Mengapa Pilkada selalu diwarnai konflik?

Papua-pilkada-2020
Pilkada Serentak 2020 - Jubi/Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh: Engelbert Dimara

Read More

Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Polisi Paulus Waterpauw mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan di 11 kabupaten di Provinsi Papua itu rawan konflik.

“Hampir semua daerah yang akan melaksanakan pilkada masuk kategori rawan konflik namun tingkat kerawanannya sedang dipetakan. Dari berbagai pengalaman dalam penanganan keamanan selama pilkada, memang sering kali menimbulkan kerawanan akibat para pihak berupaya dengan segala cara untuk menjadi pemenang,” ujarnya, Kamis, 25/6/2020 (papua.bisnis.com: Pilkada Serentak 2020: 11 Kabupaten di Papua Rawan Konflik).

Upaya para pihak untuk menjadi pemenang pilkada seperti dikatakan kapolda di atas, yang dapat memicu konflik. Dimana terjadi benturan kepentingan dari masing-masing kubu politik. Dan itu yang membuat situasi pasca pelaksanaan pilkada tidak aman atau rawan konflik.

Situasi dalam kampanye pilkada

Situasi dalam pelaksanaan pilkada di setiap daerah berbeda-beda. Ada daerah yang tensi politiknya wajar, tetapi ada juga yang tensinya tinggi. Artinya terjadi ketegangan antarkubu paslon (pasangan calon), karena sejak awal figur-figur yang ingin maju dalam pilkada sudah saling menjatuhkan, dengan melempar isu dan opini tertentu.

Isu atau opini itu ditujukan kepada figur-figur yang dianggap akan menjadi lawan politik, terutama kepada figur petahana jika ada. Muatan dari isu atau opini itu bermacam-macam. Mulai dari kelemahan dan kehidupan pribadi, ketidakberhasilan dalam pembangunan,  korupsi, dan lain sebagainya.

Upaya saling menjatuhkan itu semakin kencang dilakukan ketika pasangan calon sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Koalisi partai atau tim pemenangan, dan massa pendukung menyebar isu dan membangun opini publik untuk memojokkan lawan politik. Itu semua dilakukan demi kepentingan paslon dan kelompok masing-masing.

Setiap paslon mempunyai strategi kampanye untuk mengamankan kepentingan politik di daerahnya. Strategi merupakan cara-cara kampanye untuk memenangkan pilkada, dan itu sangat perlu. Yang dipandang salah adalah jika demi kemenangan, digunakan cara-cara yang tidak beretika dan tidak bermoral.

Para paslon bersaing dengan cara-cara yang tidak adil, tidak jujur, tidak wajar, misalnya melakukan money politik, melempar isu-isu yang tidak benar untuk menjatuhkan lawan politik. Mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sangat tidak dewasa, misalnya, mendoktrinasi tim suksesnya dengan ungkapan, “segala cara harus kita tempuh untuk mencapai kemenangan, pele putus, melintang patah”.

Pernyataan-pernyataan seperti itu kalau diterima oleh paslon lain dengan tim pemenangan dan massa pendukungnya secara dewasa, tidak masalah. Artinya menanggapi secara positif,  tetap tenang, sabar, dan melakukan kampanye secara dewasa dan bertanggung jawab.  Tetapi jika menanggapi secara negatif dan tidak dewasa, maka sudah pasti akan terjadi gesekan-gesekan yang berujung konflik.

Bahkan semua gesekan itu akan mencapai puncaknya pada saat pengumuman hasil dan sampai penetapan. Dan tentu yang terjadi adalah konflik horizontal yang tidak bisa dihindari.

Upaya menghindari konflik pasca pilkada

Untuk menghindari terjadinya konflik, maka sangat diharapkan, semua paslon dan koalisi atau tim pemenangan bijaksana. Semua wajib memelihara nilai-nilai etika dan moral yang melandasi niat dan tujuan baik untuk maju sebagai pemimpin di daerahnya.

Selain itu juga harus menghindari politik uang karena itu cara berpolitik yang kotor dan tidak terpuji. Praktik politik uang menunjukkan bahwa paslon tidak punya kemampuan intelektual, tidak popular dan tidak berintegritas, tetapi sangat ambisius, sehingga bertekad menggunakan politik uang, dengan cara-cara yang kotor untuk memenangkan kontestasi.

Pilkada merupakan momentum untuk evaluasi pembangunan, dan ruang politik untuk menawarkan program terbaik bagi pembangunan pada periode berikutnya. Oleh karena itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan memperhatikan nilai-nilai demokrasi, keadilan, kebenaran, kejujuran, serta etika dan moral dalam seluruh proses pelaksanaannya.

Para paslon yang sedang bertarung, berikanlah pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, bersikap dewasa dan bijak dalam mengarahkan tim sukses dan masa pendukung. Itu penting agar tidak terjadi konflik antar tim sukses dan pendukung. Dan harus siap menang dan siap kalah.

Jangan sampai yang terjadi adalah menang jadi arang, kalah jadi abu, baik yang menang ataupun yang kalah sama-sama menderita kerugian. Niat dan tujuan baik, tetapi karena tidak siap secara mental dan tidak dewasa serta bijkasana, maka semuanya menuai kerugian diakhir perjuangan.

Akan sangat bijaksana dan cerdas jika para paslon dan koalisi partai atau tim pemenangan serta massa pendukung berkomitmen untuk bertanding secara benar—mulai dari kampanye sampai pemilihan, dan masa perhitungan suara, serta penetapan suara harus berjalan aman dan damai tanpa konflik.

Dengan demikian, pihak yang menang tidak bereuforia dan menghina pihak yang kalah. Sebaliknya pihak-pihak yang kalah juga menerima dengan berbesar hati, tanpa menciptakan konflik. Kalaupun tidak menerima hasil keputusan KPU, maka dapat menempuh jalur hukum sesuai prosedur yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Kemudian keputusan akhir yang dianggap final secara hukum harus mampu diterima dengan lapang dada, dan disyukuri. Yang menang bersyukur dan tidak sombong, tetapi berusaha merangkul yang kalah untuk sama-sama membangun daerahnya.

Yang kalah tetap bersyukur dan melakukan evaluasi ke dalam. Dan harus optimistis bahwa kesempatan selalu tersedia, jika punya niat dengan tujuan yang murni untuk membangun masyasrakat dan daerahnya. (*)

Penulis adalah pemerhati masalah-masalah sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Tinggal di Kota Jayapura

Editor: Timoteus Marten

Related posts

Leave a Reply