Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Aksi demo 29 Agustus lalu yang berujung tindakan anarkis serta muncul konflik horizontal melalui aksi sweeping oleh sekelompok masyarakat di sejumlah titik di Kota Jayapura.
Sejumlah perempuan Papua di Kabupaten Jayapura menanggapi hal tersebut sebagai aksi yang dipicu oleh oknum-oknum masyarakat yang sengaja menciptakan konflik untuk kepentingan oknum tersebut tanpa memperhatikan nilai-nilai sosial kemasyarakat yang sudah terbina selama ini.
“Coba ditanya salah satu dari mereka yang terlibat dalam aksi demo damai lalu yang berikut berujung anarkis. Apa tujuannya terlibat dalam aksi tersebut,” ujar Yoke Tokoro, perwakilan perempuan di Kabupaten Jayapura, Rabu (4/9/2019).
Kasus rasisme yang terjadi di pulau Jawa, secara khusus Surabaya, Semarang, dan Malang, kata Yoke, reaksi dari aksi rasisme ini sudah dikoordinasikan dalam tingkat pemerintah daerah melalui Gubernur Papua, Wali Kota Malang, Gubernur Jawa Timur, dan Wali Kota Semarang.
“Koordinasi dan kerja sama melalui proses hukum sudah dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah, hal ini juga harus kita apresiasi dan memberikan dukungan penuh. Lakukan anarkis melalui aksi demo seperti kemarin, sekarang siapa yang bartanggung jawab terhadap rusaknya fasilitas layanan publik saat ini,” ungkapnya.
Seharusnya kita bisa berpikir positif dan tidak mudah terprovokasi untuk mengikuti aksi demo seperti kemarin, pada akhirnya berujung pada anarkis. Bahkan ada sekelompok masyarakat malah berbalik melakukan aksi sweeping.
“Semua tempat dan wilayah memiliki aturan dan ketentuan yang diatur wilayah tersebut, pihak luar yang datang hanya untuk membuat kegaduhan dan keributan di tempat ini. Pemerintah daerah harusnya lebih tegas,” katanya.
Sementara itu, Hanna, seorang ibu warga Kampung Doyo Baru yang terkena sweeping menuturkan dirinya sangat.
“Sebenarnya kita sedang diprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan memang tujuannya untuk mengacaukan keamanan dan ketertiban di daerah ini. Sekitar delapan orang dengan membawa senjata tajam, ada yang membawa golok, parang, dan samurai,” pungkasnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari