MRP diminta tetap melaksanakan RDP

Tokoh masyarakat Papua asal Lapago, Paskalis Kossay (bermasker). - Jubi/Abeth You

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua (MRP) diminta tetap melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP), guna mengevaluasi pelaksanaan efektivitas Otonomi Khusus (Otsus) di lima wilayah adat Papua, meski dilarang dan ditolak oleh berbagai kelompok.

Read More

Hal itu dikatakan Paskalis Kossay, tokoh masyarakat Papua asal Lapago. Menurutnya MRP diberikan kewengan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan menjalankan Pasal 77.

“Itu bagian dari tugas pokok MRP, karena mereka diberi kewenangan mengawal, dan memfasilitasi aspirasi rakyat Papua sesuai Pasal 77 UU 21 Tahun 2001. Dalam rangka memperbaiki pembangunan ke depan. Tidak boleh ada yang menghalang-halangi, dan MRP jangan menyerah,” katanya, ketika diwawancarai Jubi, Minggu (15/11/2020), setelah acara Dies Natalis Pemuda Katolik Nasional di Kota Jayapura.

Ia menegaskan, pelaksanaan RDP bukan pertama kali terjadi di Tanah Papua. Tetapi sebagai orang yang pernah menjabat anggota DPR Papua dan DPR RI dapil Papua, ia mengingat MRP pernah melakukan RDP sebanyak dua kali.

“Kenapa alergi? RDP itu sudah pernah dilaksanakan oleh MRP, yakni pada 2005 dan 2010. Nah, RDP kali ini kenapa ada penolakan di mana-mana? Seharusnya tidak boleh ada penolakan, tetapi saya harap MRP tidak menyerah. MRP itu juga bagian dari lembaga negara. Sudah diatur di dalam UU,” katanya.

Menurut dia, pemerintah daerah tidak boleh mengabaikan kepentingan bersama ini, dengan memakan isu murahan dan tegakkan protokoler pemerintahan. “Protokol itu wajib. Pemerintah daerah wajib memfasilitasi MRP.”

“Kalau pemerintah melarang MRP, itu seperti melanggar UU. Soal tolak menolak itu dinamika, tapi agenda itu tidak boleh dihambat oleh kepentingan kekuasaan, kalau itu terjadi berarti negara Indonesia ini gagal seperti yang terjadi di Wamena, itu sudah salah besar,” lanjutnya.

Kossay menegaskan, segelintir orang yang mengatasnamakan Barisan Merah Putih (BRP) yang mengadang MRP sewaktu akan ke Wamena, hanya dimanfaatkan dan difasilitasin oleh penguasa agar adanya konflik horizontal.

“Itu segelintir orang yang dimanfaatkan oleh penguasa untuk menghalang-halangi. MRP ke Wamena dalam rangka tugas negara. Jadi saya kira MRP ketakutan dan kembali ke Jayapura, karena tidak ada pejabat yang menjemput dan memfasilitasi,” katanya.

Dominikus Sorabut juga mengaku jika aksi demo menolak kedatangan MRP di Bandara Wamena, melanggar maklumat Kapolda Papua menyikapi rencana RDP oleh MRP.

“Demo yang dilakukan di objek vital seperti bandara seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi dilakukan dengan mengumpulkan banyak orang,” katanya.

“Maklumat untuk tidak berkumpul dengan jumlah yang banyak, apalagi di bandara itu tempat vital yang tidak boleh dilakukan demo. Kalau saya yang lakukan demo pasti sudah ditindak, tetapi mereka justru dibiarkan. Negara kawal, aparat kawal, sehingga mereka sendiri yang melanggar maklumat kapolda,” katanya. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply