target 42,983 jiwa.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Nabire, dr. Frans Sayori, mengatakan, pihaknya terus mendorong dan memantau kegiatan di 32 puskesmas, serta selalu membangun komunikasi dengan para orangtua, agar anak yang belum diimunisasi bisa didata, atau berupaya sampai menghubungi pihak sekolah.

Tahun 2019, diharapkan semua Perda yang telah diketuk berjalan sesuai aturan yang ditetapkan. Sementara Perda atau Perbup yang masih, atau akan direncanakan, semoga bisa segera disahkan dengan melihat manfaatnya untuk masyarakat dan pembangunan. Selain itu, pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan yang kerap menuai keluhan masyarakat, harus diperhatikan dan segera diupayakan pengerjaannya. Jangan lagi ada saling lempar tanggung jawab.

Kekurangan tenaga pengajar, menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dicarikan solusi, apalagi dengan adanya penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CPNS). Terkait tingginya angka kasus HIV-AIDS di Nabire, pemerintah memang harus bekerja keras, mulai dari sosialisasi, turun ke lapangan, dan terus berupaya membuka ruang dan pelayanan, agar para ODHA bisa terbuka untuk berkonsultasi. Perlu diingatkan, jangan jauhi ODHA, tapi mari kita cegah bersama penyakitnya. (*)

Leave a Reply