Mama Papua yang hidup dari merajut kulit kayu

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi – Mama Misera Wonda, sekira 58 tahun, asal Kabupaten Puncak Jaya, Papua menghabiskankan waktu tuanya dengan membuat kulit kayu untuk menghasilkan uang.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, ia tentu membutuhkan kesabaran yang tinggi. Tapi itu tetap ia jalani.

"Untuk membuat benang ini saya ambil kulit kayu di hutan, karena di sini tidak sembarang tumbuhnya,” katanya saat ditemui Jubi di Sentani, Selasa (11/10/2016).

Ia mengumpulkan kulit kayu yang khusus untuk dibuat menjadi benang. Benang kulit kayu ini nantinya menjadi bahan membuat pakaian tradisional.

"Kulit kayu ini bisa bikin sali dan noken, di rumah sudah ada yang siap dan yang saya bikin ada yang saya jual belum jadi benang atau yang digulung menjadi benang," ucap Misera.

Satu ikatan benang kulit kayu ia jual seharga Rp150 ribu. Ini sudah harga terendah yang ia bisa jual.

 “Saya hanya mendapat sedikit itu saja, kalau dijual lagi itu harganya bisa mencapai Rp1,5 juta atau Rp2 juta,” katanya.

Untuk membuat benang tersebut bagi Misera tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya butuh kesabaran saja.

Perajin lain, Lekimina Yoman, 45 tahun, mengatakan ada berbagai macam kulit kayu yang bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat noken dan Sali.

 “Keragi, tingimungur, dan kowe nama kulit kayu yang digunakan untuk membuat benang dan menghasilkan Sali, sedangkan wali, kumiliki, dan wurummayo untuk digunakan membuat benang yang dijadikan noken,” ucapnya.

Lekimina mengatakan, bahan-bahan tersebut bisa didapatkan di hutan dan di pegunungan.

 “Kalau yang hidup di Jayapura kualitasnya kurang baik, yang bagus itu yang asli dari  pegunungan,“ ucapnya.

Di zaman sekarang tidak terlalu banyak yang membuat benang dari kulit kayu lagi. Barang-barang berbahan benang sudah banyak dikerjakan mesin. Akibatnya, kata Yoman, harga benang dari kulit kayu pun akhirnya tidak bisa terlalu mahal. (*)

Related posts

Leave a Reply