Masyarakat Kotim berharap transportasi sungai khusus pelajar

Ilustrasi, perahu transportasi sungai. Jubi
Perahu transportasi sungai, pixabay.com

Transportasi sungai yang memadai dan memenuhi standar keselamatan sangat dibutuhkan karena digunakan setiap hari oleh pelajar saat sekolah.

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Read More

Sampit, Jubi – Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, berharap pemerintah menyediakan moda transportasi atau kelotok (perahu bermotor) khusus untuk melayani pelajar yang harus melalui jalur sungai untuk menuju sekolah.

“Kalau di darat kan sudah ada bus sekolah, jadi kalau bisa di sungai juga disiapkan kelotok khusus untuk pelajar,” kata warga Sampit, Yadi, Kamis, (21/2/2019).

Menurut Yadi saat ini masih banyak pelajar yang mengandalkan transportasi sungai menuju ke sekolah mereka, itu terpaksa dilakukan karena terbatasnya jalan darat. Terdapat dua kecamatan di kawasan itu masih terisolasi jalan darat dari pusat Kota Sampit, kawasan meliputi Seranau dan Pulau Hanaut  yang letaknya di kawasan seberang dipisahkan Sungai Mentaya.

Baca juga : Bantuan speedboat kurangi biaya transportasi

Transportasi sungai yang memadai dan memenuhi standar keselamatan sangat dibutuhkan karena digunakan setiap hari oleh pelajar saat sekolah.

“Jika moda transportasi sungai tidak memenuhi standar keselamatan, maka keselamatan para pelajar yang menggunakan angkutan itu tidak terjamin,” kata Yadi menjelaskan.

Tercatat karamnya kelotok bermuatan 32 pelajar SMA PGRI 2 Sampit di Sungai Mentaya Kecamatan Seranau pada Selasa (19/2) pagi, menjadi perhatian banyak pihak. Meski seluruh pelajar berhasil selamat, namun kejadian ini menimbulkan trauma bagi pelajar dan kekhawatiran masyarakat.

Baca juga : Transportasi udara sumbang inflasi tertinggi di Manokwari

Camat Seranau, Eddy Hidayat Setiadi, mengatakan masih cukup banyak pelajar di wilayahnya yang mengandalkan angkutan sungai saat hendak ke sekolah. Selain karena masih terbatasnya jalan darat, sekolah untuk jenjang SMA memang hanya dibangun di lokasi strategis sehingga pelajar dari desa lainnya harus datang ke desa yang ada SMA tersebut.

“Untuk tingkat SMA kan memang tidak dibangun di setiap desa. Makanya banyak yang harus menempuh perjalanan melalui sungai,” kata Eddy.

Selama ini pelajar menggunakan angkutan sungai milik masyarakat yang menyediakan jasa antar-jemput. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply