Mahasiswa Uncen berunjukrasa menuntut 7 tapol Papua dibebaskan

Ratusan mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura berunjukrasa menuntut pembebasan tujuh tahanan politik Papua yang tengah diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. - Jubi/Hengky Yeimo
Ratusan mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura berunjukrasa menuntut pembebasan tujuh tahanan politik Papua yang tengah diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. – Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Ratuan mahasiswa Universitas Cenderawasih berunjukrasa di Jayapura, Papua, menuntut tujuh tahanan politik atau tapol yang tengah diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan dibebaskan, Senin (2/3/2020). Para mahasiswa juga menuntut Presiden Joko Widodo segera menindaklanjuti laporan advokat Veronika Koman tentang keberadaan 57 tahanan politik Papua dan kasus tewasnya 243 warga di Nduga, Papua, pasca pembunuhan pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018.

Read More

Para mahasiswa berunjukrasa dengan mengenakan jaket almamater mereka, bersama-sama menyerukan pembebasan tujuh tapol Papua yang tengah diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur. Para pengunjukrasa membawa poster dan spanduk yang berisi tulisan “Segera Bebaskan Tujuh Tapol di Kalimantan” dan “Tujuh Tahanan Korban Rasis Segera Dipulangkan ke Tanah Air West Papua.”

Ketujuh tapol itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, serta Feri Bom Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin. Saat ini ketujuhnya sedang menjalani persidangan dugaan makar di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (FH Uncen), Yops Itlay di depan massa aksi itu menyatakan Pemerintah RI harus segera membebaskan dan memulangkan ketujuh tapol Papua itu. Yops Itlay menyatakan persidangan ketujuh tapol harus digelar di Papua, namun ketujuh tapol secara paksa dibawa ke Kalimantan Timur, dan akhirnya diadili di sana.

Yops Itlay menegaskan ketujuh tapol dan para warga Papua yang menjalani proses hukum pasca unjukrasa anti rasisme Papua adalah korban dari peristiwa rasisme Papua yang terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019 lalu. Ia menilai proses hukum terhadap ketujuh tapol dan warga Papua yang berunjukrasa memprotes kasus rasisme Papua itu tidak adil, karena seperti memperlakukan para tapol dan pengunjukrasa sebagai pelaku.

“Kami ini korban. Akan tetapi, kami dinilai [sebagai] pelaku. Hari ini kami melakukan aksi. Kami ini bukan binatang dan bukan hewan. Kami sama sepeti mereka, manusia ciptaan Tuhan,” katanya Yops Itlay di gerbang Kampus Uncen Baru di Waena, Jayapura.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Yops Itlay, para pengunjukrasa juga menuntut agar Presiden Joko Widodo segera menindaklajuti laporan advokat Veronika Koman tentang keberadaan 57 tahanan politik Papua dan kasus tewasnya 243 warga di Nduga, Papua. “Presiden Republik Indonesia segera menindak lanjuti data pengacara hak asasi manusia Veronica Koman yang berisi 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018,” demikian pernyataan sikap yang dibacakan Yops Itlay.

Para pengunjukrasa meminta Gubernur Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua segera mengambil langkah untuk memulangkan para mahasiswa korban rasisme Papua dan membebaskan ketujuh tapol Papua itu. “Segera bebaskan tanpa syarat tujuh tapol Papua, dan segera bebaskan Surya Anta dan kawan-kawan di Jakarta,” ujar Yops Itlay.

Ia menyatakan kejaksaan dan pengadilan selaku aparat penegak hukum harus bersikap adil dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Jaksa dan pengadilan harus adil secara hukum, menerapkan persamaan hak di muka hukum. Apa bila [tuntutan kami] tidak diindahkan, kami mahasiswa siap mebatalkan PON 2020 di Papua,” katanya.

Mewakiki pihak Uncen, Pembantu Rektor III, Yonatan Waromi yang menemani mahasiswanya berunjukrasa mengapresiasi demonstrasi yang berlangsung dengan damai itu. “Ini bagian dari demokrasi yang harus ditegakan di kampus. Agar kita tetap hidupkan mimbar kampus, karena mahasiswa merupakan kontrol sosial masyarakat ,” kata Waromi.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply