Papua No. 1 News Portal | Jubi
GEDUNG baru Rumah Sakit (RS) Bunda Pengharapan resmi dioperasikan pada awal pekan ini. Dibutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk menukangi gedung tersebut. Pembangunannya memang belum sempurna betul. Masih ada beberapa bagian yang belum rampung.
“Kami masih membutuhkan dana relatif besar karena ada sejumlah pekerjaan yang belum selesai. Instalasi listrik, pengaspalan jalan masuk, tempat parkir, dan perumahan karyawan,” kata ketua panitia pembangunan, Suster Maria Cecilia.
Gedung baru tersebut berdiri di Perumahan Veteran, Kelurahan Kamundu, Kabupaten Merauke. Fasilitasnya jauh lebih lengkap. Ada 100 tempat tidur untuk pasien rawat inap, serta pelayanan radiologi, dan ultrasonografi (USG). Terdapat pula instalasi farmasi, dan layanan gawat darurat yang beroperasi selama 24 jam.
Rumah sakit juga dilengkapi fasilitas poliklinik umum maupun spesialis untuk pasien rawat jalan. Fasilitas rawat inap terdiri atas ruang kelas I, II, III hingga VIP dan VVIP.
“Terdapat juga ruang persalinan, bedah, dan kamar jenazah, serta fasilitas lain,” kata Direktur RS Bunda Pengharapan, Monika Hartono.
Peresmian gedung baru ditandai pengguntingan pita oleh Uskup Agung Merauke dan Sekretaris Daerah Merauke saat soft opening, Senin (25/3/2019). Seremoni ini dilanjutkan peninjauan ke ruangan dan diakhiri dengan misa serta pemberkatan.
“Dokter dan perawat merupakan penjaga gawang kesehatan nomor satu. Ketika kalian sakit, pelayanan terhadap pasien tidak bisa berjalan baik,” kata Uskup Agung Merauke Mgr Nicolaus Adi Seputra, dalam khotbah misa.
Uskup Agung dalam kesempataan itu juga mengingatkan tugas mulia paramedis. Mereka harus senantiasa melayani setiap pasien dengan kasih dari hati yang tulus.
“Kehadiran RS Bunda Pengharapan, tidak lain untuk melayani orang sakit, bukan yang sakit-sakitan. Kalau sakit, bisa diberi obat agar lekas sembuh. Kalau sakit-sakitan, itu dibuat-buat dan bermental manja,” jelas Nicolaus.
Harapan Uskup Agung Merauke ini sejalan dengan moto RS Bunda Pengharapan, yakni Kasih yang Menyembuhkan. Akan tetapi, vonis akhir penyembuhan tetap menjadi hak prerogatif Tuhan.
“Dokter dan perawat juga memiliki keterbatasan. Jika tidak bisa berbuat lebih banyak lagi saat menangani pasien kritis, serahkan pelayanannya kepada Tuhan,” kata Uskup Agung.
Kenangan misionaris
RS Bunda Pengharapan berdiri sejak 19 tahun silam. Semula fasilitas kesehatan ini hanya berupa klinik di Jalan Angkasa, Kelapa Lima, Merauke. Partisipasi umat dan donator dari luar negeri menjadi menyokong dana mereka.
Setahun berselang, klinik meningkat menjadi rumah sakit, yang lokasinya tetap berada di Jalan Angkasa. Mereka melayani masyarakat Kelapa Lima, Gudang Arang, Buti, dan khalayak lain tanpa membedakan suku, agama, maupun ras.
“Nama Bunda Pengharapan diberikan untuk mengenang karya para misionaris dari Bruder Tujuh Kedukaan di Kelapa Lima. Mereka menjalankan kegiatan kerasulan dengan mengantar warga berobat ke rumah sakit, dan menguburkan yang meninggal,” jelas Monika.
Sehubungan penempatan gedung baru, Sekretaris Daerah Merauke, Daniel Pauta, berharap paramedis RS Bunda Pengharapan tetap bertugas dengan penuh tanggung jawab. Mereka harus memberi rasa nyaman agar pasien lekas pulih. Karena itu, keramahan dan tata karma senantiasa dikedepankan dalam setiap pelayanan.
“Meskipun fasilitas lengkap dan obat-obat tersedia, pasien tidak bakal kunjung sembuh apabila pelayanan kurang baik,” tegas Daniel. (*)
Editor: Aries Munandar