MRP: Masyarakat adat Biak sudah 3 tahun tolak peluncuran roket LAPAN

Ilustrasi Peluncuran Roket di Papua
Foto ilustrasi, peluncuran roket. - Pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib menyatakan penolakan masyarakat adat Biak terhadap rencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN membangun tempat peluncuran roket telah disampaikan sejak tiga tahun silam. Menurutnya, MRP telah meneruskan aspirasi masyarakat adat Biak itu kepada pihak berwenang, termasuk pemerintah pusat.

Hal itu dinyatakan Timotius Murib di Kota Jayapura, Papua, Kamis (15/4/2021). “Seharusnya pemerintah dan LAPAN melihat [aspirasi] itu, untuk dipertimbangkan. Kami adalah lembaga masyarakat adat, makanya kami mendukung aspirasi masyarakat untuk [meminta] tidak ada pembangunan pusat peluncuran roket di Kabupaten Biak [Numfor],” kata Murib dengan tegas.

Read More

Menurut Murib, penolakan masyarakat adat di Biak itu bukan tanpa alasan, apalagi masyarakat adat yang akan mengalami dampak jika Bandar Antariksa jadi dibangun di Biak. “Intinya, aspirasi masyarakat pasti akan kami dukung,” ujarnya.

Baca juga: Masyarakat ungkap tanah untuk pusat peluncuran roket di Biak diambil alih dengan ancaman dan uang 15 juta

Sebelumnya, para tokoh masyarakat adat di Biak Numfor menggelar Sidang Pleno Khusus Kainkain Karkara Byak pada 7 April 2021. Sidang Pleno itu menyatakan pernyataan bahwa masyarakat adat mendukung pembangunan Bandar Antariksa Biak tidak sah, dan tidak merepresentasikan pandangan/aspirasi masyarakat adat setempat. Kainkain Karkara Byak juga membentuk tim advokasi untuk mengambil langkah hukum menghentikan LAPAN membangun peluncuran satelit di Biak.

Selain itu, advokat Imanuel Rumayom dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kyadawun, mengingatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para pihak terkait agar masyarakat adat tidak dirugikan dalam pembangunan Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor, Papua. Ia mengatakan, apa gunanya pembangunan jika masyarakat adat di sana dirugikan. Mereka kehilangan hak-haknya, terutama hak atas tanah ulayatnya.

“Pemerintah pusat tidak bisa langsung mengiakan akan membangun Bandara Antariksa di Biak. Di situ ada hak ulayat, ada masyarakat adat dan keputusan mesti melibatkan semua pihak,” kata Imanuel Rumayom kepada Jubi. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

 

 

Related posts

Leave a Reply